
Gagal Bayar & Ancaman Pailit! Lampu Kuning Emiten Properti

Jakarta, CNBC Indonesia - Sektor properti memang menjadi salah satu sektor yang terdampak paling parah ketika pandemi virus corona (Covid-19) menyerang. Di tengah penurunan daya beli masyarakat, penjualan sektor properti yang bukan barang kebutuhan pokok tentunya akan tergerus.
Karena hal inilah lembaga pemeringkat Moody's Investor Service memangkas rating atau peringkat emiten properti PT Modernland Realty Tbk (MDLN) dari sebelumnya Caa1 menjadi Ca dengan prospek ke depan tetaplah negatif.
Vice President and Senior Credit Officer Moody's, Jacinta Poh mengatakan, penurunan peringkat ini mengindikasikan adanya kemungkinan risiko gagal bayar Moderland dalam waktu dekat ini yang disebabkan oleh penurunan arus kas perusahaan dan terganggunya likuiditas karena pandemi Covid-19 yang menyebabkan terganggunya penjualan properti perseroan.
Kas dan setara kas perseroan mengalami penurunan menjadi Rp 180 miliar pada 31 Maret 2020 dari posisi akhir Desember 2019 sebesar Rp 554 miliar.
MDLN juga menyampaikan penundaan pembayaran Obligasi Berkelanjutan I Modernland Realty Tahap I Tahun 2015 seri B dengan nilai pokok Rp 150 miliar yang seharusnya jatuh tempo pada Selasa, 7 Juli 2020.
Tak hanya MDLN, terbaru, salah satu emiten properti dan perhotelan, PT Kota Satu Properti Tbk (SATU), baru saja menyelesaikan sidang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Sementara (PKPUS) pada 3 Juli lalu.
Beruntung, SATU berhasil berdamai dengan 7 dari 8 krediturnya dan diberikan kelonggaran berupa penundaan kewajiban pembayaran selama 32 hari.
Tidak hanya MDLN dan SATU, banyak emiten properti lain yang mengalami masalah karena pandemi virus corona yang berimbas pada penurunan harga saham.
Pergerakan Saham Properti YTD, per Sesi I, Rabu 8 Juli 2020
Mengacu data BEI, terpantau seluruh emiten properti besar yang melantai di bursa memiliki kinerja harga di bawah kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) alias underperform.
Bahkan beberapa emiten properti seperti PT Alam Sutra Realty Tbk (ASRI) masih terkoreksi sebesar 44,54% selama tahun berjalan.
Selain itu dipotongnya suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate dari 4,5% menjadi 4,25% oleh Bank Indonesia Juni lalu juga belum memberikan angin segar terhadap sektor properti Indonesia. Sejak 18 Juni ketika BI mengumumkan pengurangan suku bunga sebesar 25 bps, indeks properti IHSG sudah terkoreksi 6,20%.
Hal ini terjadi meskipun secara historis apabila BI Rate dipangkas, hal ini selalu menguntungkan sektor properti karena ketika tingkat KPR turun maka penjualan sektor properti akan meningkat, dan hal ini selanjutnya akan mengerek harga saham-saham properti.
Anomali ini terjadi tentunya karena daya beli masyarakat Indonesia yang belum pulih kembali, jangankan untuk membeli properti, masyarakat masih berpikir bagaimana caranya untuk membeli kebutuhan pokok sehari-hari.
Memang inflasi pada Juni lalu yang sebesar 0,18% (secara bulanan) dan IKK pada bulan yang sama sebesar 83,8 menunjukkan adanya perbaikan daya beli masyarakat, akan tetapi daya beli ini utamanya di sokong oleh kenaikan harga bahan pangan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(trp/trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000