
Peserta Gelombang 1-3 Kartu Prakerja Tak Kena Sanksi Pidana

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah mengatakan, bahwa ketentuan Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2020, yang berkaitan dengan tuntutan pidana tidak akan berlaku untuk peserta program prakerja yang sudah masuk di dalam gelombang 1-3.
Staf Ahli Bidang Regulasi, Penegakan Hukum, dan Ketahanan Ekonomi, Kemenko Perekonomian, Elen Setiadi mengatakan bahwa peraturan yang diatur di dalam Pepres 76/2020 adalah berlaku ke depan, dan tidak surut ke belakang.
Artinya, Perpres 76/2020 ini tidak akan berlaku bagi 680 peserta gelombang 1-3 yang sudah menerima program prapekerja, tidak akan terkena tuntutan pidana. Kendati demikian, 680 peserta gelombang 1-3 tetap akan terkena sanksi ganti rugi.
"Pengenaan sanksi apalagi kalau bersangkutan dengan pidana itu kan dia harusnya ke depan, tidak boleh berlaku mundur. Itu azaz hukum pidana. Beda dengan perdata, kalau terbukti dia melakukan pelanggaran, kita tetap bisa lakukan tuntutan ganti kerugian," jelas Ellen di Kemenko Perekonomian, Senin (13/7/2020).
Adapun mekanisme tuntutannya, kata Ellen akan dilakukan oleh Manajemen Pelaksana (PMO) program prakerja atau bisa juga melalui Jaksa Pengacara Negara.
"Jadi manajemen bisa minta bantuan kejaksaan untuk melakukan tuntutan ganti rugi. Ini mekanisme yang umum dilakukan di pemerintahan," jelas Elen.
Untuk diketahui, pemerintah telah melakukan penyempurnaan tata kelola Program Kartu Prakerja dengan menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 76, Tahun 2020, yang merupakan revisi Perpres 36/2020.
Di dalam Perpres 76/2020 tersebut, beberapa di antaranya tertulis di dalam Pasal 31 C ayat (2), disebutkan dalam hal penerima Kartu Prakerja tidak mengembalikan bantuan biaya pelatihan dan/atau insentif, dalam janga waktu paling lama 60 hari, manjemen pelaksana melakukan gugatan ganti rugi kepada penerima kartu prakerja.
Disamping itu juga di dalam Pasal 31D disebutkan, dalam hal penerima kartu prakerja dengan sengaja melakukan pemalsuan identitas dan/atau data pribadi, manajemen pelaksana mengajukan tuntutan pidana yang dapat digabungkan dengan tuntutan ganti kerugian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sebenarnya pemalsuan sanksi pidana telah diatur di dalam Pasal 93 Undang-Undang Administrasi Kependudukan. Oleh karena itu, kata Elen, pemerintah hanya ingin mempertegas bahwa pemalsuan identitas, tidak perkenankan secara hukum.
"Berkaitan pidananya, tanpa diatur di dalam Perpres, itu berlaku di dalam perundang-undangan. Jadi Perpres ini ada dua hal, preventif ingin memberitahukan tidak boleh melakukan hal itu, dan corrective actionnya juga, kita lakukan tuntutan hukum," tutur Elen.
(dob/dob)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Buka Rekening Kartu Prakerja, BNI Kasih Hadiah Motor & Laptop