
Corona 'Gentayangan' Lagi di China, Rupiah Tetap Perkasa!

Namun memasuki akhir pekan, aura di pasar berubah. Ini ditandai dengan penguatan signifikan di bursa saham New York. Pada perdagangan yang berakhir Sabtu di hari waktu Indonesia, indeks Dow Jones Industrial Average melejit 1,9%, S&P 500 menanjak 1,31%, dan Nasdaq Composite melesat 1,01%.
"Sepertinya ketakutan di pasar sudah agak menghilang. Ditambah lagi investor sudah selesai mencairkan keuntungan," ujar Rob Haworth, Senior Investment Strategist di US Bank Wealth Management yang berbasis di Seattle, seperti diberitakan Reuters.
"Pelaku pasar berpandangan bagaimana pun tahun depan kemungkinan besar lebih baik dari sekarang. Memang jalan menuju pemulihan total akan memakan waktu bertahun-tahun, tetapi kita semua berjuang untuk sampai ke sana," tambah Rich Meckler, Partner di Cherry Lane Investments yang berbasis di New Jersey, seperti dikutip dari Reuters.
Optimisme ini yang kemudian menular ke Asia. Sentimen pasar yang cenderung positif membuat aset-aset berisiko kembali diminati, termasuk di Indonesia. Hasilnya, rupiah pun menguat.
Dari dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) dijadwalkan mengumumkan data perdagangan internasional periode Mei 2020. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor terkontraksi (tumbuh negatif) -19,015%. Sementara impor turun lebih dalam yaitu -24,55% sehingga neraca perdagangan diproyeksi surplus US$ 405,85 juta.
Surplus neraca perdagangan membawa harapan bahwa transaksi berjalan (current account) pada kuartal II-2020 akan terus membaik. Pada kuartal sebelumnya, transaksi berjalan mencatatkan defisit 1,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB), terendah sejak 2017.
Perbaikan transaksi berjalan akan membuat fundamental rupiah semakin kuat. Sebab pasokan devisa dari ekspor-impor barang dan jasa kian membaik.
Ditambah lagi dengan proyeksi inflasi yang rendah. Berdasarkan Survei Pemantauan Harga minggu kedua, Bank Indonesia (BI) memperkirakan inflasi Juni hanya 0,02% month-to-month (MtM). Ini membuat inflasi tahunan (year-on-year/YoY) ada di 0,93%, masih di bawah 1%.
Meski rendahnya inflasi bisa diartikan sebagai pelemahan daya beli, tetapi di sisi lain membuat berinvestasi di rupiah menjadi menguntungkan. Nilai riil rupiah tetap menarik karena tidak banyak 'termakan' oleh inflasi.
