Huawei "Kudeta" Samsung, Yuan China Sikat Won Korsel

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
30 July 2020 11:50
Ilustrasi Yuan (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi Yuan (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Raksasa teknologi asal China, Huawei, berhasil "mengkudeta" rivalnya asal Korea Selatan, Samsung, menjadi perusahaan smartphone terbesar di dunia. Di saat yang sama, kurs yuan China menguat melawan won Korea Selatan (Korsel) pagi ini.

Laporan yang dirilis oleh Canalys dan dikutip CNBC International pagi tadi menunjukkan Huawei kini menjadi raja smartphone setelah penjualannya di kuartal II-2020 melampaui Samsung.

Huawei dilaporkan berhasil menjual 55,8 juta smartphone di kuartal II lalu, turun 5% dibandingkan periode yang sama tahun lalu atau secara year-on-year (YoY). Sementara Samsung menjual 53,7 juta smartphone, ambrol 30% YoY.

Meski sukses "mengkudeta" Samsung, tetapi para analis ragu apakah Huawei mampu mempertahankan posisi tersebut. Sebabnya, 70% penjualan Huawei pada periode April-Juni terjadi di dalam negeri, sementara penjualan di luar negeri mengalami penurunan, tentu saja akibat pandemi penyakit virus corona (Covid-19).

Tetapi di sisi lain, penjualan yang tinggi di dalam negeri menunjukkan tingkat konsumsi masyarakat China masih bagus, yang dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut membuat kurs yuan menguat 0,16% melawan won ke 170,2/CNY.

Jika dilihat sejak akhir 2019, hingga hari ini atau secara year-to-date (YtD), yuan menguat 2,72%.

Melawan dolar Amerika Serikat, kinerja yuan juga jauh lebih baik ketimbang won. Yuan hanya melemah 0,5% (YtD) sementara won melemah 3,2% (YtD).

Kondisi perekonomian kedua negara juga sangat berbeda di kuartal II-2020.

Di kuartal I-2020, perekonomian China mengalami kontraksinya sangat dalam, 6,8% YoY, terparah sepanjang sejarah. Negeri Tiongkok langsung bangkit di kuartal II-2020 dengan membukukan pertumbuhan ekonomi 3,2% YoY.

Tidak hanya itu, pemulihan ekonomi China diprediksi masih akan berlanjut.

Ahli strategi pasar global JPMorgan Asset Management, Marcella Chow dalam catatan yang dikutip CNBC International memprediksi pertumbuhan ekonomi China akan terus berlanjut.

"Melihat ke depan, kami memperkirakan akan melihat berlanjutnya perbaikan (ekonomi China) di kuartal-kuartal selanjutnya melihat aktivitas ekonomi domestik yang sebagian besar sudah kembali," kata Chow.

"Bersama dengan peningkatan belanja pemerintah di sektor infrastruktur, konsumsi bisa jadi pendorong pertumbuhan ekonomi baru. Saat ini rumah tangga di China memiliki deposit di bank sebagai antisipasi selama masa pandemi yang menyebabkan pelambatan ekonomi, pemulihan konsumsi yang cepat kemungkinan baru akan terjadi ketika tingkat kepercayaan mereka meningkat," kata Chow.

Sementara Korea Selatan justru mengalami resesi teknikal. Pemerintah Korea Selatan pekan lalu melaporkan data produk domestik bruto (PDB) kuartal II-2020 minus 3,3% quarter-to-quarter (QtQ). Kontraksi ekonomi tersebut menjadi yang terdalam dalam 22 tahun terakhir, tepatnya sejak kuartal I-2020 1998.

Pada kuartal sebelumnya, PDB Korea Selatan juga minus 1,3%.

Sementara jika dilihat secara tahunan atau YoY, PDB Korea Selatan minus 2,9%, menjadi kontraksi terdalam sejak kuartal IV-1998. Namun di kuartal I-2020, PDB negara dengan nilai perekonomian terbesar ke-4 di Asia ini masih tumbuh 1,4% YoY.

Dengan data tersebut, Korea Selatan mengalami resesi teknikal.

Untuk diketahui, suatu negara dikatakan mengalami resesi ketika PDB minus 2 kuartal beruntun secara YoY. Tetapi Jika PDB minus 2 kuartal secara QtQ dikatakan sebagai resesi teknikal.

Akibat kondisi ekonomi yang kontras tersebut, yuan mampu menguat melawan won sepanjang tahun ini.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kim Jong Un Sakit, Kurs Won Korea Ambles Nyaris 2%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular