Inggris Alirkan US$ 38 M, Poundsterling Makin Jauhi Rp 18.000

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
09 July 2020 19:31
Sterling notes sit on a collection tray during a Good Friday Lent church service at the Eternal Sacred Order of Cherubim & Seraphim Church in London, Britain, March 30, 2018. The church was founded by Moses Orimolade Tunolase in 1925 in Nigeria and is attended by worshippers of Nigerian descent who come from all over the country for services. REUTERS/Simon Dawson
Foto: Ilustrasi mata uang poundsterling (REUTERS/Simon Dawson )

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar poundsterling menguat melawan rupiah dan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (9/7/2020). Menteri Keuangan Inggris Rishi Sunak yang Rabu kemarin menggelontorkan stimulus guna membangkitkan perekonomian disambut baik pelaku pasar.

Pada pukul 18:57 WIB, poundsterling menguat 0,13% melawan rupiah di Rp 18.118,26/GBP di pasar spot, melansir data Refinitiv. Pada saat yang sama, poundsterling menguat jauh lebih besar melawan dolar AS, berada di level US$ 1.2649 atau menguat 0,31%.

Sunak kemarin berjanji mengucurkan stimulus tambahan senilai US$ 38 miliar guna membangkitkan lagi perekonomian, dengan memberi bonus bagi perusahaan yang mempekerjakan lagi karyawannya, mengurangi pajak pertambahan nilai sektor perhotelan, serta menghapus pajak properti untuk pembelian rumah di bawah 500.000 poundsterling.

Dengan tambahan tersebut, total stimulus yang digelontorkan pemerintah Inggris guna menanggulangi efek virus corona (Covid-19) dan membangkitkan kembali perekonomian sebesar US$ 208 miliar atau setara 7,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Inggris 2019.

Selain itu, poundsterling juga mendapat tenaga setelah Kanserlir Jerman Angela Merkel mengatakan akan terus mendorong Uni Eropa mencapai kesepakatan dagang dengan Inggris. Untuk diketahui, Inggris dalam masa transisi setelah resmi bercerai dengan Uni Eropa atau yang dikenal dengan istilah Brexit. Masa transisi akan berlangsung hingga akhir tahun ini.

Selama masa transisi, belum ada perubahan status Inggris di pasar tunggal Eropa, artinya produk dari Inggris masih bebas keluar masuk di Benua Biru. Jika sampai 31 Desember nanti tidak ada kesepakatan, maka Inggris akan keluar dari pasar tunggal, artinya akan ada tarif ekspor-impor yang akan dikenakan.

Bila hal ini sampai terjadi, maka perekonomian Inggris terancam merosot lebih dalam. Apalagi saat ini pandemi penyakit akibat virus corona sudah membuat perekonomian global menuju jurang resesi.

Isu Brexit menjadi sangat penting bagi masa depan Inggris, karena akan berpengaruh untuk jangka panjang. Oleh karena itu, efeknya terhadap poundsterling lebih besar ketimbang pandemi Covid-19.

Dengan dukungan dari Merkel, salah satu pemimpin negara paling berpengaruh di Eropa, tentunya memunculkan harapan besar kedua belah pihak akan mencapai kesepakatan dagang. Poundsterling pun kembali perkasa.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article RI Kurangi Ketergantungan Dolar AS

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular