Sudah Move On dari Ramalan Seram IMF, Rupiah Tak Lagi Lemah

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
26 June 2020 09:15
Ilustrasi Dollar Rupiah
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat di perdagangan pasar spot hari ini. Pelaku pasar sepertinya sudah move on dari proyeksi terbaru Dana Moneter Internasional (IMF) yang kemarin membikin geger.

Pada Jumat (26/6/2020), US$ 1 setara dengan Rp 14.100 kala pembukaan pasar spot. Sama persis dengan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya alias stagnan.

Namun rupiah sudah ngebet ingin ke zona hijau. Pada pukul 09: WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.095 di mana rupiah menguat 0,04%.

Kemarin, pasar keuangan dunia bergejolak setelah merespons laporan terbaru IMF. Lembaga yang dipimpin Kristalina Georgieva itu merevisi prakiraan ekonomi global 2020 yang awalnya terkontraksi (tumbuh negatif) -3% menjadi -4,9%.

"Pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) memberi dampak negatif terhadap aktivitas masyarakat lebih parah dibandingkan perkiraan sebelumnya dan pemulihan ekonomi akan berlangsung secara gradual. Dampak terhadap pendapatan rumah tangga begitu parah, menghapus segala kemajuan yang telah dicapai dalam hal pengentasan kemiskinan sejak 1990-an," sebut keterangan tertulis IMF.

Namun sepertinya hari ini sentimen itu mulai mereda. Sebab rilis data ekonomi teranyar memberi konfirmasi bahwa terjadi perbaikan.

Di AS, jumlah klaim tunjangan pengangguran pada pekan yang berakhir 20 Juni tercatat 1,48 juta, berkurang 60.000 dibandingkan sepekan sebelumnya. Sejak mencapai puncak di 6,86 juta pada Maret, klaim tunjangan pengangguran terus menurun yang menandakan dunia usaha mulai membuka lapangan kerja meski belum masif.

Data lainnya adalah pemesanan barang tahan lama (durable goods) yang pada Mei 2020 melonjak 15,8% dibandingkan bulan sebelumnya. Ini menjadi rekor tertinggi sejak Juli 2014.

Sementara pemesanan barang modal inti (non-pertahanan dan di luar pesawat terbang) tumbuh 2,3% pada Mei 2020 dibandingkan sebulan sebelumnya. Ini menjadi pertumbuhan tertinggi sejak Januari 2016.

Kemudian di Korea Selatan, pembacaan awal indeks keyakinan konsumen periode Juni adalah 8,18. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 77,6. Masih di bawah 100, tetapi setidaknya ada perbaikan.

Berbagai data ini membuat investor nyaman, karena harapan pemulihan ekonomi tidak pudar. Masih ada, walau risikonya tetap tinggi.

Risiko paling utama tentu penyebaran virus corona. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat jumlah pasien positif corona di seluruh dunia per 25 Juni adalah 9.296.202 orang. Bertambah 167.056 orang (1,83%). Secara nominal dan persentase, ini menjadi yang tertinggi sejak 21 Juni.

Di beberapa negara, pemerintah setempat memutuskan untuk kembali mengetatkan pembatasan sosial (social distancing) akibat lonjakan kasus corona. Misalnya pemerintah Negara Bagian Texas (AS). Negara bagian ini sudah melakukan reopening tetapi terpaksa ditutup lagi karena jumlah pasien baru yang dibawa ke rumah sakit terus mencatat rekor tertinggi dalam 13 hari beruntun.

"Ini adalah penghentian sementara untuk mencegah penyebaran virus lebih lanjut. Sampai nanti saatnya kita bisa aman memasuki fase reopening yang selanjutnya," kata Greg Abbott, Gubernur Texas, seperti diberitakan Reuters.

Jika penambahan pasien corona semakin tidak terkendali dan kian banyak daerah yang kembali ditutup, maka roda ekonomi bakal berhenti lagi. Jika ini terjadi, sulit untuk berharap ekonomi bisa bangkit dalam waktu dekat.

Oleh karena itu, sentimen di pasar keuangan global juga akan terus naik-turun. Tidak akan stabil sampai akar masalah selesai.

Selagi belum ada obat atau vaksin yang manjur menangkal virus yang bermula dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China itu, maka ketidakpastian masih sangat tinggi. Siap-siap saja menghadapi situasi pasar yang bisa berubah sewaktu-waktu.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular