
Awas, Ada Ancaman Ledakan Utang Perusahaan!

Membengkaknya utang ini sejatinya tetap harus diwaspadai oleh banyak pihak terutama pemerintah, otoritas moneter hingga korporasi itu sendiri. Poin yang menjadi masalah adalah apakah utang yang sudah sangat tinggi ini bisa sustainable? Berat rasanya.
Jika melihat metrik keuangan korporasi global saat ini berdasarkan data Janus Handerson, biaya pembayaran bunga utang terhadap laba operasi sudah mencapai 15% tahun lalu. Sementara proporsi utang terhadap laba operasi mencapai 310% dan rasio utang terhadap modal (debt to equity/gearing) mencapai 59%.
Kondisi yang dialami oleh korporasi saat ini sesungguhnya bisa dibilang mengkhawatirkan. Pasalnya pertumbuhan hutang jauh lebih cepat dibanding laju pertumbuhan laba.
Di sisi lain, pandemi yang belum usai dan justru malah kembali merebak dengan laju yang lebih signifikan menimbulkan ancaman lain yang sangat mengerikan. Ketika dunia harus kembali berada dalam karantina yang masif dan juga ketika stimulus fiskal hingga moneter mulai dikurangi akibat prospek ekonomi yang sempat membaik di bulan April dan Mei bisa menambah kondisi semakin mengerikan.
Dalam laporannya yang berjudul The Shape of Recovery, Uneven, Unequal, Uncharted menyoroti risiko-risiko yang dihadapi oleh korporasi saat ini. Ancaman yang dihadapi oleh korporasi global bukan lagi likuiditas jangka pendek tetapi lebih mengerikan yakni solvabilitas jangka panjang.
"Triliun dolar dalam stimulus fiskal dan moneter yang belum pernah terjadi sebelumnya dari pemerintah dan bank sentral membantu menstabilkan pasar modal dan menghindari likuiditas krisis.
"Namun, kekhawatiran meningkat atas solvabilitas perusahaan terutama karena kami melihat penarikan kembali yang signifikan dalam stimulus pemerintah, banyak yang dirancang untuk menjaga pasar tenaga kerja.
"Risiko semakin meningkat oleh peminjam perusahaan yang telah menimbulkan hutang besar sementara tingkat pendapatan cenderung tetap tertekan. Aktivitas yang lebih rendah kemungkinan akan berkembang sampai tahun 2021, atau bahkan tahun 2023 dan setelahnya untuk sektor-sektor tertentu." tulis S&P Global.
Di saat yang sama, pandemi Covid-19 telah menyebabkan banyak perusahaan mulai mengalami gagal bayar (default). Menurut studi yang dilakukan lembaga pemeringkat lain yakni Moody's yang dipublikasikan pada 10 Juni lalu, tingkat default untuk rating spekulatif global 12-bulan naik ke 4,7% pada Mei, naik dari 4,1% pada April.
"Perlambatan ekonomi membebani kondisi kredit dan pendapatan perusahaan. Model perkiraan kami memberi sinyal tingkat default akan mencapai puncaknya pada 9,5% pada bulan Februari 2021" tulis Moody's.
Dari sini bisa disimpulkan bahwa membengkaknya hutang korporasi akibat pandemi Covid-19 ketika sudah tinggi sebelumnya benar-benar menjadi ancaman baru yang mengerikan dan harus diwaspadai.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]