Rupiah & Saham Babak Belur Kemarin Gegara IMF, Pulih dong!

Tri Putra & Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
26 June 2020 07:05
Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Tanah Air pada perdagangan Kamis kemarin (25/6/2020) dihantam cukup keras dengan data terbaru yang dikeluarkan oleh Dana Moneter Internasional (IMF) lewat proyeksi atau outlook ekonomi global berjudul "A Crisis Like No Other, An Uncertain Recovery".

Outlook yang dirilis pada Rabu (24/6) tersebut membuat ramalan yang makin buruk soal ekonomi global. Ekonomi dunia diproyeksi akan -4,9%. Angka ini lebih rendah 1,9 poin persentase dibanding outlook IMF pada April 2020, yakni -3%.

"Pandemi Covid-19 memiliki dampak yang negatif pada paruh pertama 2020 daripada yang diperkirakan," tulis lembaga itu, dikutip CNBC Indonesia, Kamis (25/6/2020).

Pemulihan ekonomi diproyeksi akan lebih lambat dan bertahan dari yang diprediksi sebelumnya. Di 2021 ekonomi global diramal 5,4%, atau lebih rendah 6,5 poin persentase dibanding outlook Januari 2020.

"Dampak buruk pada rumah tangga berpenghasilan rendah sangat akut, membahayakan," tulis lembaga itu lagi.

Secara terperinci, negara maju akan mengalami kontraksi 8% di 2020, meski tumbuh 4,8% di 2021. Amerika Serikat akan berkontraksi 8% sedangkan Zona Eropa kontraksi 10,2%. Ekonomi Italia dan Spanyol akan -12,8% sedangkan Prancis -12,5%. Jerman -7,8% sementara Inggris -10,2%. Kanada, akan -8,4%. Sementara ekonomi Jepang -5,8%.

Ekonomi negara berkembang secara general akan minus 3%, dan akan positif kembali 5,9% di 2021, di mana China di 2020, tetap tumbuh 1%. Namun kawasan Asia lain mencatat kontraksi, seperti India -4,5% dan ASEAN-5 -2%. Khusus di RI, ekonomi di 2020 -0,3%.

Dihantam kabar ini, bursa saham di kawasan Asia pada perdagangan Kamis kemarin terpantau mayoritas ditutup di zona merah.

Penurunan terjadi setelah pelaku pasar merespons proyeksi IMF ini. Di Jepang, Indeks Nikkei anjlok 1,22% setelah rilis Kementerian Keuangan Jepang yang menunjukkan keluarnya dana asing sebesar 421 miliar yen di pasar modal Jepang selama sepekan terakhir.

Sementara itu di Korea Selatan, Indeks Kospi ambles 2,27%, di Singapura indeks STI terdepresiasi1,46%, dan di Australia indeks ASX 200 anjlok 2,48%.

Adapun bursa saham China dan Hong Kong sedang libur menyusul perayaan Festival Perahu Naga. Beruntung acara yang sering diasosiasikan dengan mengkonsumsi makanan lokal Bak Cang ini berhasil menahan kejatuhan bursa di negara Panda dan wilayah administratifnya itu.

Sedangkan dari dalam negeri Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup ikut mengalami depresiasi sebesar1,37% ke level 4.896,73. Data perdagangan BEI mencatat, investor asing kembali melakukan aksi jual bersih sebanyak Rp 195 miliar di pasar reguler dengan nilai transaksi hari ini menyentuh Rp 6 triliun.

Saham yang paling banyak dilepas asing kemarin adalah PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) dengan jual bersih sebesar Rp 62 miliar dan PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) yang mencatatkan net sell sebesar Rp 42 miliar.

William Surya Wijaya, Direktur PT Indosurya Bersinar Sekuritas, menilai peluang pelemahan IHSG pada perdagangan Jumat ini (26/6/2020) terlihat masih cukup besar dalam pola gerak IHSG. Sedangkan sentimen dari market global dan regional yang sedang berada dalam tekanan serta melemahnya nilai tukar rupiah turut memberikan dampak negatif terhadap pergerakan IHSG,

"Momentum koreksi wajar masih dapat dimanfaatkan oleh investor untuk melakukan akumulasi pembelian dengan target jangka pendek, hari ini IHSG berpotensi bergerak melemah," katanya, dalam riset, Jumat ini.

Rupiah

Nilai tukar rupiah juga mendapat tekanan setelah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis kemarin, meski masih tipis hingga tengah hari. Proyeksi pertumbuhan ekonomi global terbaru dari IMF membuat sentimen pelaku pasar memburuk, yang membuat rupiah tertekan.

Rupiah mengawali perdagangan dengan stagnan di Rp 14.080/US$, kemudian sempat menguat 0,07% sesaat sebelum masuk ke zona merah. Depresiasi rupiah berlanjut hingga 0,28%, tetapi di penutupan perdagangan mampu dipangkas menjadi 0,14% di Rp 14.100/US$, di pasar spot, melansir data Refinitiv.

Dengan pelemahan tersebut rupiah menjadi mata uang dengan kinerja terburuk kedua di Asia, hanya lebih baik dari yuan China yang melemah 0,28% hingga pukul 15:32 WIB. Tetapi posisi tersebut bisa berubah mengingat perdagangan di negara lain masih belum berakhir.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Benua Kuning.

Rupiah 25 Juni 2020Foto: Rupiah 25 Juni 2020
Rupiah 25 Juni 2020

unknown.gif

Rupiah sebenarnya mulai mengumpulkan momentum penguatan dalam 2 hari terakhir. Pada perdagangan Selasa rupiah berakhir stagnan, menghentikan rentetan penurunan dalam 2 hari perdagangan sebelumnya. Rabu lalu, rupiah akhirnya mampu menguat.

Tanda-tanda pemulihan ekonomi di Eropa membuat sentimen pelaku pasar membaik kemarin dan rupiah mendapat tenaga menguat.

Selasa lalu, Markit melaporkan purchasing managers' index (PMI) manufaktur dan jasa dari zona euro yang cukup mengejutkan. PMI manufaktur Prancis kembali menunjukkan ekspansi, kemudian Jerman dan zona euro secara keseluruhan meski masih berkontraksi tetapi menunjukkan perbaikan yang jauh lebih baik dari prediksi analis.

Begitu juga dengan sektor manufaktur Inggris yang kembali berekspansi setelah mengalami kontraksi tajam dalam 3 bulan beruntun.

Data PMI tersebut mengingatkan PMI manufaktur China yang juga langsung berekspansi ketika kebijakan lockdown dilonggarkan.

Harapan akan pemulihan ekonomi V-shape pun kembali muncul, yang membuat mood pelaku pasar membaik. Tetapi sayangnya mood pelaku pasar kembali memburuk kemarin, yang membuat rupiah akhirnya tertekan.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Batu Bara Ambrol 50% ke Bawah US$ 200, Awas Rupiah Merana!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular