Dapat Suntikan Tenaga dari The Fed, Rupiah Juara Asia

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
16 June 2020 15:54
Dollar AS - Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Dollar AS - Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah masih menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) hingga pertengahan perdagangan Selasa (16/6/2020). Pengumuman dari bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) tengah malam tadi memberikan suntikan tenaga bagi rupiah untuk menguat.


Saat pembukaan perdagangan, rupiah melemah 0,21% ke Rp 14.080/US$. Tetapi tidak lama, rupiah langsung berbalik menguat hingga 0,28% ke Rp 0,28% ke Rp 14.010/US$. Penguatan rupiah terpangkas dan mengakhiri perdagangan di level Rp 14.020/US$ di pasar spot, melansir data Refinitiv.


Dengan penguatan tersebut rupiah menjadi juara alias mata uang dengan kinerja terbaik di Asia. Bahkan, hingga pukul 15:03 WIB, selain rupiah hanya 3 mata uang yang menguat melawan dolar AS hari ini.


Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia

Sentimen pelaku pasar yang membaik, yang tercermin dari penguatan bursa saham, membuat rupiah kembali perkasa. Penguatan bursa terjadi setelah bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) Senin tengah malam waktu Indonesia mengumumkan mulai hari ini akan membeli obligasi perusahaan di pasar sekunder melalui program Secondary Market Corporate Credit Facility (SMCCF).

Program tersebut sudah diumumkan pada 23 Maret lalu, dan merupakan salah satu dari beberapa fasilitas yang dikeluarkan The Fed guna meredam dampak pandemi penyakit virus corona (Covid-19) ke perekonomian.


Bursa saham AS (Wall Street) yang anjlok di awal perdagangan berbalik melesat naik setelah pengumuman tersebut, dan berimbas ke bursa saham Asia dan Eropa hari ini.


Saat sentimen pelaku pasar membaik, maka aliran modal akan masuk ke negara-negara emerging market. Capital inflow terlihat di pasar obligasi, yield Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun turun 3,7 basis poin (bps) menjadi 7,202%.

Sebagai informasi, pergerakan yield obligasi berbanding terbalik dengan harganya. Ketika yield turun, berarti harga sedang naik. Sebaliknya, ketika yield naik, berarti harga sedang turun.


Saat harga naik, artinya permintaan sedang tinggi dan menjadi indikasi aliran modal masuk ke pasar obligasi yang menopang penguatan rupiah.



Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam keterangan pers APBN KiTa (Kinerja dan Fakta) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Republik Indonesia (RI) akan berkontraksi alias minus di kuartal II-2020.


Sri Mulyani mengatakan tahun ini tantangan sangat berat, akibat pandemi penyakit virus corona (Covid-19) yang belum diketahui sampai kapan berlangsung.


"2020 adalah tahun yang sangat ekstra ordinary. Pandemi Covid-19 adalah tantangan yang belum ada jawaban kapan akan berakhir dan bagaimana respons yang paling efektif," kata Sri Mulyani dalam keterangan pers APBN KiTa edisi Juni 2020, Selasa (16/6/2020).


Akibat tekanan tersebut perekonomian global termasuk Indonesia mengalami kemerosotan dan diprediksi mengalami kontraksi 3,1% pada periode Mei-Juni.


"Pada kuartal II akan ada kontraksi karena PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) dilakukan dan memberi kontribusi ke pertumbuhan ekonomi yang besar. Ini akan mempengaruhi kuartal II yang kita perkirakan -3,1%," katanya.


Namun pada kuartal III dan IV, Sri Mulyani, kondisi perekonomian diperkirakan membaik dan pertumbuhan ekonomi kembali ke teritori positif. Oleh karena itu, pemerintah masih mempertahankan proyeksi pertumbuhan ekonomi 2020 di kisaran -0,4% hingga 2,3%.


"Meskipun point estimate kita mendekati 0-1%. Kita akan liat terus dari berbagai perkembangan," katanya.


Meski diramal akan mengalami kontraksi, tetapi rupiah bergeming. Pelaku pasar sepertinya sudah maklum perekonomian mengalami kontraksi akibat pandemi Covid-19. Tidak hanya Indonesia, tetapi seluruh negara mengalami kemerosotan ekonomi.


Maklum saja, guna meredam penyebaran virus corona, negara-negara menerapkan kebijakan karantina wilayah (lockdown) sehingga aktivitas ekonomi menurun tajam bahkan nyaris terhenti. Sehingga kemerosotan ekonomi tak bisa dihindari.


Pasar kini lebih melihat bagaimana negara bangkit dari kemerosotan ekonomi, salah satunya denga new normal, sederhanya memutar kembali roda perekonomian dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat.


Sentimen new normal tersebut menjadi salah satu yang menopang penguatan rupiah belakangan ini.


TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular