
China 'Buang Dolar'? AS: Aku Rapopo!

Namun apakah AS menderita gara-gara hal itu?
Sepertinya tidak juga. Sebab saat China keluar, negara-negara lain justru berbondong-bondong memborong obligasi pemerintah AS.
Misalnya Jepang. Pada April 2019, kepemilikan Jepang di obligasi pemerintah AS adalah US$ 1,06 triliun. Setahun berikutnya naik menjadi US$ 1,27 triliun. Jepang kini menjadi investor terbesar di pasar obligasi pemerintah AS, menggeser China.
Inggris pun melakukan hal yang sama. Kepemilikan investor Negeri John Bull di obligasi pemerintah AS pada April 2019 adalah US$ 300,8 miliar. Pada April 2020, jumlahnya naik menjadi US$ 368,5 miliar.
"Mereka (China) bisa menjual kalau mau. Saya yakin dampaknya tidak akan terlalu besar. Kemudian, saya rasa itu (menjual obligasi pemerintah AS besar-besaran) hanya ancaman, bukan sesuatu yang akan dilakukan," tegas James Bullard, Presiden Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) cabang St Louis, seperti dikutip dari South China Morning Post.
AS seolah menyatakan silakan saja China menjual kepemilikannya di obligasi pemerintah. Dampaknya tidak akan terlalu besar karena ada negara lain yang menggantikan. Dalam bahasa Jawa, aku rapopo...
Lagipula, China juga rugi kalau terlalu banyak 'membuang' dolar AS. Pasokan dolar AS di pasar akan menjadi berlimpah sehingga nilai tukarnya melemah.
Kala dolar melemah, maka harga barang impor di pasar domestik AS menjadi mahal. Produk impor, termasuk yang made in China, menjadi kurang kompetitif sehingga sulit terjual.
So, serba salah juga kalau China mengedepankan 'buang dolar' dalam perebutan hegemoni dengan AS. Sebab bisa saja langkah itu menjadi blunder, merugikan China sendiri.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)[Gambas:Video CNBC]