Pagi Masih Garang, Siang Sudah Letoi, Ada Apa dengan Rupiah?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
06 August 2020 12:48
Ilustrasi Uang
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah cukup tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (6/8/2020) padahal di pembukaan perdagangan menunjukkan pergerakan yang meyakinkan.

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan di pasar spot dengan menguat 0,48% di Rp 14.450/US$. Tetapi kurang dari satu jam kemudian rupiah langsung melemah, dan tertahan di zona merah. Hingga pukul 12:00 WIB, rupiah melemah 0,45% di Rp 14.585/US$.

Rupiah di awal perdagangan ini mendapat tenaga merespon rencana bantuan sosial (bansos) tunai yang akan diberikan pemerintah bagi para pekerja yang bergaji di bawah Rp 5 juta.

Hal ini masuk ke dalam Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang disampaikan langsung Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Rabu (5/8/2020) sore setelah pasar dalam negeri tutup, sehingga baru direspon pagi ini.

"Ke depan langkah percepatan belanja dilakukan untuk lindungi masyarakat, meningkatkan kemampuan juga dalam menangani Covid-19," kata Sri Mulyani.

Dalam hal belanja, maka akan ada tambahan bansos [bantuan sosial] hingga Rp 30 triliun untuk 12 juta pelaku UMKM dan ultra mikro. Kemudian, tambahan bantuan pembelian beras juga untuk 10 juta orang dengan anggaran Rp 4,6 triliun.

"Bansos tunai juga ditambahkan Rp 500 ribu dengan anggaran Rp 5 triliun. Dan bansos juga untuk gaji yang mereka berpendapatan di bawah Rp 5 juta yang targetnya bisa ke 13 juta orang dan anggarannya kira-kira Rp 31 triliun," paparnya.

Adapun total anggarannya untuk belanja ini semua mencapai Rp 203 triliun. Diharapkan konsumsi masyarakat bisa pulih sehingga daya beli juga terjaga.
Pemberian bansos tunai tersebut diharapkan mampu mendongkrak belanja konsumen sehingga dapat membangkitkan perekonomian. Maklum saja, konsumsi rumah tangga merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia, pada kuartal II-2020 lalu kontribusinya ke PDB sebesar 57,85%. Konsumsi rumah tangga mengalami kontraksi 5,51% year-on-year (YoY) di kuartal II lalu, yang akhirnya menjadikan PDB negatif, sehingga jika di kuartal III-2020 konsumsi rumah tangga tumbuh, peluang Indonesia lolos dari resesi semakin besar.

Sayangnya rupiah gagal mempertahankan momentum penguatan dan malah masuk ke zona merah.

Jika melihat pergerakan mata uang utama Asia, selain rupiah hanya baht Thailand yang melemah. Artinya masalah ada di kinerja rupiah. Pelaku pasar sepertinya kembali melihat risiko resesi yang akan dialami Indonesia.

Menteri Keuangan Sri Mulyani kemarin mengatakan masih ada kemungkinan perekonomian Indonesia di kuartal III-2020 tumbuh negatif. Apalagi di kuartal II ini perekonomian kontraksi sangat dalam yakni minus 5,32%.

Menurutnya, sektor-sektor penopang perekonomian yang pada kuartal II ini ikut terkontraksi dalam akan sulit pulih dengan mudah. Oleh karenanya, jika upaya pemerintah tidak maksimal maka Indonesia bisa masuk ke jurang resesi.

"Memang probabilitas negatif (di kuartal III) masih ada karena penurunan sektor tidak bisa secara cepat pulih," ujarnya melalui konferensi pers virtual, Rabu (5/8/2020).

Jika di kuartal III nanti pertumbuhan ekonomi negatif lagi, maka Indonesia sah mengalami resesi.

Sri Mulyani juga menekankan pemerintah akan melakukan berbagai upaya dan kebijakan bersama dengan Bank Indonesia, serta Otoritas Jasa Keuangan dan Lembaga Penjamin Simpanan agar bisa mendorong perekonomian. 

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sentuh Rp 16.500/US$, Rupiah Terus Terpuruk

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular