
Ekonomi Mulai Bangkit, Euro Melesat Naik ke Atas Rp 16.000

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar euro melesat naik melawan rupiah pada perdagangan Selasa (23/6/2020) hingga ke atas Rp 16.000/US$. Tanda-tanda kebangkitan ekonomi zona euro menjadi penopang penguatan mata uang 19 negara ini.
Euro pada perdagangan hari ini sempat melesat 1% ke Rp 16.045,75/EUR, sebelum terpangkas dan berada di level Rp 15.921,72 atau menguat 0,25% di pasar spot pada pukul 18:16 WIB, melansir data Refiitiv.
Tanda-tanda kebangkitan ekonomi zona euro terlihat dari data aktivitas bisnis (manufaktur dan jasa). Markit hari ini melaporkan purchasing managers' index (PMI) kedua sektor tersebut yang menunjukkan peningkatan lebih besar dari prediksi.
PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di bawah 50 berarti kontraksi, sementara di atas 50 berarti ekspansi.
Prancis menjadi negara yang paling mengejutkan, PMI manufaktur dan jasa kembali menunjukkan ekspansi. PMI manufaktur dirilis sebesar 52,1 di bulan ini, dari bulan Mei 40,6. Rilis tersebut lebih tinggi dari prediksi di Forexfactory sebesar 46,1, dan menjadi ekspansi pertama dalam 5 bulan terakhir. PMI sektor jasa dilaporkan sebesar 50,3 lebih tinggi dari prediksi 44,9.
Jerman, negara dengan nilai ekonomi terbesar di Eropa juga membukukan kenaikan PMI manufaktur dan jasa masing-masing menjadi 44,6 dan 45,8, meski masih berkontraksi tetapi lebih tinggi dari prediksi 41,5 dan 41,7.
Kemudian zona euro secara keseluruhan, PMI manufaktur dilaporkan sebesar 46,9 lebih tinggi dari prediksi 43,8, dan PMI jasa sebesar 47,3 jauh lebih tinggi dari prediksi 40,5.
Data tersebut memberikan harapan jika perekonomian zona euro akan segera bangkit setelah merosot tajam akibat pandemi penyakit akibat virus corona (Covid-19). Nilai tukar euro pun menguat.
Euro juga menguat melawan dolar AS sebesar 0,25% ke US$ 1,1284.
Adanya risiko penyebaran Covid-19 gelombang kedua membuat membuat daya tarik dolar AS menurun oleh analis dari Deuchte Bank, Sameer Goel.
Melansir CNBC International, Goel mengatakan pasar mata uang saat ini menghadapi "berbagai arus silang" di tengah kekhawatiran gelombang kedua Covid-19 di dunia. "Pertanyaan besar" bagi investor saat ini apakan dolar AS masih akan menjadi aset safe haven saat munculnya potensi gelombang kedua tersebut.
Goel menyatakan, potensi lonjakan kasus Covid-19 akan membuat dolar AS melemah melawan mata uang negara maju lainnya, bahkan kemungkinan juga melemah melawan yuan China.
"Permintaan dolar AS dalam kondisi darurat tampaknya mulai berkurang" kata Goel sebagaimana dilansir CNBC International.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sentuh Rp 16.500/US$, Rupiah Terus Terpuruk
