Rupiah Nyungsep! Deretan Emiten Ini Bakal Kelimpungan

Tri Putra, CNBC Indonesia
21 July 2020 14:18
[DALAM] Rupiah Sentuh 30.000
Foto: Arie Pratama

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar mata uang rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) terus melemah dalam sepekan terakhir. Meski hari ini rupiah berhasil menguat terbatas, akan tetapi berdasarkan data Refinitiv rupiah di pasar spot sejak seminggu lalu sudah melemah 2,33% ke level Rp 14.710/US$.

Kondisi ini tentu saja menjadi pedang bermata dua. Tentunya banyak sektor usaha perusahaan yang melantai di bursa efek yang mengalami keuntungan dengan pelemahan rupiah ini, tapi tentunya tidak sedikit pula yang akan merugi.

Dampak negatif tentunya dirasakan oleh emiten yang lini usahanya banyak mengimpor bahan baku. Contoh dari perusahaan seperti ini adalah sektor industri farmasi. Diketahui 95% bahan baku industri ini harus diimpor dari luar negeri. Artinya dengan pelemahan rupiah ini perusahaan harus membeli bahan baku dengan harga lebih mahal.

Emiten-emiten yang bergerak di bidang ini salah satunya adalah PT Kimia Farma Tbk (KAEF) dan anak usahanya PT Phapros Tbk (PEHA) mengingat bahan baku farmasi sebagian besar impor.

Selain itu,emiten yang bergerak di industri otomotif seperti PT Astra International Tbk (ASII) dan anak usahanya PT Astra Otoparts Tbk (AUTO), juga dirugikan sebab bahan-bahan baku sektor otomotif atau spare part-nya merupakan barang impor. 

Kemudian dampak negatif juga dirasakan oleh perusahaan yang banyak berhutang dalam bentuk mata uang Paman Sam. Perusahaan-perusahaan ini seperti perusahaan properti PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) yang mengeluarkan global bonds dalam denominasi dolar AS yaitu sebesar US$ 325 juta.

Hal serupa juga terjadi di perusahaan pertambangan seperti PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) dan PT Adaro Energy Tbk (ADRO). Tentunya dengan melemahnya nilai rupiah, pembayaran kupon yang dilakukan perusahaan tersebut akan lebih tinggi.

Secara historis perusahaan ritel seperti PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI), PT Ace Hardware Indonesia Tbk (ACES), dan PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA) juga dirugikan dengan adanya pelemahan rupiah ini karena produk yang dijual ketiga emiten tersebut merupakan produk impor.

Apalagi di tengah PSBB yang masih berlaku di sebagian daerah di Indonesia ketiga emiten tersebut tidak dapat beroperasi atau beroperasi terbatas ditambah dengan penurunan daya beli masyarakat.

Berkebalikan dengan emiten-emiten di atas, perusahaan yang memiliki orientasi ekspor akan diuntungkan dengan menguatnya rupiah ini seperti PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL). Perusahaan yang bergerak di bidang tekstil ini hasil produksinya 60% di ekspor keluar negeri. Begitupula dengan PT Indah Kiat Pulp and Paper Tbk (INKP) perusahaan produsen kertas ini hasil produksinya mayoritas di ekspor.

Karena volatilnya nilai tukar rupiah ini, perusahaan-perusahaan yang kelangsungan usahanya sangat terpengaruh dengan nilai tukar rupiah biasanya melakukan hedging melalui sebuah perjanjian antara korporasi dan perbankan yang menyepakati untuk membeli atau menjual mata uang asing di masa depan dengan kurs yang telah ditetapkan.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(trp/trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular