Rupiah Jaya: Dolar di Bawah Rp 14.500, Nomor 1 di Asia!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
27 July 2020 10:16
Ilustrasi Dollar
Ilustrasi Dolar AS (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Data ekonomi terbaru yang ciamik menjadi 'bahan bakar' optimisme investor sehingga berkenan menempatkan dana di pasar keuangan Asia. Di Jepang, belanja modal perusahaan pada kuartal I-2020 naik 0,1% year-on-year (YoY) setelah pada kuartal sebelumnya anjlok 3,5%.

Sementara di China, keuntungan perusahaan industri manufaktur pada Juni memang turun 12,8% year-to-date (YtD). Namun sudah lebih baik ketimbang bulan sebelumnya yang ambles 19,3%.

Dua data ini menggambarkan bahwa proses pemulihan ekonomi yang terpukul dahsyat akibat pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) terus berlangsung. Kalau tidak ada aral melintang, misalnya kasus corona melonjak dan membuat pembatasan sosial (social distancing) kembali diketatkan, maka bukan tidak mungkin ekonomi bisa pulih dalam waktu yang relatif singkat.

Selain itu, rupiah dkk di Asia bisa menguat karena memang dolar AS sedang melemah secara global. Pada pukul 09:48 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah 0,43%.

Pekan ini, Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) akan menggelar rapat bulanan untuk menentukan suku bunga acuan. Mengutip CME FedWatch, kemungkinan suku bunga acuan bertahan di 0-0,25% adalah 100%. Tidak ada ruang sama sekali untuk perubahan.

Suku bunga acuan yang rendah ikut menekan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Negeri Adikuasa. Pada penutupan perdagangan akhir pekan lalu, yield obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun berada di 0,588%. Bahkan yield sempat berada di kisaran 0,4% pada Maret lalu, terendah sepanjang sejarah AS modern.

Sementara pada saat yang sama, inflasi AS masih rendah. Pada Juni, laju inflasi AS adalah 0,6% YoY. Jadi suku bunga riil yang didapat investor (setelah dikurangi inflasi) adalah minus. Artinya, menaruh duit di surat utang pemerintahan Presiden Donald Trump bukannya untung malah nombok.

"The Fed telah membuat suku bunga riil terdorong ke teritori negatif. Pada saat yang sama, situasi ekonomi di negara-negara lain mulai membaik. Ini semakin membuat investor menjauh," kata Karl Schamotta, Chief Market Strategist di Cambridge Global Payment, sebagaimana diberitakan Reuters.

Aset-aset berbasis dolar AS yang kurang 'seksi' membuat permintaan terhadap mata uang itu turun. Akibatnya, dolar AS dihajar habis-habisan oleh mata uang lainnya, termasuk rupiah.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/aji)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular