
Hai Para Klien Jouska, Benarkah Saham LUCK Digoreng?

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga saham PT Sentral Mitra Informatika Tbk (LUCK) pada perdagangan hari ini kembali terkoreksi. Perdagangan saham ini masih terimbas isu kerugian yang dialami klien PT Jouska Finansial Indonesia (Jouska) yang berujung ditutupnya perusahaan tersebut.
Hingga penutupan perdagangan hari ini, harga saham LUCK tercatat terkoreksi 0,63% ke level Rp 320/unit. Nilai transaksi tercatat senilai Rp 1,98 miliar.
Harga saham LUCK sempat menguat ke level Rp 332/unit jelang penutupan. Namun saat penutupan tercatat langsung terkoreksi.
Seperti diketahui, saham LUCK mencuri perhatian pelaku pasar karena banyak klien Jouska yang mengaku rugi puluhan juta. Kerugian tersebut terjadi karena Jouska menempatkan dana mereka pada saham LUCK.
LUCK merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang bisnis solusi percetakan dan dokumen serta penjualan produk teknologi informasi. LUCK resmi mencatatkan saham di Bursa Efek Indonesia pada 28 November 2018.
Pada hari pertama perdagangan saham ini langsung mengalami kenaikan 49,65%, hampir menyentuh batas atas auto reject untuk saham-saham yang baru tercatat, ke harga Rp 428/saham dari harga perdana Rp 286/saham.
Sejak saat itu saham LUCK terus reli dan menyentuh titik tertingginya pada 26 Juli 2019 pada harga Rp 2.050/unit atau kenaikan sebesar 716% dari harga IPO.
Nah, dari lima klien yang bercerita ke CNBC Indonesia, semua menyampaikan pihak Jouska yang mengambil keputusan untuk berinvestasi pada saham tersebut. Harga pembelian pada saham ini bervariasi.
Namun harga pembelian rata-rata sudah berada pada level di atas Rp 1.500/saham, bahkan ada yang membeli di level Rp 1.965. Pada saat harga saham LUCK turun dalam, pihak Jouska sama sekali tidak melakukan cutloss padahal ada klien yang sudah meminta.
Kerugian besar inilah yang membuat para klien mengadukan Jouska ke Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi (SWI). SWI langsung mengambil tindakan dengan menghentikan operasional Jouska dan perusahaan terafiliasi yang ikut terlibat dalam praktik investasi ala Jouska ini.
Lalu setelah Jouska berhenti beroperasi, apakah perkara selesai? Case close? Tentu saja tidak.
Reini Imdan, salah satu klien Jouska yang menempatkan dana dan dikelola oleh Jouska sebesar Rp 1,1 miliar. Tragisnya, dana tersebut sekarang tinggal Rp 200 juta.
"Dari kerja sama itu Rp 1,1 miliar, awal Desember 2019 sudah mulai turun Rp 899 juta. Januari 2020 terjun bebas ke Rp 200 jutaan," terangnya kepada CNBC Indonesia, Jumat (24/7/2020).
Namun Reini tidak pernah mendapatkan penjelasan mengapa Jouska memilih saham LUCK.
"Mereka yang memilih sendiri saham yang mereka mau jual. Saya gak ngerti gimana sistemnya, apalagi saham LUCK, kenapa dia pilih saham LUCK, dari Rp 1.700 dia drop ke Rp 300 ya jelas drop dong saya punya nilai saham," paparnya lagi.
Klien Jouska lainnya, Dyana Lengganasari juga mempertanyakan keputusan investasi Jouska. Dalam dokumen yang diterima CNBC Indonesia mengenai somasi pertama atas pengelolaan dana investasi Jouska oleh kantor hukum Goodwell Law, dana investasi di rekening dana investor milik Dyana dibelikan LUCK.
"Dalam hal ini terdapat itikad buruk dari PT Jouska Financial Indonesia dalam hal pengelolaan dana investasi milik Dyana Lengganasari, hal ini semakin terkuak bahwasanya terdapat indikasi kepemilikan saham LUCK tersebut masih terafiliasi dengan founder PT Jouska Finansial Indonesia," tulis dokumen tersebut.
Muhammad Abdurrahman Khalish, orang yang pertama menyuarakan soal ini mengalami nasib yang sama.
"Saya kehilangan uang puluhan juta karena financial advisory yang serampangan dari Jouska," cerita Khalish, saat berbincang dengan CNBC Indonesia melalui layanan pesan singkat, Senin (20/7/2020).
Setali tiga uang dengan klien lainnya, Jouska juga membelikan (saham) emiten yang baru IPO, yaitu LUCK.
Pada 10 Agustus 2019, Khalish mendapati saham LUCK masuk dalam daftar unusual market activity (UMA) Bursa Efek Indonesia (BEI). Saham masuk UMA biasanya pergerakan naik turunnya tidak wajar.
Saran dari Jouska, akan keluar pelan-pelan dari saham tersebut. Pada tanggal 13 September 2019, Kholish meminta saham LUCK dijual.
"Jouska tidak menjual dengan berbagai alasan, bahkan setelah saya datang langsung ke kantornya (20/09/2019 ) untuk meminta emiten tersebut dijual," tutur Kholish.
Kholish mengalami kerugian cukup besar pada saham ini, karena harga pembelian tercatat pada harga Rp 1.965, yang dibeli pada 12 Juli 2019.
Portofolio saya sekarang minus lebih dari 50%. Setelah kejadian ini barulah saya mengumpulkan bukti-bukti terkait, berikut pelanggaran perjanjian & etika dan kejanggalan yang Jouska lakukan.
"Total dana saya yang masuk ada Rp 91,5 juta, sekarang tinggal Rp 30 jutaan," ujar Kholish.
Uniknya, LUCK tercatat melantai di BEI pada akhir 2018 dengan bantuan Philip Sekuritas Indonesia sebagai Penjamin Pelaksana Emisi Efek alias underwriter.
Founder dan Chief Executive Office (CEO) PT Jouska Finansial Indonesia, Aakar Abyasa Fidzuno sempat menjelaskan alasan memilih LUCK untuk menjadi pilihan salah satu portofolio investasi para klien.
Saat wawancara dengan CNBC Indonesia, Aakar menjelaskan dalam memberikan rekomendasi saham untuk investasi, Jouska selalu memberikan beberapa saham yang menjadi pilihan.
"Kenapa LUCK? Kita memilih beli itu misal LUCK itu lagi uptrend [menguat] kala itu di 2019. Saham yang lagi uptrend kenapa tidak untuk direkomendasikan, kemudian sampai Mei (2019) itu mereka masih bagi dividen beda lho, itu beda sama saham gocap [saham Rp 50]. Dan kita tidak merekomendasikan investasi bodong. Saham yang ada di BEI itu legal untuk dijual dan dibeli," kata Aakar, kepada CNBC Indonesia, Selasa (21/7/2020).
Terkait dengan permintaan klien untuk menjual saham LUCK, Aakar mengatakan, bahwa Jouska juga sudah memberikan rekomendasi. "Jika saat itu uptrend, maka artinya wajar untuk menjadi sebuah pilihan, apalagi jika pada masa tersebut market sedang sideways. Saham yang ada di BEI itu legal untuk dijual dan dibeli," tambah Aakar lagi.
Aakar memberikan contoh, saham Amazon pada saat dilepas di pasar perdana (initial public offering/IPO), cuma sedikit investor yang berminat membeli saham Amazon. Sekadar catatan, Amazon resmi melantai di bursa Wall Street pada 15 Mei 1997.
"Tahu nggak waktu itu Amazon IPO, siapa mau beli saham itu yang katanya nggak jelas di awal-awal. Lha, coba sekarang berapa saham Amazon?" kata Aakar.
(hps/wed)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bos Jouska Minta Maaf, Kasus Selesai?