Diserang Corona, Deretan Emiten Ritel Ini Paling Ngenes!

Tri Putra, CNBC Indonesia
05 August 2020 15:47
Warga memakai masker di pusat perbelanjaan di Mall Puri Jakarta, Senin (15/6). Mall yang berlokasi di bilangan Jakarta Barat ini terpantau menerapkan protokol kesehatan yang berlaku sesuai dengan anjuran saat ini. Protokol tersebut antara lain wajib memakai masker, jaga jarak 1 meter, suhu tubuh harus di bawah 37,5 derajat celcius, lift maksimum 6 orang, hingga pembayaran yang didorong cashless. (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Mall Puri Jakarta (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Selain sektor transportasi, perhotelan, dan pariwisata, sektor yang terdampak paling parah karena adanya pandemi virus Covid-19 tentunya adalah sektor ritel.

Semenjak diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta sejak Maret lalu, pengelola mal dipaksa menutup usahanya dan tentunya berdampak pada omzet dari para penyewa alias tenant.

Kalaupun diperbolehkan buka toko, tenant yang diizinkan beroperasi hanyalah tenant yang bergerak di industri tertentu seperti pasar swalayan, farmasi, dan restoran, itu pun dengan catatan tidak boleh makan di tempat.

Daya beli masyarakat juga tak kunjung membaik. Terbaru, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa di bulan Juli terjadi deflasi sebesar 0,10%.

Deflasi ini tentunya dikarenakan oleh daya beli masyarakat yang melemah setelah diserang pandemi virus Covid-19. Andil deflasi terbesar disumbangkan oleh kelompok makanan, minuman, dan tembakau terjadi deflasi 0,73% dan kelompok transporasi sebesar 0,17%.

Hal ini tentu saja tercermin dari laporan keuangan, terutama laporan keuangan kuartal kedua yang terdampak oleh pelemahan daya beli dan PSBB yang diberlakukan di Jakarta.

Lantas siapakah emiten peritel yang terkena efek corona paling parah ? Simak tabel berikut.

Untuk kategori pendapatan secara presentase, pukulan terberat virus nCov-19 terasa paling sakit pada perusahaan emiten ritel fashion Grup Lippo, PT Matahari Department Store Tbk (LPPF). Pendapatan LPPF anjlok 82% dari kuartal yang sama tahun lalu. Pendapatan LPPF anjlok dari Rp 4,02 trillun menjadi hanya Rp 703 miliar.

Hal ini dikarenakan penjualan LPPF mayoritas datang melalui penjualan dari toko langsung (brick and mortar) bukan secara daring atau sebagainya. Maka dari itu ketika PSBB diberlakukan maka gerai-gerai LPPF tidak dapat beroperasi sehingga pendapatan anjlok drastis.

Tapi apabila menilik laba bersihnya, maka emiten yang paling terdampak pandemi corona adalah emiten ritel fashion brand ternama yakni PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI) yang laba bersihnya tergerus 215% dibandingkan dengan kuartal yang sama tahun lalu.

Bahkan MAPI pada Q2 tahun ini terpaksa membukukan rugi bersih sebesar Rp 416 miliar turun jauh dari posisi Q2 2019 di mana MAPI berhasil membukukan untung bersih sebesar Rp 361 miliar.

Sama seperti LPPF, pemegang merek fashion ternama seperti Zara, Lacoste, dan Masimmo Dutti ini masih mengandalkan toko-toko di mall sebagai ujung tombaknya, sehingga ketika PSBB diberlakukan ditambah dengan lemahnya daya beli masyarakat, praktis emiten ini akan mengalami kesulitan dalam membukukan keuntungan.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(trp/trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular