
Sempat Koreksi Dalam & Asing Kabur, IHSG Ditutup Drop 0,05%

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan awal pekan Senin (29/6/20) ditutup turun tipis 0,05% di level 4.901,81.
Data perdagangan mencatat, investor asing kembali melakukan aksi jual bersih sebanyak Rp 568 miliar di pasar reguler hari ini dengan nilai transaksi hari ini menyentuh Rp 5,3 triliun.
Saham yang paling banyak dilepas asing hari ini adalah PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dengan jual bersih sebesar Rp 114 miliar dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) yang mencatatkan net sell sebesar Rp 124 miliar.
Sejalan dengan IHSG, bursa di kawasan Asia terpantau merah, Hang Seng Index di Bursa Hong Kong ambles sebesar 1,01%, Nikkei di Jepang terdepresiasi sebesar 2,31%, sedangkan STI Singapore juga turun 1,14%.
Beralih ke bursa saham Wall Street, ada kabar buruk di mana tiga indeks utamanya pada perdagangan Jumat (26/06/20) ditutup ambles. Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun2,84%, S&P 500 terkoreksi2,42%, dan Nasdaq Composite terdepresiasi2,59%. Sementara indeks kontrak berjangka Dow Futures terpantau turun 0,15%
Sentimen negatif dari pasar global datang dari Dana Moneter Internasional (IMF) yang selain merevisi turun angka proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun ini, IMF juga mempublikasikan kajiannya yang mengatakan pasar saat ini sangatlah riskan terkoreksi mengingat fundamentalnya yaitu ekonomi yang masih sangat rapuh.
Lembaga keuangan global yang bermarkas di Washington DC tersebut menyoroti reli di pasar keuangan yang terjadi, terutama di pasar saham. Sejak menyentuh titik dasar (bottom) pada 23 Maret 2020, pasar ekuitas global mengalami reli tak terbendung.
IMF melihat bahwa saat ini terjadi diskoneksi antara pasar dan kegiatan ekonomi riil yang berpotensi membuat harga-harga aset terkoreksi alias hanya fenomena bear market rally. Fenomena ini juga pernah terjadi pada krisis-krisis sebelumnya.
"Diskoneksi antara pasar dan ekonomi riil meningkatkan risiko terjadinya koreksi harga aset-aset keuangan ketika selera investor terhadap risiko memudar, hal ini akan menjadi ancaman untuk pemulihan" kata IMF dalam Global Financial Stability Report.
"Mengacu pada pemodelan yang dibuat oleh staf IMF, perbedaan antara harga pasar dan valuasi fundamentalnya berada di level tertinggi dalam sejarah hampir di seluruh negara maju untuk pasar saham dan surat utangnya, meski yang terjadi justru sebaliknya untuk saham di beberapa negara berkembang" tulis laporan tersebut.
Ahli strategi ekuitas Citi, Tobias Levkovich, di hari Jumat, merilis hasil survei manajer dana institusional baru yang mengungkapkan kekhawatiran yang signifikan. Mereka mempertahankan uang tunai dua kali rata-rata untuk jangka jangka panjang.
Hanya sepertiga responden yang berpikir S&P akan kembali ke level awal Juni di atas 3.200 pada akhir tahun dan, ketika ditanya apakah pasar akan mengalami 20% drop atau 20% reli menunjukkan bahwa 70% manajer investasi memperkirakan penurunan sebesar 20%.
Sementara itu sentimen negatif dari dalam negeri datang dari perkembangan terbaru kasus mega-skandal PT Asuransi Jiwasraya setelah Kejaksaan Agung menetapkan tujuh individu dan 13 perusahaan manajer investasi sebagai tersangka.
Hal ini menyebabkan berberapa perusahaan manajer investasi sulit untuk menjual produk reksadananya dan bukan tidak mungkin ada ketakutan di antara para investor reksadana sehingga terjadinya redemption besar-besaran yang tentunya akan mendorong mundur harga saham secara umum.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(trp/trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000