
Kurs Yuan China Sedang Cemerlang, Layak Jadi Investasi Gak?

IHS Markit pada 30 Juni lalu melaporkan purchasing managers' index (PMI) manufaktur Negeri Tiongkok bulan Juni naik menjadi 50,9 dari bulan sebelumnya 50,6.
PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di bawahnya berarti kontraksi dan di atasnya berarti ekspansi.
Dengan demikian, China masih mampertahankan bahkan menambah laju ekspansi di bulan Juni, meski virus corona sempat menyerang ibu kota Beijing.
Sejak dilanda pandemi penyakit virus corona (Covid-19), sektor manufaktur China hanya mengalami kontraksi di bulan Februari (angka indeks sebesar 35,7) setelahnya, mencatat ekspansi dalam 4 bulan beruntun. Sehingga harapan akan perekonomian bisa segera bangkit kembali muncul.
Selain itu, kemarin inflasi bulan Juni dilaporkan tumbuh 2,5% secara tahunan atau year-on-year (YoY), naik dari bulan sebelumnya 2,4% YoY. Ini juga merupakan kenaikan pertama setelah menurun dalam 4 bulan sebelumnya.
Kenaikan inflasi menjadi indikasi roda bisnis kembali berputar, konsumsi mulai meningkat sehingga harga-harga jadi naik.
Pulihnya tingkat produksi serta konsumsi tersebut membuat PDB Negeri Tiongkok diprediksi tumbuh 1,1% di kuartal II-2020, berdasarkan hasil survei yang dilakukan Nikkei dan Nikkei Quick News terhadap para ekonom.
Itu artinya, ada kemungkinan perekonomian China akan membentuk kurva V-shape, merosot dalam di kuartal I tetapi rebound tajam di sisa tahun ini. Sehingga wajar jika kurs yuan China menguat tajam dalam belakangan ini, bahkan ada kemungkinan terus menguat mengingat negara-negara lainnya termasuk Amerika Serikat masih berjuang melawan virus corona.
Namun, apakah yuan layak dijadikan investasi?
Yuan merupakan satu dari lima mata uang yang termasuk dalam Special Drawing Rights (SDR) IMF, tiga lainnya yakni dolar AS, euro, yen, dan poundsterling. Status tersebut baru didapatkan pada September 2016 dan menguatkan posisi yuan sebagai mata uang internasional.
Sehingga yuan bisa saja dijadikan aset investasi.
Tetapi, meski sudah mendapat status "istimewa" tersebut, dibandingkan mata uang lainnya porsi yuan dalam cadangan devisa memang sangat kecil.
Selain itu, yang patut diingat pergerakan nilai tukar yuan sangat dikontrol oleh bank sentral China, (People's Bank of China/PBoC).
Setiap harinya PBoC akan menetapkan nilai tukar yuan terhadap dolar AS, dan membiarkannya bergerak melemah atau menguat hingga maksimal 2% dari nilai tengah.
Kontrol PBoC terhadap nilai tukar tersebut menjadi kurang disukai dalam transaksi perdagangan. PBoC bisa sewaktu-waktu melemahkan atau menguatkan nilai tukar mata uang yang juga disebut renminbi ini. Tentunya akan kurang menguntungkan saat memegang yuan, kemudian PBoC mendepresiasi nilai tukarnya secara signifikan.
Contohnya pada bulan Agustus lalu ketika PBoC mendepresiasi nilai tukar yuan terhadap dolar AS ke level terlemah dalam lebih dari satu dekade, gejolak timbul di pasar finansial. AS bahkan sampai menjuluki China manipulator mata uang.
Meski demikian, dalam beberapa tahun ke depan yuan diprediksi masuk dalam tiga besar mata uang cadangan devisa. Dalam beberapa tahun terakhir, porsi yuan di cadangan devisa global terus bertambah secara konsisten.
Sejak awal menjadi SDR IMF, porsi yuan di cadangan devisa global hanya 1,07% di kuartal IV-2019. Dibandingkan posisi di kuartal II-2019, tentunya terjadi kenaikan hampir dua kali lipat.
Penambahan porsi yuan tersebut diprediksi masih akan terus terjadi di tahun-tahun mendatang hingga mencapai 5-10% dari total cadangan devisa dunia.
"Pada akhirnya, apa yang kita pikirkan akan terjadi dalam 25 tahun ke depan adalah kita akan maju, kita akan memiliki dunia dengan tiga mata uang utama: dolar AS, euro, dan yuan" kata Massimiliano Castelli, head of strategy and advice, global sovereign markets, dari UBS Asset Management, sebagaimana dilansir Reuters.
"Dalam 25 tahun ke depan, porsi dolar dalam cadangan devisa global adalah sebesar 60-65%. Saya tidak melihat alasan, kenapa kita tidak bisa melihat dolar dengan porsi 50%, euro 20-25%, dan yuan 5-10% dan menjadikanya mata uang dengan porsi terbesar ketiga di cadangan devisa" tambahnya.
Dalam jangka panjang, Castelli memprediksi rata-rata porsi renminbi dalam cadangan devisa dunia adalah 4,2%.
Jadi, investasi yuan bisa jadi akan menjadi menarik, tetapi untuk jangka yang sangat panjang.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)[Gambas:Video CNBC]