
Kebangkitan Dolar AS, Mimpi Buruk yang Jadi Nyata Bagi Rupiah

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah cukup tajam melawan rupiah pada perdagangan Rabu (12/8/2020), hingga mendekati level Rp 14.700/US$. Kebangkitan indeks dolar AS menjadi penekan utama rupiah hari ini.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melemah 0,07% ke Rp 14.630/US$. Depresiasi semakin membengkak hingga 0,51% di Rp 14.695/US$. Di penutupan perdagangan, posisi rupiah sedikit membaik, melemah 0,44% ke Rp 14.685/US$ di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Mata Uang Garuda kini berada di level terlemah sejak 21 Juli lalu.
Mayoritas mata uang utama Asia melemah melawan dolar AS pada hari ini, tetapi rupiah sekali lagi menjadi yang terburuk.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Benua Kuning hingga pukul 15:07 WIB.
Dolar AS yang mulai bangkit dari kemerosotan membuat rupiah terpukul. Indeks dolar AS siang tadi sempat menguat 0,3% ke 93,905. Sebelumnya, indeks yang mengukur kekuatan dolar AS ini sudah menguat dalam 3 hari beruntun, menjauhi level terendah dalam lebih dari 2 tahun terakhir.
Penguatan indeks dolar dimulai pada Jumat pekan lalu setelah rilis data tenaga kerja AS yang apik. Hingga Kamis pekan lalu, indeks dolar AS masih dalam tekanan hebat dan dalam tren menurun, sehingga kebangkitan sepertinya hanya mimpi, tetapi mimpi itu jadi nyata, setidaknya hingga hari ini.
Salah satu data yang bagus yakni rata-rata upah per jam juga mengalami kenaikan 0,2% di bulan Juli setelah menurun dalam 2 bulan beruntun.
Kembali naiknya rata-rata upah dapat meningkatkan belanja rumah tangga yang merupakan tulang punggung perekonomian AS. Belanja rumah tangga berkontribusi sekitar 70% terhadap produk domestic bruto (PDB) AS.
Ditambah lagi Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menandatangani empat perintah eksekutif pada Sabtu (8/8/2020) waktu setempat atau Minggu (9/8/2020) WIB. Salah satu dari empat perintah eksekutif itu berisi bantuan langsung kepada pengangguran senilai US$ 400 per pekan.
Bantuan senilai US$ 400 per pekan tersebut tentunya akan meningkatkan daya beli warga AS, yang berpotensi memberikan dampak signifikan ke PDB.
Dolar AS pun berjaya lagi di Asia, meski sore ini penguatan indeks dolar terpangkas dan beberapa mata uang berhasil berbalik menguat.
Tetapi rupiah tetap tertahan di zona merah yang cukup dalam. Penyebabnya, rupiah memang tidak menarik di mata pelaku pasar. Salah satu faktornya adalah risiko resesi yang dialami Indonesia.
Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia periode kuartal II-2020 terkontraksi -5,32% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year-on-year/YoY). Jika hal yang samas terjadi di kuartal III-2020, maka Indonesia resmi mengalami resesi untuk pertama kalinya sejak 1998.
Hal itu membuat investor kurang berminat terhadap rupiah, hasil survei Reuters yang dirilis Kamis (6/7/2020) bahkan menunjukkan rupiah satu-satunya mata uang Asia yang "dibuang". Investor saat inii masih mengambil posisi jual (short) rupiah, tetapi sudah mengambil posisi beli (long) mata uang utama Asia lainnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sentuh Rp 16.500/US$, Rupiah Terus Terpuruk
