Fourth of July, Akankah Jadi Momen Bangkitnya Ekonomi AS?

Haryanto, CNBC Indonesia
04 July 2020 19:54
President Donald Trump speaks during a campaign rally at the BOK Center, Saturday, June 20, 2020, in Tulsa, Okla. (AP Photo/Sue Ogrocki)
Foto: Presiden Donald Trump berbicara selama kampanye di BOK Center di Tulsa, Okla. (AP / Sue Ogrocki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat kemarin (3/7/2020) diliburkan untuk memperingati Hari Kemerdekaan (Fourth of July).

Liburan tahun ini dapat membawa signifikansi unik ke pasar dan ekonomi yang telah diguncang oleh pandemi yang telah merenggut nyawa lebih dari setengah juta orang di seluruh dunia dan sejauh ini menginfeksi lebih dari 11 juta.

Pandemi virus corona yang mematikan telah memberikan latar belakang untuk meletusnya kerusuhan sipil di AS setelah pembunuhan warga sipil kulit hitam, George Floyd pada 25 Mei 2020 silam oleh seorang petugas kepolisian Minneapolis.

Seruan untuk keadilan sosial terjadi untuk Floyd dan yang lainnya, dan Hari Kemerdekaan ini, bagi sebagian orang, dapat memberikan refleksi yang suram jika tanpa perayaan.

Sebagai informasi, pada 2 Juli 1776 , Kongres Kontinental memberikan suara mendukung kemerdekaan melawan Inggris, dan dua hari kemudian delegasi dari 13 koloni menyelesaikan Deklarasi Kemerdekaan. Dan 4 Juli diabadikan sebagai hari libur federal oleh Kongres pada tanggal 28 Juni 1870.

Namun, kemerdekaan bagi sebagian orang Amerika, yang berada di bawah perbudakan pada akhirnya akan membuat negara ini menjadi negara Adidaya. Hal ini tidak dapat terwujud jika Proklamasi Emansipasi pada tahun 1863 tidak dideklarasikan, yang sekaligus menandai akhir perbudakan.

Kembali pada 1776, euforia untuk kebebasan dan perubahan dari bawah tirani Inggris memaksa warga sipil di Manhattan untuk merobohkan patung Raja George III.

Demikian pula, dalam adegan yang berulang di seluruh AS, warga yang memprotes ketidakadilan rasial telah meratakan patung-patung yang terkait dengan rasisme dan supremasi kulit putih.

Sementara itu pada bulan lalu, para pengunjuk rasa atau demonstran merobohkan patung Ulysses Grant (Presiden Amerika Serikat yang ke-18) dan penulis lagu kebangsaan AS, "Star-Spangled Banner", yakni Francis Scott Key, karena keduanya memiliki budak selama hidup mereka.

Pasar Saham

Beralih ke pasar saham saat ini telah mencoba untuk berjuang melalui berbagai volatilitas yang muncul pada periode yang bergejolak dalam sejarah di tahun 2020 ini.

Data perdagangan mencatat, Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 0,35% dan indeks S&P 500 menguat 0,45% dan telah naik hampir 40% sejak menyentuh level terendah akhir Maret lalu karena pandemi Covid-19 mengguncang kepercayaan investor.

Nasdaq Composite juga naik 0,52 % dan melesat hampir 50% dibandingkan periode yang sama, melansir Marketwatch.com.

Sementara pada perdagangan Kamis lalu (2/7/2020) DJIA naik 92,39 poin atau 0,4% menjadi 25.827,36, Nasdaq naik 53,00 poin atau 0,5% menjadi 10.207,63 dan S&P 500 menguat 14,15 poin atau 0,5% menjadi 3.130,01.

Sepekan ini Dow Jones melonjak 3,2%, S&P 500 melonjak 4% dan Nasdaq yang merupakan basis saham teknologi melonjak 4,6%.

Upaya awal untuk memulai kembali kegiatan bisnis yang belum merata dan dipenuhi oleh pembalikan pembatasan sosial di sejumlah negara bagian Selatan dan Barat AS, termasuk Florida, Texas dan California.

Setelah jumlah kasus harian terinfeksi virus corona di AS mencapai rekor dengan lebih dari 52.000 kasus virus corona baru pada hari Kamis kemarin (2/7/2020), menurut data yang dikumpulkan oleh Universitas Johns Hopkins.

Kenaikan kasus, yang sebesar 10.000 di Florida saja, memperumit perayaan 4 Juli yang banyak dibatalkan karena wabah, hal tersebut meningkatkan kekhawatiran bahwa pandemi akan memberikan pukulan yang lebih dalam bagi perekonomian.

Namun, bantuan dari bank sentral AS, Federal Reserve dan pemerintah AS yang mencapai triliunan dolar telah membantu pelaku pasar untuk memberanikan diri membeli aset berisiko di Wall Street.

Selain itu, sentimen positif lainnya juga datang di tengah laporan data dari Departemen Tenaga Kerja AS yang menunjukkan rekor lonjakan dalam pekerjaan di bulan Juni. Laporan itu mengatakan pekerjaan penggajian non-pertanian melejit sebesar 4,8 juta pekerjaan pada bulan Juni setelah melonjak 2,7 juta pekerjaan pada bulan Mei.

Sementara para ekonom telah memperkirakan lapangan kerja akan meningkat hanya sekitar 3,0 juta pekerjaan.

Departemen Tenaga Kerja juga mengatakan tingkat pengangguran turun menjadi 11,1% pada bulan Juni dari 13,3% pada bulan Mei. Di saat tingkat pengangguran diperkirakan akan turun ke 12,3%.

Attendees cheer for Vice President Mike Pence as he speaks during a campaign rally for President Donald Trump at BOK Center in Tulsa, Okla., Saturday, June 20, 2020. (ian Maule/Tulsa World via AP)Foto: Pendukung bersorak saat kampanye untuk Presiden Donald Trump di BOK Center di Tulsa, Okla. (ian Maule / Tulsa World via AP)
Attendees cheer for Vice President Mike Pence as he speaks during a campaign rally for President Donald Trump at BOK Center in Tulsa, Okla., Saturday, June 20, 2020. (ian Maule/Tulsa World via AP)

"Peningkatan 4,8 juta dalam penggajian non-pertanian pada bulan Juni memberikan konfirmasi lebih lanjut bahwa rebound ekonomi awal telah jauh lebih cepat daripada yang kami dan sebagian besar lainnya perkirakan," kata Michael Pearce, Ekonom Senior AS di Capital Economics, melansir RTTNews.

Selain itu, data ekonomi yang menggembirakan lainnya juga menopang kinerja ekuitas, indeks manufaktur Institute for Supply Management (ISM) bulan Juni naik menjadi 52,6 dari 43,1 pada Mei. Angka di atas 50 menunjukkan ekspansi.

Sementara itu, pesanan baru untuk barang-barang manufaktur AS menunjukkan rebound besar di bulan Mei, menurut sebuah laporan yang dirilis oleh Departemen Perdagangan AS pada hari Kamis kemarin. Pesanan pabrik melonjak 8,0% pada Mei setelah anjlok 13,5% pada April.

Data-data ekonomi yang menunjukkan pertumbuhan, mensinyalir bahwa perekonomian Negeri Paman Sam tersebut mulai pulih dari hantaman keras pandemi Covid-19.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(har/har)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ternyata Ini Alasan Amerika Serikat Jadi Penguasa Ekonomi Dunia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular