
Amazon Cs di AS Kebal Corona, Bagaimana Saham Teknologi RI?

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga saham-saham tekonologi di Amerika Serikat (AS) menjadi pilhan investor pada saat pandemi virus corona dan tercatat naik signifikan. Saham-saham teknologi besar yang melantai di Nasdaq yang disebut para investor dengan julukan FANG (Facebook, Amazon, Netflix, Google) tercatat naik tinggi selama 2020.
Keempat saham ini rata-rata berhasil terbang 27% secara tahun berjalan, bandingkan dengan harga emas yang hanya berhasil naik sebesar 13,6% di periode yang sama, bahkan indeks-indeks saham di berbagai negara sebagian besar masih mengalami depresiasi.
Di tengah serangan pandemi Covid-19 perusahaan-perusahaan teknologi besar ini berhasil bertahan. Rilis laporan keuangan kuartal pertama menunjukkan perusahaan-perusahaan ini bahkan mampu membukukan pertumbuhan pendapatan meskipun lebih pelan dibanding biasanya.
Berhasil bertahannya perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor teknologi ini menyebabkan investor memiliki keyakinan untuk memborong sahamnya yang tentunya menyebabkan harganya terapresiasi.
Bagiamana dengan Indonesia? Simak kompilasi kinerja saham-saham tekonologi yang melantai di bursa lokal berikut.
Saham PT Multipolar Technologies Tbk (MLPT) berhasil bertahan dari serangan virus corona. Saham induk usaha aplikasi pembayaran daring OVO ini berhasil terapresiasi sebesar 49.55% sejak tahun berjalan.
Hal ini dikarenakan sejak terjadinya pandemi Covid-19, masyarakat untuk tidak lagi melakukan pembayaran dengan uang cash agar tidak terjadi kontak fisik sehingga penggunaan aplikasi pembayaran daring semakin meningkat.
Namun ada sedikit catata bagi investor yang ingin berinvestasi di saham ini. Pasalnya likuiditas saham ini tidak terlalu baik, selama 6 bulan terakhir transaksi harian saham ini hanyalah Rp 20 juta per hari.
Selain itu, buruknya likuiditas menyebabkan rawan terjadinya cornering di saham ini, dimana market maker dari saham ini dapat menggerakan saham dengan mudah ke harga tertentu.
Kejadian serupa juga terjadi di saham-saham sektor teknologi lainya di Indonesia, bahkan berberapa di antaranya tergolong sebagai saham 'tidur' alias saham yang tidak ditransaksikan sama sekali.
Ketidak-tertarikan investor lokal di saham berbasis teknologi ini wajar, sebab secara umum memang valuasi di saham ini lebih mahal dibanding perusahaan konvensional.
Di AS perbandingan harga pasar dibanding dengan nilai buku (PBV) perusahaan berbasis teknologi sebesar 5 kali biasanya sudah tergolong murah, bandingkan dengan anggapan bahwa perusahaan konvensional yang memiliki PBV diatas 2 kali sebagai valuasi yang mahal.
Ditambah nama-nama besar perusahaan berbasis teknologi rintisan dengan valuasi di atas US$ 1 milyar alias unicorn belum ada yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI). Praktis hanya OVO saja yang sudah melantai di bursa lokal, itupun tidak secara langsung hanya melalui induk usahanya MLPT.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(trp/hps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Deretan Saham yang Diborong & Dilepas Asing di Semester I