
Sempat No 2 Asia, Rupiah Harus Legowo Finis di Zona Merah

Jakarta, CNBC Indonesia - Sentimen negatif yang sedang marak pada akhirnya membuat nilai tukar rupiah harus mengalami pelemahan di hadapan dolar pada penutupan perdagangan spot hari ini, Kamis (11/6/2020).
Pada 15.00 WIB US$ 1 dibanderol Rp 13.950. Mata uang Garuda terdepresiasi sebesar 0,22% di hadapan dolar greenback dibanding posisi penutupan kemarin. Kini dolar semakin mendekat ke Rp 14.000.
Rupiah mulai menguat hingga di bawah Rp 14.000/US$ sejak Jumat pekan lalu (5/6/2020). Namun memasuki pekan ini rupiah cenderung mengalami pelemahan. Maklum rupiah sudah terlalu perkasa.
Sejak mencatatkan rekor terendah penutupan pada 23 Maret lalu di Rp 16.550/US$, hingga hari ini rupiah sudah menguat 15,7%. Meski belum sekuat di awal tahun, rupiah setidaknya masih di bawah Rp 14.000/US$.
Dalam setiap konferensi pers kepada media Gubernur Bank Indonesia (BI) selalu mengatakan rupiah masih kemurahan (undervalued) dan akan terus menguat.
Tingkat inflasi yang rendah dan terjaga di kisaran target, selisih suku bunga dan yield obligasi pemerintah, kecemasan global yang mereda tercermin dari menurunnya premi risiko credit default swap (CDS) serta membaiknya defisit transaksi berjalan menjadi alasan utama mengapa BI yakin rupiah masih tergolong diobral 'murah' di pasar.
Di sisi lain BI juga hadir di pasar untuk menjaga stabilitas nilai tukar melalui strategi triple intervention di pasar spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNF) dan pembelian SBN di pasar sekunder.
Namun kabar kurang mengenakkan yang datang dari barat (Paman Sam) menjadi sentimen negatif yang juga turut mempengaruhi pasar keuangan Tanah Air. Rupiah pun harus melemah hari ini dan gagal menyabet gelar juara Asia walau sempat jadi runner up saat perdagangan siang tadi.
Hingga 15.13 WIB, jawara mata uang kawasan Benua Kuning disabet oleh baht yang menguat 0,51% di hadapan dolar AS dan di posisi kedua ada yen yang mengalami apresiasi sebesar 0,11% di hadapan dolar AS.