Sentimen Pasar Pekan Depan

Ekonomi AS Bangkit & CAD RI Membaik, Akankah IHSG Ceria?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
09 August 2020 21:29
Di Tengah Pandemi, BI Proyeksi CAD 2020 Dibawah 2% PDB (CNBC Indonesia TV)
Foto: Di Tengah Pandemi, BI Proyeksi CAD 2020 Dibawah 2% PDB (CNBC Indonesia TV)

Jakarta, CNBC Indonesia - Isu resesi masih mewarnai pergerakan pasar keuangan dalam negeri di pekan ini. Akibatnya, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 0,13% dalam sepekan, kemudian rupiah juga melemah 0,34%. Hanya obligasi Indonesia yang menguat tipis, tercermin dari penurunan yield Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun sebesar 3,8 basis poin (bps) menjadi 6,787%.

Isu resesi masih akan mewarnai pergerakan pasar keuangan dalam negeri pada pekan depan. Dari eksternal, tanda-tanda kebangkitan ekonomi Amerika Serikat (AS) akan berdampak positif ke pasar finansial global termasuk Indonesia.

Departemen Tenaga Kerja AS pada Jumat (7/8/2020) melaporkan tingkat pengangguran di bulan Juli turun tajam menjadi 10,2% dari sebelumnya 11,1%. Selain itu, sepanjang bulan lalu, perekonomian AS kembali menyerap tenaga kerja di luar sektor pertanian, yang dikenal dengan istilah non-farm payrolls, sebanyak 1,763 juta orang, lebih banyak ketimbang prediksi di Forex Factory sebesar 1,53 juta.

Data-data tersebut menunjukkan perekonomian AS mulai bangkit setelah nyungsep hingga mengalami resesi di kuartal II-2020 lalu.

Tidak hanya itu, rata-rata gaji per jam juga mengalami kenaikan 0,2% di bulan Juli setelah menurun dalam 2 bulan beruntun. Kembali naiknya rata-rata gaji berpeluang meningkatkan belanja konsumen atau belanja rumah tangga yang merupakan tulang punggung perekonomian AS. Belanja rumah tangga berkontribusi sekitar 70% terhadap produk domestic bruto (PDB) AS.

Data tersebut membuat indeks Dow Jones dan S&P 500 di bursa saham AS (Wall Street) mencatat penguatan 6 hari beruntun.

Pasar Asia, termasuk Indonesia baru akan merespon data tersebut di awal pekan depan.

Selain itu Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menandatangani empat perintah eksekutif pada Sabtu (8/8/2020) waktu setempat atau Minggu (9/8/2020) WIB. Salah satu dari empat perintah eksekutif itu berisi bantuan langsung kepada pengangguran senilai US$ 400 per pekan.

Langkah Trump ini dilakukan setelah Gedung Putih dan Partai Demokrat gagal mencapai kesepakatan terkait stimulus bantuan Covid-19 pekan ini. Tiga perintah eksekutif lainnya adalah tax holiday bagi warga AS berpenghasilan kurang dari US$ 100.000 per tahun, bantuan untuk penyewa dan pemilik rumah serta penangguhan pembayaran student loan atau pinjaman pelajar di level universitas.

"Kami ingin melindungi masyarakat AS," ujar Trump dalam keterangan pers dari klub golfnya di Bedminster, New Jersey, seperti dilaporkan CNN International.

Bantuan senilai US$ 400 per pekan tersebut tentunya akan meningkatkan daya beli warga AS, yang lagi-lagi berpotensi memberikan dampak signifikan ke PDB.

Sehingga harapan akan kebangkitan ekonomi AS kembali muncul. Saat negara dengan nilai ekonomi terbesar di dunia ini bangkit negara-negara lainnya juga akan terkerek naik.

Pada Rabu (5/8/2020) lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan angka output perekonomian atau Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia periode kuartal II-2020 terkontraksi -5,32% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year-on-year/YoY).

"Terjadi kontraksi dalam, PDB Q1 kita sudah turun dalam meski year-on-year masih positif. Dan PDB kuartal II kontraksi negatif 5,32% (year-on-year)," kata kepala BPS, Suhariyanto.

Sementara dibandingkan kuartal sebelumnya (quarter-to-quarter/QtQ), PDB kuartal II-2020 ini mengalami kontraksi -4,19%.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekonomi Tanah Air terkontraksi -4,53% YoY dan -2,89% QtQ. Untuk keseluruhan 2020
Dengan PDB -5,32% YoY di kuartal II-2020, artinya gerbang resesi sudah terbuka, dan Indonesia terancam memasukinya di kuartal III-2020.

Untuk diketahui, suatu negara dikatakan mengalami resesi ketika PDB tumbuh negatif 2 kuartal beruntun secara YoY, sementara jika negatif 2 kuartal beruntun secara QtQ disebut sebagai resesi teknikal.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati Rabu sore mengatakan masih ada kemungkinan perekonomian Indonesia di kuartal III-2020 tumbuh negatif.
Kontraksi yang cukup dalam di kuartal II memperbesar risiko terjadinya resesi. Menurut Sri Mulyani, sektor-sektor penopang perekonomian yang pada kuartal II ini ikut terkontraksi dalam akan sulit pulih dengan mudah. Oleh karenanya, jika upaya pemerintah tidak maksimal maka Indonesia bisa masuk ke jurang resesi.

"Memang probabilitas negatif (di kuartal III) masih ada karena penurunan sektor tidak bisa secara cepat pulih," ujarnya melalui konferensi pers virtual, Rabu (5/8/2020).

Jika di kuartal III nanti pertumbuhan ekonomi negatif lagi, maka Indonesia sah mengalami resesi.

Isu resesi tersebut juga masih akan berdampak pada pasar keuangan Indonesia pekan depan. Selain itu data transaksi berjalan (current account) Indonesia kuartal II-2020 akan menjadi perhatian.

Di kuartal I lalu, defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) membaik. Defisit tercatat sebesar US$ 3,9 miliar setara dengan 1,4% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Ini adalah catatan terendah sejak 2017.

CAD di kuartal II kemungkinan akan kembali membaik mengingat pada bulan Mei dan Juni neraca dagang Indonesia mengalami surplus.

BPS pada pertengahan Juli lalu melaporkan neraca perdagangan Indonesia bulan Juni mencatat surplus US$ 1,27 miliar. Angka ini didapat dari nilai ekspor US$ 12,03 miliar Naik 2,28% YoY Sementara impor US$ 10,76 miliar turun 6,36% YoY.

Sebulan sebelumnya, neraca perdagangan Indonesia berhasil surplus US$ 2,09 miliar.

CAD yang membaik tentunya menjadi modal bagi rupiah untuk menguat, begitu juga dengan IHSG dan SBN.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular