Naik US$ 10 M dalam 3 Bulan, Cadev RI Dekati Rekor Tertinggi

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
07 July 2020 11:57
Dollar
Ilustrasi Dolar AS (REUTERS/Jose Luis Gonzalez)

Jakarta, CNBC Indonesia - Cadangan devisa (cadev) Indonesia mengalami peningkatan dalam tiga bulan beruntun setelah tergerus tajam di bulan Maret. Posisi cadangan devisa pada Juni bahkan mendekati rekor tertinggi sepanjang sejarah US$ 132 miliar yang dibukukan Januari 2018 lalu.

Bank Indonesia (BI) melaporkan cadangan devisa di bulan Juni sebesar US$ 131,7 miliar, naik US$ 1,2 miliar pada akhir Mei. Berdasarkan rilis BI, penerbitan surat utang pemerintah dalam mata uang dolar Amerika Serikat (AS) membantu mendongkrak cadangan devisa.

Pada Maret lalu, cadangan devisa Indonesia tergerus US$ 9,4 miliar hingga posisi akhir Maret berada di US$ 121 miliar, yang merupakan level terendah sejak Mei 2019.

Setelah mencapai level tersebut, cadangan devisa Indonesia mencatat kenaikan 3 bulan beruntun. Posisi cadangan devisa di bulan Juni juga menyamai torehan bulan Januari lalu, dan jika dilihat dari posisi akhir Maret US$ 121 miliar berarti mengalami kenaikan lebih dari US$ 10 miliar dalam 3 bulan terakhir.

"Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 8,4 bulan impor atau 8,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," sebut keterangan tertulis BI, Selasa (7/7/2020).

"Peningkatan cadangan devisa pada Juni 2020 terutama dipengaruhi oleh penerbitan sukuk global pemerintah. Ke depan, Bank Indonesia memandang cadangan devisa tetap memadai, didukung oleh stabilitas dan prospek ekonomi yang terjaga, seiring dengan berbagai respons kebijakan dalam mendorong pemulihan ekonomi," sebut keterangan tertulis BI.

Sukuk global Indonesia memang laris manis. Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan, minat investor terhadap sukuk global Indonesia sangat tinggi, di bulan Juni lalu permintaan melonjak hingga oversubscribed hampir 6,7 kali dari target emisi. Total ordebook yang masuk sebesar US$ 16,66 miliar, sementara target pemerintah sebesar US$ 2,5 miliar.

Adapun distribusi investor untuk tenor 5 tahun sebesar 32% investor syariah dari Timur Tengah dan Malaysia, 5% investor Indonesia, 40% investor Asia kecuali Indonesia, 12% investor Amerika Serikat dan 11% investor Eropa.

Sementara untuk sukuk dengan tenor 10 tahun didistribusikan sebesar 31% investor syariah, 5% investor Indonesia, 34% investor Asia kecuali Indonesia, 18% investor Amerika Serikat, dan 12% investor Eropa. Sedangkan untuk sukuk global dengan tenor 30 tahun didistribusikan sebesar 10% untuk investor syariah, 5% investor Indonesia, 44% investor Asia kecuali Indonesia, 8% investor Amerika Serikat, dan 33% investor Eropa.

Adapun imbal hasil yang ditentukan untuk sukuk global dengan tenor 5 tahun sebesar 2,30%, tenor 10 tahun sebesar 2,80%, dan tenor 30 tahun sebesar 3,80%.

Selain penerbitan sukuk global, neraca perdagangan Indonesia mencatat surplus US$ 2,09 miliar pada Mei 2020 akibat penurunan tajam impor ketimbang ekspor. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai ekspor bulan Mei sebesar US$ 10,53 miliar, mengalami kontraksi 28,95% secara tahunan atau year-on-year (YoY). Sementara nilai impor tercatat US$ 8,44 miliar, merosot 42,2% YoY.

Di tengah kondisi pandemi penyakit akibat virus corona (Covid-19), ada peluang tren tersebut masih berlanjut di bulan Juni akibat aktivitas bisnis yang masih belum pulih. Surplus yang terjadi tersebut berarti ada pemasukan devisa dari sektor perdagangan.

Apalagi, harga komoditas andalan Indonesia, minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) mengalami kenaikan di bulan Juni. Berdasarkan data Refinitiv, rata-rata harga CPO di bursa Malaysia pada bulan Juni sebesar 2.272 ringgit per ton, naik lebih dari 12% ketimbang rata-rata bulan Mei. Pada pertengahan Juni, harga minyak nabati ini bahkan berada di level tertinggi dalam 2 bulan terakhir.

Sementara harga batu bara, komoditas andalan ekspor lainnya mengalami penurunan tipis. Rata-rata harga batu bara acuan Newcastle di bulan Juni sebesar US$ 53,89 per ton, turun tipis 0,57% dari rata-rata bulan Mei.

Kebutuhan intervensi untuk menstabilkan rupiah juga terbilang minim di bulan Juni mengingat nilai tukar rupiah masih membukukan penguatan. Minimnya intervensi BI terlihat di pasar obligasi. Saat BI gencar melakukan intervensi di pasar obligasi, maka kepemilikan SBN akan meningkat. Tetapi di bulan Juni, nilai SBN yang dimiliki BI malah menurun.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) jumlah Surat Berharga Negara (SBN) yang dimiliki BI pada akhir Juni senilai Rp 208,27 triliun, menurun jauh ketimbang posisi akhir Mei Rp 248,17 miliar.

Alhasil, dengan berbagai faktor tersebut, cadangan devisa Indonesia kembali meningkat, menyamai torehan bulan Januari US$ 131,7 miliar, dan dekat rekor tertinggi sepanjang masa US$ 132 miliar.

TIM RISET CNBC INDONESIA 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular