Premi CDS Indonesia Naik, Bahaya?

Haryanto, CNBC Indonesia
17 July 2020 13:28
Obligasi (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Obligasi (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia Persepsi investor terhadap risiko investasi di Indonesia terpantaumemburuk yang ditunjukkan dengan peningkatan premi Credit Default Swap (CDS) bertenor 5 tahun sepekan ini yang naik 3% ke 127,894.

Kenaikan CDS Indonesia ini tak lepas dari gejolak di pasar saham dan pasar modal, setelah wabah virus corona (COVID-19) semakin merajalela ke seluruh penjuru dunia. Berdasarkan data dari Johns Hopkins University jumlah kasus terinfeksi Covid-19 mencapai 13,7 juta lebih, dengan angka kematian sebanyak hampir 600 ribu korban jiwa.

 

CDS 5 Tahunworldgovermentbonds

 

Kenaikan premi CDS tersebut cenderung membuat investor asing untuk meninggalkan Surat Berharga Negara (SBN) dan berkontribusi pada penurunan harga obligasi bertenor 5 tahun di Tanah Air.

CDS adalah kontrak derivatif swap di mana pembeli melakukan pembayaran ke penjual atas penutupan risiko gagal bayar (default) debitornya. Artinya, dia mendapatkan pembayaran bila terjadi gagal bayar atau kejadian lain yang mengancam pembayaran kredit yang ada.

Kendati demikian, obligasi pemerintah yang bertenor 5 tahun sepekan ini justru mengalami penguatan yang ditunjukkan dengan penurunan dalam tingkat yield yang sebesar 13,5 basis poin (bps) menjadi 6,288% per pukul 13.00 WIB (17/7/2020) dari 6,423% pada Senin lalu (13/7/2020). Besaran 100 bps setara dengan 1%.

Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya. Yield menjadi acuan keuntungan investor di pasar surat utang dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.

Penguatan harga obligasi tenor 5 tahun tersebut terdorong oleh data cadangan devisa Tanah Air untuk bulan Juni 2020 yang naik ke US$ 131,7 miliar dibandingkan dengan posisi akhir Mei 2020 pada US$ 130,5 miliar. Pelaku pasar pun optimistis untuk masuk ke pasar Indonesia karena yakin bahwa risiko kurs bakal kecil saja.

Posisi cadangan devisa tersebut akan semakin memperkuat kemampuan pemerintah Indonesia dalam memenuhi kewajiban luar negerinya, seperti pemenuhan impor plus pembayaran kewajiban utang luar negeri pemerintah atau bahkan melakukan stabilitas nilai tukar rupiah.

Cadangan devisa diperlukan dalam menjaga ketersediaan likuiditas domestik. Nilai CDS average akan relatif turun ketika besaran rasio cadangan devisa terhadap PDB cukup baik. Oleh karena itu, BI perlu menjaga kecukupan likuiditas tanpa melewatkan aspek solvabilitas.

Sementara dengan dominannya faktor global dalam mempengaruhi CDS, tentunya semakin mendorong pemerintah untuk selalu memperhatikan perkembangan ekonomi global yang dinamis.

Selain itu, perlunya kebijakan yang bersifat struktural terhadap ekonomi domestik sebagai tindakan antisipasi terhadap perkembangan ekonomi dunia tersebut. Oleh karena itu, dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 15-16 Juli 2020 Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menurunkan BI 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin menjadi 4%.

Keputusan ini konsisten dengan inflasi yang tetap rendah, stabilitas eksternal yang terjaga, dan merupakan langkah lanjutan untuk mempercepat pemulihan ekonomi di tengah pandemi Covid-19, kata Perry Warjiyo, Gubernur BI, dalam konferensi pers usai RDG edisi Juli 2020, Kamis (16/7/2020).

 

TIM RISET CNBC INDONESIA


(har/har)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Premi CDS Naik, Minat Investor Borong Obligasi RI Susut

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular