
Alamak! Terjun Bebas Terus, Harga Batu Bara Terendah 4 Tahun

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara termal Newcastle untuk kontrak yang aktif ditransaksikan kembali anjlok pada perdagangan kemarin. Kini harga batu bara ambles ke level terendah dalam empat tahun terakhir.
Rabu (12/8/2020), harga batu bara ditutup anjlok 2,25% ke US$ 50,05/ton. Ini merupakan harga terendah yang tercatat tahun ini sekaligus menjadi harga terendah sejak 14 April 2016.
Dalam 3 hari perdagangan pekan ini, harga batu bara telah melorot 5,1% sendiri. Nasib nahas memang harus dialami oleh komoditas pertambangan unggulan Negeri Kanguru dan RI ini.
Pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) tak hanya membuat permintaan batu bara turun tetapi juga berdampak pada pangsa pasarnya. Merebaknya wabah dijadikan sebagai momentum untuk beralih ke sumber energi primer yang lebih ramah lingkungan oleh banyak negara terutama dari Eropa.
Pada paruh pertama tahun ini, permintaan terhadap listrik global diperkirakan mengalami penurunan sebesar 3%. Meskipun mengalami penurunan, pembangkit batu bara masih memasok 33% listrik dunia selama periode tersebut.
"Untuk menjaga peluang perubahan iklim hingga 1,5 derajat celcius, pembangkit batu bara harus turun 13% setiap tahun dekade ini," kata analis senior Ember Dave Jones dalam sebuah pernyataan dengan laporan tersebut.
Eropa dan Inggris menjadi kontributor terbesar untuk sumber energi alternatif yang berasal dari tenaga angin dan matahari dengan masing-masing sebesar 21% dan 33% selama paruh pertama tahun ini. Sementara itu China menyumbang sebesar 10% dan Amerika Serikat sebesar 12%.
Pembangkit listrik tenaga batu bara di AS dan Eropa masing-masing turun 31% dan 32%, sementara tenaga batu bara di China turun hanya 2%, kata laporan tersebut. Laporan Ember tersebut menggunakan data dari 48 negara yang merupakan 83% produsen listrik global.
Di sisi lain, anjloknya harga batu bara juga dipicu oleh kenaikan stok di negara-negara konsumennya seperti China. Kenaikan stok batu bara China disertai dengan melemahnya harga batu bara domestik berpotensi besar membuat Negeri Panda mengurungkan niatnya untuk melonggarkan kebijakan impor batu baranya.
Harga batu bara domestik China juga melemah minggu lalu. Harga patokan Qinhuangdao FOB turun 1,7% untuk minggu ini menjadi RMB 562/ton pada hari Jumat.
Persediaan batu bara di Qinhuangdao, pelabuhan trans-pengiriman utama di China Utara, mencapai 5,78 juta ton pada 7 Agustus, meningkat 14% dari 5,09 juta ton pada minggu sebelumnya.
Dampak pembatasan impor batu bara China terlihat dari data perdagangan bulan Juli yang menunjukkan impor batu bara China merosot 21% pada Juli dibandingkan dengan bulan yang sama tahun lalu.
Konsumen batu bara terbesar dunia mengimpor 26,1 juta ton batu bara pada Juli, menurut data yang dikeluarkan oleh Administrasi Umum Kepabeanan pada 7 Agustus.
Sentimen negatif lainnya juga datang dari AS. Energy Information Agency (EIA) memperkirakan konsumsi listrik Negeri Paman Sam bakal turun 3% tahun ini dibanding tahun lalu.
Selain itu pangsa pasar batu bara juga diperkirakan turun. EIA mengatakan pangsa pembangkit listrik menggunakan gas alam akan meningkat dari 37% pada 2019 menjadi 40% pada 2020 sebelum turun menjadi 35% pada 2021 karena kenaikan harga gas.
Pangsa batu bara akan turun dari 24% pada 2019 menjadi 18% pada 2020 sebelum naik menjadi 22% pada 2021. Sementara itu pangsa nuklir akan naik dari 20% pada 2019 menjadi 21% pada 2020 dan 2021, dan penggunaan energi terbarukan akan meningkat dari 17% pada 2019 menjadi 20% pada 2020 dan 22% pada 2021.
Baik nuklir maupun energi terbarukan akan menggantikan batu bara untuk pertama kalinya pada tahun 2020 ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Berkat China, Harga Batu Bara Naik Hampir 2%