
400 Taliban Garis Keras Dibebaskan dari Tahanan, Ada Apa?

Jakarta, CNBC Indonesia - Afghanistan setuju untuk membebaskan 400 tahanan Taliban garis keras guna membuka jalan bagi dimulainya pembicaraan damai untuk mengakhiri perang yang sudah berlangsung lebih dari 19 tahun.
"Untuk menghilangkan rintangan, mengizinkan dimulainya proses perdamaian dan mengakhiri pertumpahan darah, Loya Jirga menyetujui pembebasan 400 Taliban," kata majelis pada Minggu (9/8/2020), sebagaimana dikutip dari Reuters.
Loya Jirga adalah sebuah kewajiban hukum suku bangsa Pashtun yang tinggal di Afghanistan, Pakistan, dan negara-negara tetangga yang memegang gaya hidup Pashtunwali.
Beberapa menit kemudian, Presiden Afghanistan, Ashraf Ghani berkata, "Hari ini, saya akan menandatangani perintah pembebasan 400 tahanan ini."
Pekan lalu, Ghani mengundang sekitar 3.200 pemimpin komunitas dan politisi Afghanistan ke ibu kota Kabul di tengah pandemi Covid-19 untuk memberitahu pemerintah apakah para tahanan harus dibebaskan atau tidak.
Dengan pembebasan tersebut, pemerintah Afghanistan akan memenuhi janjinya untuk membebaskan 5.000 tahanan Taliban garis keras.
Menurut para diplomat dari negara barat, pembicaraan antara Taliban dan pemerintah yang bertikai akan dimulai di Doha, Qatar minggu ini. Ghani mengimbau kelompok Islam garis keras itu berjanji untuk melakukan gencatan senjata total sebelum pembicaraan.
Pembebasan ini dilakukan di bawah tekanan tahun pemilihan di Amerika Serikat. Presiden AS Donald Trump bertekad untuk memenuhi janji kampanye besar untuk mengakhiri perang terpanjang di Amerika. Maka kesepakatan ini memungkinkan dia untuk membawa pulang pasukan Amerika.
Penarikan itu akan membuat jumlah pasukan AS menjadi "kurang dari 5.000" pada akhir November, kata Menteri Pertahanan Mark Esper dalam wawancara pada Sabtu (8/7/0202).
Dalam pakta Februari yang mengizinkan penarikan pasukan AS, Pemerintah Negeri Paman Sam dan pihak Taliban sudah menyetujui pembebasan tahanan Taliban sebagai syarat untuk melakukan pembicaraan dengan Afghanistan.
Di sisi lain, Musyawarah atas pembebasan kelompok terakhir tahanan Taliban, yang dituduh melakukan beberapa serangan paling berdarah di Afghanistan, telah memicu kemarahan di antara warga sipil dan kelompok hak asasi yang mempertanyakan moralitas proses perdamaian.
Berdasarkan laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sudah lebih dari 10.000 warga sipil tewas atau terluka dalam konflik di Afghanistan pada 2019 saja, menjadikan total korban dalam dekade terakhir lebih dari 100.000 korban jiwa.
Menjelang Loya Jirga, Human Rights Watch memperingatkan bahwa banyak narapidana yang dipenjara di bawah "undang-undang terorisme yang terlalu luas yang mengatur penahanan preventif tanpa batas".
(dob/dob)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ikuti Tren Asia, Bursa Eropa Melemah di Sesi Pembukaan