
Resesi Inggris "Basi" Kurs Poundsterling Menguat ke Rp 19.164

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar poundsterling menguat melawan rupiah pada perdagangan Rabu (12/8/2020), meski Inggris resmi mengalami resesi. Resesi sepertinya sudah "basi" bagi poundsterling Inggris, sehingga masih mampu menguat hari ini.
Pada pukul 14:10 WIB, poundsterling diperdagangkan di Rp 19.157,23/GBP, menguat 0,46% di pasar spot, melamsir data Refinitiv. Sementara melawan dolar AS, poundsterling stagnan di kisaran US$ 1,3042.
Biro Statistik Inggris (Office for National Statistic/ONS) hari ini melaporkan produk domestic bruto (PDB) hari di kuartal II-2020 berkontraksi (tumbuh negatif) 20,4% quarter-to-quarter (QtQ). Kontraksi tersebut merupakan yang terdalam sejak 1955, berdasarkan laporan dari Trading Economics. Di kuartal sebelumnya ekonomi Inggris juga mengalami kontraksi 2,2% QtQ.
Sementara itu secara tahunan atau year-on-year (YoY) PDB di kuartal II-2020 dilaporkan negatif 21,7%, sementara di kuartal I-2020 negatif 1,7% YoY.
Dengan demikian, Inggris resmi mengalami resesi. Suatu negara dikatakan mengalami resesi ketika PDB negatif dalam 2 kuartal beruntun secara YoY. Sementara jika PBD negatif 2 kuartal beruntun secara QtQ dikatakan sebagai resesi teknikal.
Resesi di Inggris sama dengan di negara-negara lainnya, disebabkan oleh pandemi penyakit virus corona (Covid-19). Untuk menghentikan penyebarannya, kebijakan pembatasan sosial (social distancing) dan karantina (lockdown) harus diterapkan. Dampaknya roda bisnis melambat dan nyaris mati suri, kontraksi PDB pun tak terhindarkan. Bukan sekedar kontraksi, tetapi nyungsep.
Kontraksi hingga resesi di Inggris sudah diprediksi jauh-jauh hari sebelumnya, sehingga setelah sah dialami menjadi "basi".
Perekonomian Inggris juga mulai bangkit di bulan Juni. Inggris juga merilis data PBD secara bulanan (month-on-month/MoM). Data dari ONS menunjukkan PDB di bulan Juni tumbuh 8,7% MoM, hal tersebut terjadi setelah pemerintah Inggris melonggarkan lockdown.
"Perekonomian mulai bangkit di bulan Juni, saat pertokoan kembali dibuka, pabrik kembali berproduksi dan sektor perumahan juga mulai pulih. Meski demikian, nilai PDB di bulan Juni masih jauh di bawah PDB bulan Februari, sebelum virus corona menyerang," kata Jonathan Athow Deputi Statisik Ekonomi ONS sebagaimana dilansir CNBC International.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
Next Article Sentuh Rp 16.500/US$, Rupiah Terus Terpuruk


Perusahaan IPO, JK Jadi Konglomerat Berharta Rp 162,36 T

Indonesia Punya Daun Istimewa yang Diborong Jepang hingga Belanda

Ingat Pesan Google, Segera Hapus Foto dan File Ini di HP Android Anda!

Pedagang Beras Pasar Induk Cipinang Mendadak Takut Berjualan, Ada Apa?

Buruan Hapus Jejak Digital agar Tak Menyesal, Ini Cara dan Langkahnya

21 Penyakit Tak Ditanggung BPJS Kesehatan Per Agustus 2025

Singapore Airlines Tiba-Tiba Minta Maaf ke Penumpang Muslim, Ada Apa?
