Menguat Seiprit, Tapi Rupiah Jadi Jawara Asia!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
28 July 2020 16:08
Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Rupiah dan Dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah kembali menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (28/7/2020) melanjutkan kinerja positif awal pekan kemarin. Jika melihat sejak pekan lalu, rupiah kini sudah mencatat penguatan 6 hari perdagangan beruntun. Dolar AS yang terus nyungsep menjadi pemicu penguatan rupiah dalam beberapa hari terakhir.

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,28% di Rp 14.450/US$. Apresiasi rupiah sempat bertambah hingga 0,48% ke Rp 14.420/US$, sekaligus menjadi level terkuat intraday.

Penguatan rupiah terpangkas cukup banyak, rupiah mengakhiri perdagangan hari ini di level Rp 14.480/US$, menguat hanya 0,07% di pasar spot.

Meski penguatannya seiprit, tetapi sudah cukup membawa rupiah menjadi juara alias mata uang dengan kiinerja terbaik di Asia hari ini.

Maklum saja, mayoritas mata uang utama Asia hari ini melemah melawan dolar AS. Selain rupiah hanya dolar Taiwan yang menguat, juga seiprit 0,05% hingga pukul 15:10 WIB.

Posisi rupiah bisa saja berubah mengingat perdagangan di negara lain masih belum berakhir.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.

Pagi tadi, mayoritas mata uang utama Asia menguat melawan dolar AS. Rupiah tetap memimpin penguatan sebesar 0,48%. Indeks dolar AS yang semakin nyungsep menjadi pemicu penguatan mata uang Asia.

Pagi ini indeks dolar AS berada di kisaran 93.493 yang merupakan level terendah sejak Juni 2018. Indeks ini dibentuk dari 6 mata uang, euro, yen, poundsterling, dolar Kanada, franc Swiss, dan krona Swedia, tetapi juga menjadi indikator kekuatan dolar AS terhadap mata uang lainnya.

Tetapi setelah menyentuh level terendah 2 tahun tersebut, indeks dolar perlahan bangkit, sore ini berada di level 93,962, menguat 0,31% dibandingkan posisi akhir Senin kemarin. Kebangkitan tersebut terjadi setelah mengalami penurunan dalam 7 hari beruntun, jika melihat lebih ke belakang lagi tren penurunan akan semakin panjang.

Akibat penguatan indeks dolar AS, mata uang utama Asia yang sebelumnya menguat berbalik ke zona merah. Beruntung rupiah masih mampu mempertahankan penguatan, meski seiprit cukup membawanya menjadi juara Asia.

Kemerosotan indeks dolar tersebut menjadi indikasi aksi jual the greenback. Sebabnya, AS diramal akan tertinggal oleh negara-negara lainnya dalam meredam penyebaran virus corona, serta membangkitkan lagi perekonomian.

Jumlah kasus penyakit akibat virus corona (Covid-19) masih terus menanjak di AS, hal tersebut membuat pemulihan ekonomi terancam lebih lama.

Di kuartal I-2020, perekonomian AS mengalami kontraksi 5%, sementara di kuartal II-2020, hasil polling Reuters menunjukkan produk domestik bruto (PDB) AS diprediksi berkontraksi 32,4%, benar-benar nyungsep. Sehingga hanya keajaiban yang luar biasa yang bisa membuat AS lepas dari resesi di kuartal II-2020 ini.

Sebelum tahun ini, AS sudah mengalami 33 kali resesi sejak tahun 1854. Sementara jika dilihat sejak tahun 1980, Negeri Paman Sam mengalami empat kali resesi, termasuk yang terjadi saat krisis finansial global 2008.

AS bahkan pernah mengalami yang lebih parah dari resesi, yakni Depresi Besar (Great Depression) atau resesi yang berlangsung selama 1 dekade, pada tahun 1930an.

Data PDB AS baru akan dirilis pada Kamis (30/7/2020) nanti, sekaligus menjadi peresmian resesi ke-34.

Sementara itu saat ini sudah masuk kuartal III-2020, tetapi penyebaran virus corona masih belum berhasil diredam, sehingga ada risiko resesi AS akan berlangsung lebih lama.

Hal itu memicu "pesta" jual dolar AS.

"Langkah melawan dolar sekarang meluas. Tidak hanya lebih banyak negara dengan mata uang pasar negara berkembang, tetapi akan lebih banyak 'peserta'," kata Kepala Strategi Pasar di Bannockburn Global Forex Marc Chandler dikutip dari CNBC International.

"Manajer aset, spekulan dan kelompok besar lainnya memberikan penilaian ... ikut serta dalam pelemahan ini."

Meski demikian, rupiah masih belum mampu ngegas maksimal, sebabnya, jumlah kasus Covid-19 di Indonesia yang terus menanjak. Per 27 Juli kemarin, jumlah kasus Covid-19 mencapai 100.303 orang, bertambah sebanyak 1.525 orang dari hari sebelumnya.

DKI kembali penambahan kasus yang signifikan, sehingga ada risiko kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) kembali diperpanjang. Dampaknya, pemulihan ekonomi akan berjalan lambat, dan risiko resesi semakin besar.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular