Virus Corona Bermutasi, Rupiah Gigit Jari

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
06 July 2020 09:01
rupiah, bi
Ilustrasi Rupiah (REUTERS/Willy Kurniawan)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) lagi-lagi melemah di perdagangan pasar spot. Faktor eksternal dan domestik sama-sama menghambat laju penguatan mata uang Ibu Pertiwi.

Pada Senin (6/7/2020), US$ 1 setara dengan Rp 14.460 kala pembukaan pasar spot. Rupiah melemah tipis 0,07% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu.

Sepanjang minggu kemarin, rupiah melemah signifikan 2,12% di hadapan dolar AS secara point-to-point. Rupiah jadi mata uang terlemah di Asia.

Hari ini, sepertinya tren depresiasi belum bisa terlepas dari mata uang Tanah Air. Dari sisi eksternal, kekhawatiran investor (dan dunia) masih tertuju kepada pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan, jumlah pasien positif corona per 5 Juli 2020 adalah 11.125.245 orang. Bertambah 132.921 orang (1,21%) dibandingkan hari sebelumnya.

Namun pada 4 Juli, penambahan pasien dalam sehari mencapai 282.319 orang. Ini menjadi rekor tertinggi sejak WHO mencatat kasus corona pada 20 Januari.

Berdasarkan studi terhadap 60.000 sampel yang dikumpulkan WHO, diketahui bahwa sekitar sepertiga virus corona sudah mengalami mutasi. Virus corona hasil mutasi ini diberi nama D614G dan disebut lebih mudah untuk menginfeksi sel tubuh. Ini yang membuat virus lebih mudah menyebar dengan luas.

"Namun sejauh ini belum ada bukti bahwa mutasi tersebut menyebabkan gejala yang lebih parah," ujar Maria Van Kerkhove, Kepala Teknis Covid-19 WHO, seperti dikutip dari Reuters.

Penyebaran virus corona di dalam negeri juga patut mendapat perhatian. Gugus Tugas Percepatan Penaganan Covid-19 melaporkan jumlah pasien positif corona per 5 Juli adalah 63.749 orang. Bertambah 1.607 orang (2,59%) dibandingkan posisi hari sebelumnya.

Tambahan pasien baru sebanyak 1.607 orang dalam sehari adalah rekor tertinggi sejak Indonesia mencatatkan kasus pertama pada 1 Maret. Sedangkan kenaikan 2,59% menjadi yang tertinggi sejak 2 Juli.

"Peluang peningkatan risiko akibat kabar-kabar negatif cukup besar, sehingga dolar AS akan mudah menguat. Risiko ke bawah (downside risk) buat mata uang negara-negara lain masih tinggi," sebut Antje Praefce. FX Analyst Commerzbank, seperti dikutip dari Reuters.

Masih dari dalam negeri, investor menantikan rilis data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) periode Juni 2020. Pada Mei, IKK berada di 77,8, terendah sejak 2003.

IKK akan memberi gambaran bagaimana konsumen memandang kondisi perekonomian saat ini dan ke depan. Jika konsumen optimistis, maka ada kemungkinan porsi pendapatan yang dipakai untuk belanja akan meningkat. Dengan begitu, roda ekonomi akan berputar lagi.

Namun jika konsumen masih menahan diri, misalnya karena menjadi korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), maka sulit untuk berharap konsumsi akan terangkat. Padahal konsumsi rumah tangga adalah kontributor terbesar dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Jadi ketika konsumsi lesu, jangan harap ekonomi bisa tumbuh tinggi, bahkan mungkin yang ada malah kontraksi (pertumbuhan negatif).

Oleh karena itu, wajar data IKK sangat dinantikan oleh pelaku pasar. Semoga ada hasil positif sehingga sedikit banyak mampu mengurangi derita rupiah.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular