Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat di perdagangan pasar spot pagi ini. Amukan dolar AS yang mereda membuat rupiah punya ruang untuk menyalip.
Pada Kamis (13/8/2020), US$ 1 setara dengan Rp 14.685 kala pembukaan pasar spot. Sama persis dengan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya atau stagnan.
Namun tidak lama kemudian rupiah menyeberang ke zona hijau. Pada pukul 09:04 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.680 di mana rupiah menguat tipis 0,03%.
Kemarin, rupiah membukukan depresiasi 0,44% di hadapan dolar AS. Depresiasi itu sudah cukup untuk membuat rupiah jadi mata uang terlemah di Asia.
Harap maklum, kemarin dolar AS sedang trengginas. Mata uang Negeri Paman Sam sepertinya ingin balas dendam karena sudah begitu lama teraniaya.
Dalam sebulan terakhir, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) terkoreksi sampai 3,11%. Selama tiga bulan ke belakang malah sudah ambrol 7,17%.
Namun hari ini dolar AS sudah lebih kalem. Pada pukul 07:42 WIB, Dollar Index kembali melemah 0,18%.
Perburuan investor terhadap dolar AS berakhir seiring selesainya lelang obligasi pemerintah Negeri Adikuasa. Dini hari tadi waktu Indonesia, pemerintah AS melelang tiga seri obligasi dengan tenor 105 hari, 154 hari, dan 10 tahun. Total dana yang diraup dalam lelang ini adalah US$ 93 miliar. Bahkan untuk yang tenor 10 tahun mencapai US$ 38 miliar, tertinggi dalam sejarah.
Momentum di mana pelaku pasar membutuhkan dolar AS sudah berlalu. Lelang sudah selesai, barang sudah didapat, buat apa lagi mengoleksi dolar AS?
Investor memang sedang kurang berminat terhadap mata uang Negeri Adidaya. Sebab, pembicaraan soal stimulus fiskal baru masih saja macet.
Kubu Partai Republik di House of Representatives (salah satu dari dua kamar yang membentuk Kongres AS) mengusulkan proposal stimulus baru bernilai US$ 1 triliun. Namun kubu oposisi Partai Demokrat enggan menyetujui karena merasa jumlahnya terlalu sedikit.
"Gedung Putih menghindar dari tanggung jawab untuk mengeluarkan paket stimulus dengan jumlah dan cakupan yang memadai. Kami bersedia melanjutkan negosiasi jika pemerintah sudah memiliki pandangan yang lebih serius," tegas Ketua House of Representaives Nancy Pelosi dan Pimpinan Mayoritas Senat Chuck Schumer dalam pernyataan tertulis. Pelosi dan Schumer adalah legislator dari Partai Demokrat.
Steven Mnuchin, Menteri Keuangan AS, mengungkapkan bahwa Demokrat baru ingin membuka ruang dialog jika nilai stimulus fiskal setidaknya US$ 2 triliun. Presiden Donald Trump pun berang.
"Chuck Schumer dan Nancy Pelosi menyandera rakyat AS demi agenda sayap kiri mereka. Negara ini tidak akan menerima hal tersebut," seru Trump, sebagaimana diberitakan Reuters.
Masih gelapnya paket stimulus baru membuat rakyat AS belum bisa menikmati Bantuan Langsung Tunai (BLT). Sebagai informasi, BLT senilai US$ 600/pekan sudah habis masa berlakunya sejak akhir bulan lalu dan tanpa paket stimulus baru maka tidak ada kelanjutannya.
Tanpa uluran tangan pemerintah, sulit untuk membuat ekonomi bergairah. Tanpa BLT, konsumsi rumah tangga AS bakal terus tertekan. Dengan porsi konsumsi rumah tangga yang mencapai lebih dari 70% terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), prospek pertumbuhan ekonomi AS menjadi suram.
Ini yang membuat pelaku pasar ragu untuk mengoleksi dolar AS. Akibatnya, tekanan terhadap mata uang ini kembali berlanjut.
TIM RISET CNBC INDONESIA