
Tarik Ulur! Dolar Singapura Bertahan di Atas Rp 10.000/US$

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Singapura bergerak volatil melawan rupiah hingga pertengahan perdagangan Rabu (17/6/2020), dan masih bertahan di atas level Rp 10.000/US$. Sentimen positif dan negatif sedang tarik ulur menjadi penyebab dolar Singapura bergerak naik turun, menguat dan melemah.
Pada pukul 11:05 WIB, SG$ 1 setara Rp 10.050,9, nyaris stagnan dibandingkan posisi penutupan kemarin. Sebelumnya mata uang Negeri Merlion ini sempat melemah 0,26% dan menguat 0,33%.
Data dari Singapura yang dirilis pagi tadi menunjukkan ekspor non-minyak domestic (non-oil domestic export/NODX) turun 4,5% year-on-year (YoY) di bulan Mei, setelah membukukan penguatan tiga bulan beruntun. Sementara jika dilihat secara bulanan, NODX turun 4,5%, setelah turun 5,1% di bulan April.
Di tengah pandemi penyakit virus corona (Covid-19) penurunan tajam tingkat ekspor menjadi hal yang wajar, sebab banyak negara menerapkan kebijakan karantina wilayah (lockdown), yang menyebabkan aktivitas perekonomian menurun drastis bahkan nyaris terhenti.
Tanpa aktivitas ekonomi, permintaan ekspor-impor pun menjadi menurun.
Sementara itu sejak awal pekan sentimen pelaku pasar sedang bagus merespon stimulus moneter yang digelontorkan oleh bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed).
Pada Senin tengah malam, The Fed mengumumkan akan membeli obligasi perusahaan di pasar sekunder melalui program Secondary Market Corporate Credit Facility (SMCCF) mulai Selasa (16/6/2020)
Pengumuman tersebut membuat mood pelaku pasar membaik dan kembali mengalirkan modalnya ke negara emerging market yang memberikan imbal hasil tinggi. Rupiah pun mampu menguat melawan dolar Singapura kemarin.
Tetapi pada hari ini, Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) mengirim hawa yang kurang bagus.
IMF memprediksi perekonomian global di tahun 2020 akan lebih buruk lagi ketimbang proyeksi sebelumnya di bulan April. Saat itu, IMF memprediksi perekonomian global akan mengalami kontraksi 3% di tahun ini. Proyeksi terbaru dari IMF tentunya lebih besar dari itu, bahkan dikatakan menjadi yang terburuk sejak Depresi Besar (Great Depression) di AS pada tahun 1930an.
"Untuk pertama kalinya sejak Great Depression, baik negara maju atau berkembang akan mengalami resesi pada tahun 2020. Data Outlook Ekonomi Global mendatang sepertinya menunjukkan tingkat pertumbuhan negatif, bahkan lebih buruk daripada yang diperkirakan," kata Kepala Ekonom IMF Gita Gopinath dalam sebuah blog, dikutip dari CNBC International.
Akibat sentimen negatif dari IMF, rupiah belum mampu melanjutkan penguatan melawan dolar AS, dan masih berada di atas Rp 10.000/SG$
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kurs Dolar Singapura Tembus Rp 11.500, Termahal dalam Sejarah
