September Ceria! Harga Emas Makin Dekat ke US$ 2.000/oz

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
01 September 2020 09:57
FILE PHOTO: Gold bullion is displayed at Hatton Garden Metals precious metal dealers in London, Britain July 21, 2015. REUTERS/Neil Hall/File Photo
Foto: Emas Batangan ditampilkan di Hatton Garden Metals, London pada 21 July 2015 (REUTERS/Neil Hall/File Photo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah anjlok dan terombang-ambing sejak pekan kedua bulan Agustus, harga emas kini mulai bangkit. Pada Selasa (1/9/2020), di awal September ini, harga emas menguat dan semakin dekati level psikologis US$ 2.000/troy ons.

Pada 09.10 WIB, harga emas dunia di pasar spot menguat 0,54% ke US$ 1.980,43/troy ons. Harga emas memang diramalkan bakal balik ke level US$ 2.000/troy ons. Prospek jangka menengah dan panjang dinilai masih bullish.

Salah satu faktor pemicu kenaikan harga emas pada perdagangan pagi ini adalah amblesnya dolar AS. Hal ini tercermin dari koreksi yang terjadi pada indeks dolar sebesar 0,22%. 

Emas merupakan salah satu komoditas yang dibanderol dalam mata uang dolar. Sehingga jika terjadi pelemahan dolar AS, hal tersebut menjadi berkah buat emas karena harganya jadi lebih murah bagi pemegang mata uang asing, sehingga bisa mendongkrak minat beli investor.

Lagipula emas juga diyakini sebagai aset lindung nilai (hedging) terhadap berbagai kondisi mulai dari depresiasi nilai tukar akibat inflasi hingga buruknya kinerja investasi aset-aset lainnya. 

Pekan lalu Kitco melakukan survei terhadap para profesional di Wall Street dan juga para pelaku pasar dari Main Street. Kali ini baik responden yang berasal dari Wall Street maupun Main Street kompak meyakini harga emas bakal naik pekan ini.

Dari 15 orang profesional Wall Street, 80% di antaranya memiliki pandangan bullish terhadap emas. Tak ada yang memperkirakan harga emas bakal turun. Itu artinya sebanyak 20% memiliki pandangan netral.

Sementara dari Main Street sendiri, 57% dari total responden yang berjumlah lebih dari 2.300 orang berpendapat bahwa harga emas bakal naik di pekan ini. Meskipun mayoritas sepakat harga emas bakal naik tinggi, bukan berarti risiko itu tidak ada.

Volatilitas yang tinggi masih menjadi risiko utama pada perdagangan pekan ini. Volatilitas tinggi tersebut diprediksi masih akan berlanjut dan turun naiknya bahkan dikatakan bisa lebih dari US$ 100 per hari.

"Kita telah mengalami volatilitas tinggi selama beberapa minggu terakhir dan itu tidak akan berubah. Banyak hal yang jadi pemicunya - valuasi di pasar ekuitas, komentar Ketua Fed pada hari Kamis, pemilihan pada bulan November," kata direktur perdagangan global Kitco Metals Peter Hug.

"Volatilitas tetap tinggi setidaknya hingga Desember, sehingga trading emas akan akan sangat sulit" katanya pada hari Jumat. "Setiap ada berita yang keluar dapat memicu pergerakan yang tidak stabil."

Salah satu pemicu tingginya volatilitas emas adalah komentar ketua bank sentral AS (Federal Reserves/the Fed) Jerome Powell. 

Pada Kamis(27/8/2020) malam pekan lalu, The Fed mengubah pendekatannya terhadap target inflasi. Sebelumnya The Fed menetapkan target inflasi sebesar 2%, ketika sudah mendekatinya maka bank sentral paling powerful di dunia ini akan menormalisasi suku bunganya, alias mulai menaikkan suku bunga.

Kini The Fed menerapkan "target inflasi rata-rata" yang artinya The Fed akan membiarkan inflasi naik lebih tinggi di atas 2% "secara moderat" dalam "beberapa waktu".

Dengan "target inflasi rata-rata" Powell mengatakan suku bunga rendah bisa ditahan lebih lama lagi, guna membantu perekonomian yang mengalami resesi akibat pandemi Covid-19.

Kebijakan tersebut membuat emas sempat melesat 1,16% sebelum berbalik turun lagi, sebabnya tidak ada kejutan dalam perubahan kebijakan tersebut, semua sesuai dengan prediksi pelaku pasar.

"Pidato Powell memicu pergerakan roller coaster bagi pasar, khususnya emas, yang menguat nyaris US$ 50 tetapi akhirnya berbalik turun saat pasar menyadari Powell tidak memberikan kejutan apa pun," kata Tai Wong, kepala derivatif logam dasar dan logam mulia di BMO, sebagaimana dilansir CNBC International Kamis (27/8/2020).

Sementara itu menurut Hug, pernyataan Powell pada pekan lalu memang memberikan kebingungan di pasar, tetapi secara makro masih positif untuk emas. "The Fed masih akan sangat akomodatif setidaknya sampai tahun 2021 sampai perekonomian AS bangkit kembali. Dalam konteks tersebut, harga emas masih akan lebih tinggi lagi," tutup Hug.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Emas Menguat Tipis

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular