Berada di Rp 14.300/US$, Terlemah Sebulan & Terburuk di Asia

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
02 July 2020 15:48
Ilustrasi Rupiah dan Dolar di Bank Mandiri
Foto: Ilustrasi Rupiah dan Dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah cukup signifikan melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (2/6/2020), hingga mencapai level terlemah dalam satu bulan terakhir. Rupiah kini mencatat pelemahan dalam 6 hari beruntun.

Rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di Rp 14.190/US$, tetapi tidak lama rupiah kemudian masuk ke zona merah. Depresiasi rupiah semakin membengkak mengakhiri perdagangan di level Rp 14.305/US$, melemah 0,81% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Level tersebut merupakan yang terlemah dalam satu bulan terakhir.

Lebih ngenes lagi, rupiah menjadi mata uang terburuk di Asia hari ini. Saat mayoritas mata uang utama Asia menguat, rupiah justru melemah, bahkan bisa dibilang tajam.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia hingga pukul 15:08 WIB.

Sejak mencapai level terkuat 3 bulan Rp 13.810/US$ pada 8 Juni lalu, rupiah berbalik arah dan dalam tren melemah. Pelemahan per harinya memang tipis-tipis, tetapi berlangsung secara terus menerus, hingga melemah tajam pada hari ini. Total pelemahan rupiah dalam 6 hari sebesar 1,6%.

Rupiah terlihat kehilangan daya tariknya dimata investor. Hal ini terlihat dari survei 2 mingguan Reuters yang menunjukkan para pelaku pasar mulai "membuang" rupiah dengan mengurangi posisi beli (long) dalam 2 pekan terakhir.

Survei dari Reuters tersebut menggunakan rentang -3 sampai 3. Angka positif berarti pelaku pasar mengambil posisi beli (long) terhadap dolar AS dan jual (short) terhadap rupiah, begitu juga sebaliknya.

Hasil survei terbaru yang dirilis Kamis (25/6/2020) kemarin menunjukkan angka -0,05, memburuk dari rilis dua pekan sebelumnya -0,69.

Dengan angka minus yang semakin menipis menjadi -0,05, berarti investor mulai melepas posisi beli (long) rupiah setelah terus meningkat dalam satu bulan terakhir. Apalagi posisi tersebut nyaris menjadi positif yang berarti investor mengambil posisi jual (short) rupiah. Sehingga tekanan terhadap rupiah kembali meningkat.

Menurut survei tersebut, adanya risiko penyebaran pandemi penyakit akibat virus corona (Covid-19) menjadi penyebab investor kembali melepas aset-aset negara emerging market, termasuk Indonesia. Apalagi, menurut Reuters pelaku pasar melihat Bank Indonesia (BI) akan kembali memangkas suku bunga acuannya.

Saat BI kembali memangkas suku bunga, maka yield obligasi juga akan ikut menurun, sehingga daya tariknya akan berkurang. Aliran modal ke dalam negeri berisiko tersendat, rupiah pun kekurangan bensin untuk kembali menguat.

Sementara itu lonjakan kasus pandemi penyakit virus corona (Covid-19) di AS memberikan sentimen negatif ke pasar finansial hari ini. Kemarin, Negeri Paman Sam melaporkan 47 ribu kasus baru, yang merupakan rekor penambahan harian sejak awal terpapar.

Reuters melaporkan Texas, Arizona dan California menjadi episentrum baru penyebaran wabah. Peningkatan kasus yang signifikan ini membuat WHO menyarankan untuk menerapkan lockdown kembali bagi negara-negara dengan jumlah pertambahan kasus yang signifikan.

Di sisi lain, kabar baik datang dari perkembangan vaksin Covid-19. CNBC International melaporkan, kandidat vaksin Covid-19 yang dikembangkan oleh kerja sama perusahaan farmasi AS dan Jerman (Pfizer & BioNTech) menunjukkan hasil yang positif. Kandidat vaksin tersebut dikabarkan mampu menghasilkan antibodi yang dapat menetralkan virus.

Kabar baik tersebut masih belum mampu mengangkat kinerja rupiah hari ini hingga mencatat pelemahan 6 hari beruntun.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sentuh Rp 16.500/US$, Rupiah Terus Terpuruk

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular