Geger Kasus Jouska, Gara-gara Kejar Fee atau Sekuritas Nakal?

Monica Wareza, CNBC Indonesia
18 August 2020 10:17
Jouska. (Dok: Jouska)
Foto: Jouska. (Dok: Jouska)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kasus investasi perusahaan perencana keuangan PT Jouska Finansial Indonesia (Jouska) yang merugikan nasabahnya dinilai menjadi pelajaran berharga.

Selain itu, ditengarai ada unsur mengejar komisi atau fee oleh pihak yang terlibat dalam kerugian investasi yang dialami klien Jouska tersebut.

Pengamat pasar modal Siswa Rizali menilai terjadinya masalah investasi yang melibatkan perusahaan perencana keuangan dan pembelian saham-saham tertentu secara langsung oleh perusahaan ini, dengan menggunakan akun saham milik klien, diduga memiliki unsur komisi dalam transaksi ini.

Hal ini menurut dia terjadi pada nasabah-nasabah investor ritel dan ini berbeda dengan kasus goreng saham yang biasanya dialami oleh investor institusi.

Sebelumnya, sejumlah klien Jouska melaporkan kerugian investasi atas saham PT Sentral Mitra Informatika Tbk (LUCK) yang dibeli oleh Jouska dengan mengakses akun nasabah lewat broker PT Phillip Sekuritas Indonesia.

"Kalau investor institusi, mereka punya orang-orang yang mengerti dan tahu apa yang terjadi. Guideline investasi [bagi investor institusi] juga jelas. Nah, kalau klien-klien Jouska atau financial planner kan [nasabahnya] ritel, mereka tidak mengerti apa yang dilakukan, hanya ikut-ikutan," kata Siswa, kepada CNBC Indonesia, dikutip (18/8/2020).

"Financial Planner juga belum tentu punya pengetahuan yang cukup untuk konsep investasi yang cocok bagi ritel. Dalam kasus ini, si financial planner hanya ikut-ikutan info atau gosip dari Sekuritas atau mau karena iming-iming komisi pemasaran investasi," jelas anggota Komite Investasi dan Penempatan, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) ini.

Lalu bagaimana agar investor yang menggunakan jasa ini tak lagi mengalami hal yang sama yang dengan klien Jouska?

Menurut Siswa, investor yang menggunakan jasa perencana keuangan, juga harus jeli dalam memperhatikan masukan-masukan ini. Karena, pada praktiknya bisa saja terjadi konflik kepentingan antara pembelian instrumen tertentu dengan perencana keuangan ini.

Selain itu, klien juga seharusnya tak memberikan akses rekening dana nasabah (RDN) kepada pihak lain. Padahal akun ini seharusnya dikelola sendiri oleh pemilik akun.

"Tentu si klien ritel yg memang awam, tidak tahu hal-hal teknis operasional seperti ini. Karena itu mereka harus belajar prinsip-prinsip dasar," imbuh dia.

"Buat klien financial planner yang awam, lebih cocok beli reksa dana indeks yang saham-saham big cap [saham unggulan] saja: Indeks LQ45, IDX30, IDX80, Jakarta Islamic Index, JII70," papar dia.

Selain itu, bagi investor yang baru di pasar modal disarankan untuk melakukan diversifikasi investasi di berbagai instrumen sehingga eksposur investasinya tak hanya terkonsentrasi pada satu atau dua instrumen.

"Diversifikasinya ya antarkelas aset, deposito, emas, obligasi, saham, lalu antarinstrumen, beberapa saham, beberapa obligasi. Kalau untuk ritel via reksa dana lebih praktis, dan antarwaktu atau dollar cost averaging," terangnya.

Insider trading?

Tak hanya soal mengejar fee atau komisi, Kalangan pelaku pasar modal menduga ada unsur insider trading (perdagangan orang dalam) dan tendensi moral hazard atas kasus kerugian investasi yang dialami sejumlah nasabah Jouska.

Secara sederhana, praktik insider trading ini adalah transaksi jual maupun beli saham yang dilakukan seseorang dan atau sekelompok orang dengan dasar informasi atau fakta material yang telah diketahuinya terlebih dahulu sebelum informasi tersebut diinformasikan kepada publik, tujuannya untuk mendapatkan keuntungan di pasar modal.

Definisi ini juga sesuai dengan penjelasan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengacu aturan Peraturan OJK Nomor 31 Tahun 2015 tentang Keterbukaan Atas Informasi atau Fakta Material oleh Emiten atau Perusahaan Publik.

"Cek apakah ada conflict of interest isu dan potensi insider trading [di kasus Jouska], gampang membacanya," kata Ketua Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal, Indra Safitri kepada CNBC Indonesia, Jumat (14/8/2020).

Sementara itu, Kepala Riset PT Praus Capital, Alfred Nainggolan, menduga ada bahaya moral alias moral hazard yang dilakukan Jouska. Pasalnya, lembaga tersebut bukan perusahaan manajer investasi dan juga bukan perusahaan sekuritas (broker saham) yang memiliki izin untuk mengelola dana nasabah.

"Sudah pasti ada tendensi ke moral hazard, ada perbedaan yang disampaikan kepada nasabah dari sisi portofolio. Di sini ada kepentingan yang bukan kepentingan nasabah," ujar Alfred.

Seperti diketahui, sebelumnya Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) turun tangan terkait kasus Jouska. BEI sudah melakukan pemeriksaan terhadap broker yang bekerja sama, yaitu Phillip Sekuritas Indonesia.

OJK juga menegaskan, Jouska bukan merupakan lembaga keuangan yang terdaftar di OJK dan tidak memiliki izin untuk mengelola dana nasabah.

"Kami sudah memanggil sekuritas terkait dan sampai sekarang proses pemeriksaan masih berjalan. Akan kami koordinasikan juga dengan OJK," kata Direktur Perdagangan dan Anggota Bursa, Laksono Widodo.

Kasus Jouska merebak belakangan ini usai terungkapnya nasabah yang melaporkan kerugian investasi, salah satunya melalui penempatan investasi Jouska di saham LUCK.

Sebagai informasi, Phillip Sekuritas adalah penjamin emisi dari proses penawaran umum (IPO) LUCK. Adapun operasional Jouska sudah dihentikan sejak 24 Juli 2020 oleh Satgas Waspada Investasi.

Dalam kesempatan terpisah, Presiden Direktur Phillip Sekuritas Indonesia Daniel Tedja mengatakan, perusahaan tidak pernah memberikan akses akun nasabah kepada institusi lain termasuk kepada Jouska, kecuali kepada pihak yang berwenang. Hubungan dengan Jouska disebut hanya sebatas sponsorship dalam kegiatan edukasi finansial yang diselenggarakan oleh Jouska.

"Atas setiap akun rekening yang dibuka, nasabah mendapatkan akses langsung untuk bertransaksi," kata Daniel dalam siaran persnya, Jumat (14/8/2020).

"Sebagai perusahaan perantara efek, Phillip Sekuritas Indonesia hanya menjalankan fungsinya untuk proses jual beli efek oleh nasabah yang saat ini dapat dilakukan secara online. Jika nasabah membutuhkan bantuan dapat menghubungi sales atau dealer kami untuk bisa melakukan transaksi," katanya.

Selain hubungan dengan Jouska, Phillip Sekuritas juga memastikan bahwa sebagai penjamin pelaksana emisi efek (underwriter) dalam IPO LUCK, perusahaan mengklaim telah menjalankan proses IPO ini sesuai mekanisme dan aturan yang berlaku di pasar modal.

"Kami pastikan bahwa tidak ada kepemilikan Phillip Sekuritas Indonesia atas saham LUCK secara korporasi maupun personal manajemen, baik di pasar perdana maupun sekunder," tegasnya.


(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tentang Jouska, Idola Milenial yang Diprotes Bikin Rugi Klien

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular