Mau Lepas Dari Resesi? Wajib Basmi Virus Corona!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
19 July 2020 18:44
Infografis/Gawat! gelombang resesi makin dekat dengan Singapura & Malaysia/Aristya Rahadian Krisabella
Foto: Infografis/Gawat! gelombang resesi makin dekat dengan Singapura & Malaysia/Aristya Rahadian Krisabella

Dalam siklus ekonomi, resesi merupakan hal yang biasa terjadi. Negara sekelas Amerika Serikat saja sudah mengalami 33 kali resesi. Tetapi di tahun ini, resesi terjadi tidak seperti biasanya, karena menghantam banyak negara.

Resesi yang paling segar di ingatan tentunya pada tahun 2008 saat terjadi krisis finansial global. AS kala itu menjadi episentrum krisis dan mengalami kontraksi PDB dalam 4 kuartal beruntun. Indonesia kala itu masih lolos dari resesi, tetapi kali ini risiko PDB minus 2 kuartal beruntun menjadi cukup tinggi.

Resesi sebenarnya terjadi saat kuartal berjalan, rilis data PDB hanya menjadi "pengesahan" negara tersebut mengalami resesi. Artinya, jika AS nanti sah mengalami resesi saat rilis data PDB 30 Juni nanti, sebenarnya kemerosotan ekonomi sudah terjadi sepanjang April-Juni.

Melansir The Balance, ada 5 indikator ekonomi yang dijadikan acuan suatu negara mengalami resesi, yakni produk domestic bruto (PDB) riil, pendapatan, tingkat pengangguran, manufaktur, dan penjualan ritel.

Seperti disebutkan sebelumnya, data PDB AS baru akan dirilis pada Kamis (30/7/2020), yang akan menjadi "pengesahan".

Sementara itu, 4 indikator lain bisa menunjukkan dampak buruk dari resesi itu sendiri.

Pertama tentunya dari segi pendapatan warga AS yang merosot, hal itu bisa dilihat dari data rata-rata upah per jam yang dirilis setiap awal bulan.
Data yang dirilis oleh Departemen Tenaga Kerja AS menunjukkan rata-rata upah per jam mengalami penurunan 1,2% month-on-month (MoM) di bulan Juni, di bulan sebelumnya juga turun 1% MoM, meski di bulan April terjadi peningkatan 4,7% MoM.

Indikator lainnya, tingkat pengangguran, juga mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah AS, 14,7%, di bulan April. Meski dalam 2 bulan terakhir sudah kembali menunjukkan penurunan. Pada bulan Juni, tingkat pengangguran AS berada di level 11,1%.

Kala perekonomian merosot, aktivitas bisnis juga tentunya menurun dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tak terelakkan.

Lonjakan tingkat pengangguran AS terbilang ekstrim di tahun ini, sebabnya kebijakan lockdown yang diterapkan sehingga dampak resesi menjadi bias.
Lonjakan tingkat pengangguran di tahun 2008 hingga 2009 bisa menjadi gambaran buruknya dampak resesi ke pasar tenaga kerja.

Pada Januari 2008, tingkat pengangguran di AS berada di level 5%, setelahnya terus mengalami peningkatan hingga menjadi 9,9% di bulan November 2009.

Lonjakan tingkat pengangguran tentunya akan menimbulkan efek domino ke perekonomian.

Indonesia belum mengalami resesi, tetapi di kuartal II-2020 PDB diramal minus. Sebelum resmi diumumkan minus, sektor tenaga kerja juga sudah terpukul lebih dulu. 

Berdasarkan data Kemenaker per 27 Mei 2020, pekerja sektor formal yang dirumahkan mencapai 1.058.284 pekerja dan yang di-PHK sebanyak 380.221 orang pekerja. Sedangkan pekerja informal yang terkena dampak, dirumahkan dan PHK mencapai 318.959 orang, sehingga totalnya ada 1.757.464 orang dirumahkan dan PHK. Sedangkan versi Kadin Indonesia jumlahnya sudah mencapai 6-7 juta pekerja.

(pap/pap)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular