Kebal Isu Perang Dingin & Resesi, Rupiah Juara Asia!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
23 July 2020 15:58
mata uang rupiah dolar dollar Bank Mandiri
Foto: Ilustrasi Rupiah dan Dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (23/7/2020), bahkan kembali menjadi yang juara Asia. Rupiah masih mampu menguat di tengah isu perang dingin AS-China serta resesi yang dialami Korea Selatan.

Melansir data Refinitiv, rupiah membuat perdagangan dengan menguat 0,21% di Rp 14.600/US$. Apresiasi semakin besar hingga 1,16% ke Rp 14.510/US$, tetapi kemudian terpangkas dan rupiah berbalik ke Rp 14.650/US$, nyaris masuk ke zona merah.

Di akhir perdagangan, rupiah berada di level Rp 14.550/US$ menguat 0,55% di pasar spot.

Dengan penguatan tersebut rupiah sekali lagi menjadi juara Asia alias mata uang dengan kinerja terbaik, mempertahankan posisi tersebut sejak kemarin. Mata uang Asia bergerak variatif hari ini, lebih dari separuh berhasil menguat, tetapi tipis-tipis. 

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia hingga pukul 15:16 WIB.

Sejak Selasa lalu, kabar vaksin virus corona yang tiba di Indonesia membuat rupiah perkasa. Kemarin, Presiden Joko Widodo melalui akun Twitternya mengungkapkan bahwa Indonesia akan segera menggelar uji coba vaksin tahap ketiga. Jika berhasil, maka Bio Farma akan memproduksi vaksin dengan kapasitas 100 juta dosis per tahun.

Sebelumnya, Holding BUMN farmasi, PT Bio Farma (Persero) menyatakan telah menyiapkan fasilitas produksi untuk memulai memproduksi vaksin Covid-19 yang akan dimulai pada kuartal I-2020, dengan catatan jika vaksin tersebut dinyatakan lolos uji klinis tahap ketiga.

Uji klinis tahap ketiga ini dilakukan di dalam negeri dan akan mulai pada Agustus 2020 mendatang.

Vaksin tersebut memberikan harapan hidup akan kembali normal, roda bisnis kembali berputar dan perekonomian bangkit dari kemerosotan akibat pandemi Covid-19.

AS-China Menuju Perang Dingin, Korea Selatan Resesi

Sementara itu, sentimen negatif datang dari memburuknya hubungan AS-China hingga dikatakan menuju perang dingin. Kemarin, Washington memerintahkan pemerintah China untuk menutup konsulat di Houston, Negara Bagian Texas. Beijing dituding melakukan tindakan mata-mata dan membahayakan kepentingan nasional.

"Kantor konsulat China di Houston ditutup demi melindungi hak atas kekayaan intelektual dan privasi rakyat AS," sebut keterangan tertulis Kementerian Dalam Negeri AS. Pemerintah China diberi waktu 72 jam untuk menutup kantor dan mengosongkan gedung.

Kecurigaan AS datang setelah muncul asap dari kantor konsulat tersebut. Beberapa sumber di lingkaran dalam Gedung Putih mengungkapkan bahwa sedang terjadi pembakaran dokumen.

"Kami rasa mereka melakukan pembakaran. Apakah itu dokumen atau kertas lainnya, saya penasaran," ujar Presiden AS Donald Trump, sebagaimana diwartakan Reuters.

China tentu tidak terima diperlakukan begitu rupa. Wang Wenbin, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, menegaskan bakal memberikan balasan setimpal.

"AS harus mencabut keputusan yang sangat salah itu. China pasti akan membalas dengan tegas," kata Wang, seperti dikutip dari Reuters.
Vice Chairman IHS Markit, Daniel Yergin mengatakan, memburuknya hubungan AS China yang sudah terjadi sejak pertengahan 2018 membuat kedua negara menuju perang dingin.

Selain itu, isu resesi kembali mencuat, kali ini giliran Korea Selatan. Pemerintah Korea Selatan hari ini melaporkan data produk domestik bruto (PDB) kuartal II-2020 minus 3,3% quarter-to-quarter (QtQ). Kontraksi ekonomi tersebut menjadi yang terdalam dalam 22 tahun terakhir, tepatnya sejak kuartal I-2020 1998.

Pada kuartal sebelumnya, PDB Korea Selatan juga minus 1,3%.

Sementara jika dilihat secara tahunan atau year-on-year (YoY), PDB Korea Selatan minus 2,9%, menjadi kontraksi terdalam sejak kuartal IV-1998. Namun di kuartal I-2020, PDB negara dengan nilai perekonomian terbesar ke-4 di Asia ini masih tumbuh 1,4% YoY.

Dengan data tersebut, Korea Selatan mengalami resesi teknikal.

Untuk diketahui, suatu negara dikatakan mengalami resesi ketika PDB minus 2 kuartal beruntun secara YoY. Tetapi Jika PDB minus 2 kuartal secara QtQ dikatakan sebagai resesi teknikal.

Penyebab resesi teknikal yang dialami Korea Selatan sama dengan negara-negara lainnya, yakni virus corona. Negeri Gingseng menerapkan social diastancing guna meredam penyebaran virus corona, dampaknya roda bisnis menurun drastis.

Selain itu, penyakit akibat virus corona (Covid-19) telah menjangkiti dunia, nyaris semua negara menerapkan social distancing atau karantina wilayah (lockdown) sehingga aktivitas bisnis nyaris mati suri.

Akibatnya permintaan produk dari Korea Selatan menurun drastis, yang tercermin dari anjloknya ekspor sebesar 16,6% di kuartal II-2020. Kabar buruknya, ekspor Korea Selatan berkontribusi sekitar 50% dari total PDB, sehingga mengalami kontraksi cukup dalam.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular