
Rating Dua Raksasa Properti RI Dipangkas, Sinyal Apakah Ini?

Jakarta, CNBC Indonesia - Lembaga pemeringkat global, Fitch Ratings menurunkan peringkat dua perusahaan properti Tanah Air yang dikenal memiliki proyek-proyek prestisius. Keduanya yakni PT Agung Podomoro Tbk (APLN) dan PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI).
Merespons penurunan rating ini, data Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat, saham APLN minus 0,91% di level Rp 109/saham pada Jumat pekan lalu (7/8), sementara saham ASRI turun 1,67% di level Rp 118/saham.
Berdasarkan keterangan resmi, Fitch Ratings menurunkan peringkat perusahaan Agung Podomoro untuk penerbitan utang jangka panjang dalam mata uang rupiah menjadi C dari CCC-.
Pada saat yang sama Fitch juga menempatkan obligasi senilai US$ 300 juta yang jatuh tempo pada 2024 ke Rating Watch Negative (RWN).
Penurunan peringkat tersebut terjadi setelah perseroan mengumumkan perpanjangan jatuh tempo surat utang yang diterbitkan PT Sinar Menara Deli (SMD), anak usaha perseroan, senilai Rp 350 miliar yang jatuh tempo 26 Agustus 2020 menjadi 22 Agustus 2021.
Menurut Fitch langkah restrukturisasi MTN (surat utang jangka menengah) milik SMD tersebut sebagai distressed debt exchange (DDE) sesuai kriterianya, karena dilakukan untuk menghindari gagal bayar dan terdapat pengurangan material.
SMD adalah anak usaha APLN yang dengan kepemilikan 58% saham. Penurunan peringkat menjadi C mencerminkan kemungkinan gagal bayar yang akan datang.
Fitch menilai SMD melakukan perpanjangan MTN untuk menghindari default (gagal bayar) pembayaran pada Agustus 2020 ketika MTN jatuh tempo. Apalagi likuiditas perusahaan saat ini sangat ketat.
SMD hanya memiliki kas sekitar Rp 50 miliar hingga akhir Juni, dan tidak memiliki sumber likuiditas lain untuk membayar kembali MTN tersebut. Profil operasi SMD telah melemah secara signifikan di tengah kondisi properti yang menantang di Indonesia.
"Pengurangan dalam Ketentuan. Kami percaya perpanjangan jatuh tempo MTN merupakan pengurangan material bagi pemegang wesel, karena ini adalah salah satu persyaratan utama di bawah MTN. Fitch menganggap setiap perubahan pada istilah-istilah kunci sebagai pengurangan material kecuali ada bukti yang jelas bahwa investor akan tidak peduli antara ketentuan asli dan baru," tulis Fitch, dalam keterangan resminya.
Likuiditas rawan
Dalam catatan Fitch, likuiditas APLN lemah karena pandemi virus corona yang membuat usaha di sektor propertinya mengalami kesulitan dan menunda rencananya untuk mendivestasi properti investasi.
APLN melaporkan saldo kas konsolidasi menipis tinggal Rp 492 miliar pada akhir Juni, dari Rp 767 miliar pada akhir Maret.
Fitch memperkirakan likuiditas APLN di holding company sangat ketat sehingga kemungkinan tidak dapat memenuhi pembayaran kupon sebesar US$ 12 juta yang jatuh tempo pada Desember 2020 atas uang kertas dolar AS.
"Kami yakin kemampuannya untuk memenuhi pembayaran kupon ini tergantung pada selesainya penjualan properti investasi atau dukungan eksternal lainnya yang akan datang," tulis Fitch.
Peringkat ASRI
Di sisi lain, Fitch Ratings menurunkan peringkat Alam Sutera ke CCC- dari sebelumnya B-. Bersamaan dengan itu, Fitch juga menurunkan peringkat surat utang yang diterbitkan dua anak usahanya, Alam Synergy Pte Ltd yang dijaminkan oleh perusahaan dengan peringkat yang sama.
Turunnya rating perusahaan disebabkan karena adanya risiko likuiditas yang dihadapi perusahaan untuk melakukan pembiayaan kembali (refinancing) surat utang anak usahanya. Surat utang yang dimaksud adalah obligasi senilai US$ 115 juta yang jatuh tempo pada 22 April 2021.
Pertimbangan lainnya adalah meningkatnya risiko opsi pembayaran salah satunya melalui pinjaman bank atau melakukan penjualan aset di tengah pandemi yang berdampak pada pelemahan ekonomi dan disrupsi di pasar modal serta kredit.
Beberapa waktu lalu perusahaan mengumumkan untuk menerbitkan obligasi senilai US$ 485 juta untuk refinancing obligasi senilai US$ 115 juta dan USU$ 370 juta yang jatuh tempo masing-masing pada 2021 dan 2022.
"Namun demikian , Fitch yakin transaksi tersebut memiliki risiko eksekusi yang tinggi," tulis Fitch dalam keterangan resmi, dikutip Jumat (7/8/2020).
Peringkat CCC- ini mencerminkan risiko likuiditas dan refinancing yang tinggi untuk pembayaran utangnya tahun depan.
"Kemampuan perusahaan untuk mengakses kredit dan pasar modal tampaknya telah memburuk mengingat risiko bank dan investor yang lebih besar karena keengganan di tengah kemerosotan ekonomi yang dipicu oleh pandemi saat ini."
Peringkat ini bisa kembali ditingkatkan jika perusahaan bisa meningkatkan likuiditasnya secara signifikan sehingga bisa menyelesaikan utang jatuh temponya dalam waktu singkat.
Namun skenario terburuknya, rating ini bisa turun beberapa notch lagi jika perusahaan gagal memenuhi pembayaran utangnya.
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Derita Pengembang Raksasa, Downgrade & Susah Bayar Utang
