
Punya Modal Menguat tapi Rupiah Melempem, Ini Penyebabnya!

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) hingga pertengahan perdagangan Senin (24/8/2020), padahal sudah punya modal yang cukup untuk bisa kembali menguat.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,14%, tetapi tidak lama langsung melemah dengan persentase yang sama ke Rp 14.790/US$. Hingga pukul 12:00 WIB, rupiah terpaku di level tersebut.
Dalam 2 pekan terakhir, rupiah kerap menunjukkan pergerakan semacam ini. Menguat di pembukaan perdagangan, sebelum berbalik melemah.
Pada Selasa (18/8/2020) pekan lalu, Bank Indonesia merilis data defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) di kuartal II-2020 menyempit menjadi US$ 2,9 miliar atau setara 1,2% dari produk domestic bruto (PDB), dari kuartal sebelumnya 1,4% dari PDB.
Membaiknya defisit transaksi berjalan menjadi faktor yang begitu krusial dalam mendikte laju rupiah lantaran arus devisa yang mengalir dari pos ini cenderung lebih stabil.
Kemudian sehari setelahnya, BI sekali lagi memberikan sinyal suku bunga acuan tidak akan dipangkas lagi saat pengumuman kebijakan moneter usai Rapat Dewan Gubernur (RDG).
Dengan demikian, imbal hasil investasi di dalam negeri masih relatif tinggi dan mampu menarik modal asing masuk.
Dua faktor tersebut sebenarnya menjadi modal bagi rupiah untuk kembali ke jalur penguatan, tetapi sayangnya masih melempem.
Rupiah ternyata masih menjadi satu-satunya mata uang yang tidak diminati oleh pelaku pasar. Hal tersebut tercermin dari survei 2 mingguan yang dilakukan Reuters.
Survei tersebut menunjukkan investor masih mengambil posisi jual (short) rupiah, bahkan dalam 2 survei terakhir.
Survei dari Reuters tersebut menggunakan rentang -3 sampai 3. Angka positif berarti pelaku pasar mengambil posisi beli (long) terhadap dolar AS dan jual (short) terhadap rupiah, begitu juga sebaliknya.
Hasil survei yang dirilis pada Kamis (20/8/7/2020), menunjukkan angka 0,43 turun tipis dibandingkan hasil survei sebelumnya 0,45. Artinya investor mengurangi posisi jual (short) rupiah, tetapi masih belum mengambil posisi beli (long).
Di sisi lain, investor sudah mengambil posisi beli (long) mata uang utama Asia lainnya, sehingga rupiah menjadi satu-satunya mata uang yang tidak diminati.
Baht Thailand pada survei yang dirilis 23 Juli lalu masih menemani rupiah menjadi mata uang Asia yang "dibuang", tetapi posisi tersebut sudah berbalik dalam 2 rilis survei terakhir.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bukan Rupiah, Juara Asia Semester I-2020 Adalah Peso Filipina
