
Inflasi Chna Naik Tipis, karena Babi Lagi?

Jakarta, CNBC Indonesia - Angka inflasi Konsumen China mengalami kenaikan tipis pada bulan Juli, menurut data resmi, Senin (10/8/2020). Kenaikan itu sebagian didorong oleh kenaikan harga pangan yang disebabkan oleh berbagai gangguan seperti musibah banjir dan pemulihan negara dari wabah virus corona (COVID-19).
Indeks harga konsumen (CPI), pengukur utama inflasi ritel, telah naik selama setahun terakhir akibat melejitnya harga daging babi setelah ternak babi China dilanda demam babi Afrika. Selain itu, kenaikan harga juga dipengaruhi merebaknya wabah COVID-19 yang telah mengganggu rantai pasokan.
"Inflasi konsumen telah mereda sejak Januari tetapi naik lagi dalam beberapa bulan terakhir, dengan CPI mencapai 2,7% bulan lalu," kata Biro Statistik Nasional (NBS). Angka itu sedikit lebih baik dari perkiraan analis dalam jajak pendapat Bloomberg News, sebagaimana dilaporkan AFP.
Ahli statistik senior NBS, Dong Lijuan, mengatakan bahwa harga makanan naik 13,2% dari tahun lalu, mendorong naiknya CPI. Sementara harga daging babi naik 85,7%.
"Dengan pulihnya layanan katering secara bertahap, permintaan daging babi terus meningkat," kata Dong, Senin. Ia juga menambahkan kenaikan didorong oleh musibah banjir di banyak daerah di negara it, yang juga mempengaruhi distribusi babi hidup.
"Harga sayuran juga naik, dipengaruhi oleh cuaca yang tidak mendukung," kata Dong.
Julian Evans-Pritchard dari Capital Economics mengatakan banjir yang melanda seluruh China sejak akhir Juni tampaknya telah mengganggu rantai pasokan dan produksi di Delta Sungai Yangtze, di mana sekitar setengah dari produksi pertanian China terjadi.
Namun demikian, menurut kepala ekonom Nomura, China Lu Ting, inflasi kemungkinan akan kembali turun dalam beberapa bulan ke depan karena gangguan mulai memudar.
Inflasi inti, yang tidak memperhitungkan kenaikan konsumsi di sektor makanan dan energi, berada pada level terendah sepuluh tahun sebesar 0,5%.
Di sisi lain, indeks harga produsen (PPI) turun 2,4% dari tahun lalu di bulan Juli. Angka itu lebih baik dari penurunan 3% di bulan sebelumnya.
Angka pembacaan, yang melacak harga barang di gerbang pabrik, juga lebih baik dari perkiraan penurunan 2,5% oleh para analis.
Sebelumnya pada bulan Juni harga barang di gerbang pabrik telah tertekan oleh dampak pandemi tetapi mulai naik lagi pada bulan Juni. Para analis menyebut akan ada pemulihan dalam permintaan industri karena China sedang dalam pemulihan dari kontraksi ekonomi bersejarah.
China telah mencatatkan perlambatan ekonomi terburuknya pada kuartal pertama akibat wabah virus corona yang telah memaksa negara untuk menghentikan sebagian besar aktivitasnya.
"Penggerak utama masih rebound harga komoditas, dengan sektor pengolahan minyak dan logam mengalami kenaikan tercepat dalam harga output." kata Evans-Pritchard.
"Ini konsisten dengan bukti yang lebih luas dari pemulihan yang didorong oleh stimulus dalam konstruksi dan aktivitas industri," katanya lagi sebelum menambahkan bahwa peningkatan dalam stimulus fiskal akan terus menopang belanja infrastruktur dalam beberapa bulan mendatang, dan mendukung pemulihan lebih lanjut dalam kegiatan ekonomi dan harga produsen.
(res/res)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bangkit! Manufaktur China Tumbuh Tercepat dalam 10 Tahun
