
Kemarin Jadi Juara Asia, Rupiah Bisa Happy Weekend Lagi?

Jakarta, CNBC Indonesia - KursĀ rupiah mendapat sentimen positif pada perdagangan Kamis kemarin (16/7/2020). Nilai tukar rupiah akhirnya menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) setelah sebelumnya sempat melemah ke atas Rp 14.600/US$.
Sinyal Bank Indonesia (BI) yang kemungkinan tidak akan memangkas suku bunga acuan lagi membuat rupiah kembali perkasa.
Berdasarkan data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,17%, dan terus berlanjut hingga 0,51% di Rp 14.500/US$. Tetapi setelahnya rupiah berbalik melemah hingga 0,31% ke Rp 14.620/US$.
Jelang penutupan perdagangan kemarin, saat BI mengumumkan kebijakan moneter, rupiah akhirnya berbalik ke zona hijau berakhir di Rp 14.360/US$ atau menguat 0,1% di pasar spot.
Sesuai dengan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia, BI kemarinĀ memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4%.
"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 15-16 Juli 2020 memutuskan untuk menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 4%," kata Gubernur BI Perry Warjiyo di Youtube Resmi Bank Indonesia, Kamis (16/7/2020).
"Keputusan ini juga mendukung pemulihan ekonomi nasional dengan tetap menjaga terkendalinya inflasi dan stabilitas nilai tukar," kata Perry.
Ekspektasi pemangkasan suku bunga BI sebelumnya membuat rupiah tertekan. Kemarin rupiah merosot 1,39%.
Penurunan suku bunga dapat membantu perekonomian berputar lebih cepat dan segera bangkit dari kemerosotan akibat pandemi penyakit virus corona (Covid-19).
Di sisi lain saat suku bunga dipangkas, imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN) tentunya juga akan menurun. Apalagi sepanjang tahun ini BI sudah memangkas suku bunga sebesar 100 bps, sehingga daya tarik investasi menjadi menurun, aliran modal ke dalam negeri berisiko seret, rupiah pun kehabisan "bensin".
Gubernur Perry saat ditanya peluang suku bunga kembali diturunkan memberikan pernyataan berbeda dari sebelumnya. Pada RDG bulan lalu, Perry mengatakan masih memiliki ruang untuk memangkas suku bunga, tetapi kali ini ia menyebut tergantung dari data-data ekonomi.
"Bagaimana kebijakan suku bunga ke depan, akan kita lihat bagaimana pola pemulihan ekonomi dan dampaknya ke inflasi. Masa-masa pandemi Covid-19 kita harus sering cermati data terbaru untuk merespon suku bunga" kata perry.
Pernyataan tersebut memberikan gambaran BI mungkin tidak akan menurunkan suku bunga lagi di tahun ini. Rupiah pun kembali perkasa.
Bahkan rupiah menjadi juara alias mata uang dengan kinerja terbaik di Asia, meski penguatannya hanya 0,1%. Sebabnya, mayoritas mata uang utama Asia melemah. Selain rupiah, hanya dolar Taiwan yang menguat 0,09%.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia hingga pukul 15:46 WIB, Kamis kemarin
QE Bank Indonesia
BI mencatat hingga 14 Juli 2020, otoritas moneter telah menambah likuiditas (quantitavie easing/QE) di perbankan hingga Rp 633,24 triliun.
Gubernur Perry mengatakan, QE yang mencapai Rp 633,24 triliun tersebut termasuk penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) sekitar Rp 155 triliun dan ekspansi moneter kurang lebih Rp 462,4 triliun.
"Kondisi likuiditas dan suku bunga pasar uang tetap memadai ditopang strategi operasi moneter Bank Indonesia. Hingga 14 Juli 2020, BI telah melakukan quantitative easing di perbankan sekitar Rp 633,24 triliun," ujar Perry.
Peryy menjelaskan longgarnya kondisi likuiditas tercermin pada rendahnya suku bunga pasar uang antar bank (PUAB), yaitu di sekitar 4% pada Juni 2020, serta rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) tetap besar yakni 24,33% pada Mei 2020.
Likuiditas yang memadai serta penurunan suku bunga kebijakan (BI7DRR) berkontribusi menurunkan suku bunga perbankan.
Sejalan dengan penurunan suku bunga PUAB, rerata tertimbang suku bunga deposito dan kredit modal kerja pada Juni 2020 menurun dari 5,85% dan 9,60% pada Mei 2020 menjadi 5,74% dan 9,48%.
"Pertumbuhan besaran moneter M1 dan M2 pada Mei 2020 juga meningkat menjadi 9,7% (yoy) dan 10,4% year on year," ujarnya.
Menurut Perry, ekspansi moneter Bank Indonesia yang sementara ini masih tertahan di perbankan diharapkan dapat lebih efektif mendorong pemulihan ekonomi nasional dengan percepatan realisasi anggaran dan program restrukturisasi kredit perbankan.
Pasalnya, penyaluran kredit/pembiayaan dari sektor keuangan masih terbatas karena masih lemahnya permintaan domestik dan kehati-hatian perbankan akibat masih berlanjutnya pandemi covid-19.
Pertumbuhan kredit pada Mei 2020 tercatat 3,09% (yoy), melambat dibandingkan dengan pertumbuhan April 2020 sebesar 5,73%.
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article RI Kurangi Ketergantungan Dolar AS
