Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah akhirnya menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (24/8/2020) setelah tertahan di zona merah nyaris sepanjang perdagangan. Rupiah melanjutkan kinerja positif perdagangan terakhir pekan lalu, tidak hanya itu Mata Uang Garuda juga back-to-back menjadi juara Asia.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,14% di Rp 14.750/US$, tetapi tidak lama langsung masuk ke zona merah. Rupiah menyentuh level Rp 14.795/US$ yang menjadi level terlemah intraday, pelemahan tercatat sebesar 0,17%.
1 jam sebelum perdagangan berakhir, rupiah berhasil menguat tipis, dan semakin terakselerasi di menit-menit akhir. Saat penutupan perdagangan, rupiah berada di level Rp 14.670/US$, menguat 0,68% di pasar spot.
Mayoritas mata uang utama Asia memang menguat melawan dolar AS pada hari ini, tetapi tidak ada yang sebesar rupiah.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia pada pukul 15:10 WIB.
Rupiah sudah punya modal untuk menguat sejak pekan lalu, meski perdagangan hanya berlangsung 2 hari, Selasa dan Rabu. Rupiah berhasil menguat pada Rabu (19/8/2020), sekaligus menghentikan pelemahan dalam 6 hari beruntun. Rupiah juga jadi juara Asia kala itu dengan penguatan 0,4%.
Pada Selasa (18/8/2020) Bank Indonesia (BI) merilis Neraca Pembayaran atau Balance of Payment (BOP) Indonesia pada kuartal II-2020 yang mencatat surplus setelah defisit di kuartal sebelumnya. Penurunan defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) dan surplus transaksi modal dan finansial (TMF) menjadi pemicunya.
Dalam rilis tersebut, neraca pembayaran Indonesia pada periode April-Juni 2020 tercatat surplus US$ 9,2 miliar. Surplus ini merupakan yang tertinggi sejak kuartal kedua tahun 2011 atau sembilan tahun silam.
Defisit transaksi berjalan dilaporkan sebesar US$ 2,9 miliar atau setara 1,2% dari produk domestik bruto (PDB), membaik dari kuartal sebelumnya 1,4% dari PDB. Defisit di kuartal II-2020 menjadi yang paling kecil sejak kuartal I-2017.
Membaiknya defisit transaksi berjalan menjadi faktor yang begitu krusial dalam mendikte laju rupiah lantaran arus devisa yang mengalir dari pos ini cenderung lebih stabil.
Komponen NPI lainnya, TMF berisikan aliran modal dari investasi portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money, dan pergerakannya sangat fluktuatif.
Surplus transaksi modal dan finansial pada April-Juni tercatat sebesar US$ 10,5 miliar (4,3% dari PDB), berbalik arah dari defisit US$ 3,0 miliar (1,1% dari PDB) pada kuartal I-2020.
Sehari setelahnya, BI mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang tetap mempertahankan suku bunga 7 Day Reserve Repo Rate sebesar 4%.
Dalam 2 edisi RDG, Gubernur Perry memberikan sinyal BI tidak akan lagi memangkas suku bunga, dengan menegaskan untuk kondisi saat ini pemulihan ekonomi lebih efektif melalui jalur kuantitas.
Rupiah berada dalam tren pelemahan sejak 9 Juni lalu, artinya sudah berlangsung dalam lebih dari 2 bulan, meski pelemahnya terbilang smooth. Salah satu penyebab rupiah terus melemah adalah pemangkasan suku bunga BI.
Pada pertengahan Juli lalu, BI memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4%.
Total di tahun ini, BI sudah memangkas suku bunga sebanyak 4 kali dengan total 100 bps. Tidak hanya memangkas suku bunga, BI juga memberikan banyak stimulus moneter, tujuannya, guna memacu perekonomian yang nyungsep.
Penurunan suku bunga oleh BI menjadi salah satu penyebab melempemnya rupiah. Sejak BI memangkas suku bunga acuan pada pertengahan Juli lalu hingga penutupan perdagangan Rabu pekan lalu rupiah sudah melemah 1,85%.
Sehingga jika suku bunga kembali dipangkas, ada risiko rupiah semakin tertekan. Kala suku bunga diturunkan, daya tarik investasi juga tentunya semakin meredup. Tetapi dengan adanya sinyal dari BI suku bunga tidak akan dipangkas lagi, menjadi modal bagi rupiah untuk menguat selain CAD yang menipis.
TIM RISET CNBC INDONESIA