
Simak Kabar Soal Utang Garuda Hingga Laba WIKA Drop 65%

Jakarta, CNBC Indonesia - Penambahan kasus baru harian akibat pandemi Covid-19 di Indonesia meningkat tajam setelah diterapkannya kebijakan tatanan normal baru. Hal ini menjadi sentimen negatif yang perlu diwaspadai.
Di sisi lain, pernyataan The Federal Reserve yang mengisyaratkan akan mempertahankan suku bunga rendah hingga tahun 2022 menjadi faktor yang mendorong indeks Dow Jones melemah 1,04% dan membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan Rabu kemarin (10/6/2020), terkoreksi 2,27% ke posisi 4.920,68 meski nilai transaksi mencapai Rp 10,97 triliun dengan volume 9,68 miliar saham.
Sebelum memulai perdagangan Kamis (11/6/2020), simak pemberitaan menarik berikut ini yang dihimpun CNBC Indonesia:
1. Utang Garuda US$ 500 Juta Disetujui Direstrukturisasi
PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) memperoleh persetujuan dari para pemegang sukuk (sukuk holders) untuk memperpanjang masa pelunasan sukuk global senilai US$ 500 juta yang diterbitkan perusahaan hingga tiga tahun ke depan.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan persetujuan ini diperoleh melalui Rapat Umum Pemegang Sukuk yang dilaksanakan hari ini, Rabu (10/6/2020). Sebanyak 90,88% sukuk holders dengan nilai US$ 454,49 juta menyetujui permintaan restrukturisasi tersebut.
"Dengan diperolehnya persetujuan atas Consent Solicitation perpanjangan masa pelunasan global sukuk ini, kami tentunya optimistis hal ini bisa menjadi langkah awal yang signifikan dalam upaya pemulihan kinerja Garuda Indonesia yang terdampak atas pandemi COVID-19," kata Irfan dalam siaran persnya, Rabu (10/6/2020).
2.Kredit Q2 Diprediksi Melambat, Bank Mandiri Mulai Hati-hati
PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) memperkirakan penyaluran kredit pada kuartal II-2020 bakal melambat dibanding dengan kuartal I-2020 yang berhasil tumbuh sebesar 14,20%. Hal ini disebabkan banyak sektor bisnis yang terdampak Covid-19 sehingga terjadi perlambatan permintaan kredit.
Wakil Direktur Utama Bank Mandiri Heri Gunardi mengatakan dengan besarnya dampak Covid-19 terhadap berbagai sektor bisnis, perusahaan juga mulai berhati-hati dalam menyalurkan kredit.
"Kuartal I kemarin kalau dilihat bisa kredit tumbuh 14,20% artinya masih bagus. Tapi saya rasa dari bulan April, Mei, Juni ini tentunya kan terjadi perlambatan akibat dari banyak sekali sektor yang terkena imbas Covid-19," kata Heri dalam wawancara bersama CNBC Indonesia TV, Rabu (10/5/2020).
3. Kuartal I-2020, Laba WIKA Ambles 65% Jadi Rp 99 M
Emiten konstruksi BUMN, PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) mencatatkan penurunan laba bersih yang cukup signifikan pada periode kuartal pertama tahun ini.
Pandemi Covid-19 menyebabkan proyek infrastruktur harus tertunda dan menyebabkan laba bersih WIKA anjlok 65% menjadi Rp 99,21 miliar dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp 285,89 miliar.
Penurunan laba bersih ini menyebabkan nilai per saham dasar turun menjadi Rp 11,07 per saham dari tahun sebelumnya Rp 31,87 per saham.
Dalam laporan keuangan konsoldiasian yang dipublikasikan WIKA, perseroan membukukan pendapatan Rp 4,19 triliun pada tiga bulan pertama tahun ini. Perolehan ini turun 35,4% dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp 6,50 triliun.
Pendapatan bersih ini disumbang masing-masing oleh segmen infrastruktur dan gedung Rp 2,68 triliun. Selanjutnya, energi dan industrial plant sebesar Rp 667,64 miliar. Industri, realty dan properti memberikan andil pendapatan Rp 666,22 miliar dan Rp 181,21 miliar.
4. BEI Suspensi Saham TELE dan Obligasinya, Ada Apa?
Bursa Efek Indonesia (BEI) menghentikan sementara perdagangan efek (saham dan obligasi) PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk. (TELE, TELE01CCN2, TELE01BCN3, TELE02CN2) di seluruh pasar terhitung sejak sesi I perdagangan efek pada Rabu ini 10 Juni 2020, hingga pengumuman Bursa lebih lanjut.
Sebab itu, bursa meminta kepada pihak yang berkepentingan untuk selalu memperhatikan keterbukaan informasi yang disampaikan oleh perseroan.
Suspensi obligasi dan saham TELE merujuk surat Tiphone Mobile Indonesia Nomor 003/SX/COR-TMI/VI/2020 tanggal 9 Juni 2020 perihal Laporan Hasil Pemeringkatan Karena Terdapat Fakta Material dan pengumuman PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Nomor RC-709/PEF-DIR/VI/2020 tanggal 8 Juni 2020 perihal Sertifikat Pemantauan Khusus (Special Review) Pemeringkatan atas Tiphone periode 5 Juni 2020-1 Januari 2021.
5. Siapa Serap Rights Issue Mayapada Rp 4,5 T? Ini Jawaban Tahir
Pemilik PT Bank Mayapada Tbk (MAYA) Dato' Sri Tahir berencana akan menyerap saham baru yang akan diterbitkan perseroan. Tahir akan menyerap rights issue saham baru yang akan diterbitkan perseroan via mekanisme penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) yang nilainya mencapai Rp 4,5 triliun.
Hal tersebut disampaikan oleh Tahir kepada CNBC Indonesia melalui pesan singkat. "Ya [serap rights issue]. Nanti saya kabarin, rencana rights issue Rp 4,5 triliun," ujar Tahir kepada CNBC Indonesia melalui pesan singkat, Rabu (10/6/2020)
Bank Mayapada berencana melakukan penambahan modal dengan memberikan HMETD atau rights issue dengan jumlah sebanyak-banyaknya 2.277.470.229 atau 2,27 miliar saham Seri B.
Jumlah saham baru yang akan diterbitkan MAYA tersebut setara dengan 25,00% dari modal disetor setelah terlaksananya penawaran umum terbatas (PUT) ke-XIII ini dengan nilai nominal Rp 100/saham. Hanya saja belum diungkapkan besaran harga pelaksanaan rights issue ini per sahamnya.
6. Erick Thohir Ganti Direktur Operasional Bukit Asam
Perusahaan pertambangan batu bara milik negara, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) melakukan penggantian salah satu direksi perusahaan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPS) hari ini.
Menteri BUMN, Erick Thohir, selaku perwakilan pemerintah sebagai pemegang saham mayoritas PTBA, mengganti Direktur Operasional dan Produksi yang sebelumnya ditempati Suryo Eko Hadianto menjadi Hadis Surya Palapa.
Sebelumnya Hadis Surya Palapa merupakan Sekretaris Perusahaan di BUMN batu bara ini. Hadis pernah menjabat sebagai General Manager Unit Pelabuhan Tarahan Bukit Asam dan pernah juga menjadi Direktur Utama PT Satria Bahana Sarana.
Selain mengganti direksi, RUPST ini juga memberhentikan komisaris perusahaan, yakni Robert Heri, Taufik Madjid, Heru Setyobudi Suprayogo, dan Soengoel Pardamean Sitorus.
7.Operasi Bertahap, AirAsia Indonesia Siap Terbang Lagi 19 Juni
Maskapai penerbangan bertarif murah alias low cost carrier (LCC) Grup AirAsia Berhad, PT AirAsia Indonesia Tbk (CMPP) kembali memperpanjang masa penghentian sementara penerbangan domestik. Perseroan akan kembali beroperasi bertahap mulai Jumat 19 Juni pekan depan.
Tanggal operasional bertahap ini diperpanjang dari sebelumnya yakni 18 Mei, kemudian 1 Juni, dan Senin pekan ini 8 Juni yang kemudian akhirnya diperpanjang lagi hingga 19 Juni mendatang.
Indah Permatasari Saugi, Sekretaris Perusahaan CMPP, dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), mengatakan perseroan menyampaikan informasi mengenai penyesuaian rencana pengoperasian kembali penerbangan berjadwal dikarenakan alasan operasional, perpanjangan masa pembatasan sosial di beberapa wilayah dan semakin ketatnya ketentuan penerbangan.
8. Pasar Labil, Adhi Commuter Tunda IPO Jadi Tahun Depan
PT Adhi Commuter Properti, anak usaha PT Adhi Karya Tbk (ADHI), menyatakan akan menunda penawaran saham perdana (initial public offering/IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI) menjadi tahun depan dari sebelumnya di tahun ini.
Pertimbangan penundaan ini disebabkan karena kondisi pasar saham yang masih terkoreksi sejak awal tahun akibat ketidakpastian pandemi Covid-19.
Direktur Keuangan, Manajemen Risiko, dan SDM Adhi Commuter Mochamad Yusuf, pada proyeksi awal, perseroan seharusnya akan melantai di bursa pada kuartal kedua tahun ini dengan emisi yang dihimpun mencapai Rp 2,5 triliun dengan melepas 30% saham ke publik.
IPO tersebut juga merupakan bagian dari kebutuhan pendanaan anak usaha ADHI ini untuk belanja modal sebesar Rp 3,5 triliun, di mana sekitar Rp 2 triliun akan bersumber dari dana hasil IPO.
"Dengan pertimbangan kondisi pasar sekarang, untuk waktu IPO sedang kami susun untuk direncanakan tahun depan," kata Mochamad Yusuf, kepada CNBC Indonesia, Rabu (10/6/2020).
9. Terungkap! Harga Akuisisi Pinehill Lebih Mahal Hampir Rp 2 T
Emiten konsumer Grup Salim, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) berencana mengakuisisi penuh saham Pinehill Company Limited (PCL) yang dimiliki oleh Pinehill Corpora senilai US$ 2,99 miliar atau setara Rp 41,56 triliun dengan asumsi kurs Rp 13.901 per dolar AS.
Dalam dokumen yang disampaikan manajemen Indofood CBP, ternyata nilai pasar wajar untuk akuisisi saham tersebut lebih murah Rp 1,81 triliun, tepatnya sebesar US$ 2,86 miliar (Rp 39,75 triliun). Artinya harga akuisisi tersebut di atas harga wajar alias lebih mahal.
Pertimbangan ini mengacu pada seluruh ekuitas Pinehill Company Limited pada 31 Desember 2019 sebesar Rp 39,80 triliun.
"Dengan mempertimbangkan seluruh informasi yang relevan dan kondisi pasar yang berlaku, kami berpendapat bahwa nilai wajar atas 100% ekuitas PCL per tanggal 31 Desember 2019 adalah US$ 2,86 miliar," tulis manajemen Indofood CBP, dalam pengumuman di laman keterbukaan informasi, dikutip Rabu (10/9/2020).
10. OJK Perintah Minna Padi Kembalikan Dana Milik Nasabah
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta PT Minna Padi Aset Manajemen (MPAM) melaksanakan komitmen menyelesaikan proses likuidasi dana nasabah atas 6 produk reksa dana yang dikelola MPAM.
Juru Bicara OJK, Sekar Putih Djarot mengatakan, saat ini MPAM masih dalam proses melakukan likuidasi atas 6 reksa dana tersebut. Berdasarkan rencana yang disampaikan oleh MPAM, pembagian hasil likuidasi dilaksanakan dalam 2 tahap.
"Pembagian hasil likuidasi tahap I telah dilaksanakan pada tanggal 11 Maret 2020 kepada seluruh investor dari 6 reksa dana. OJK meminta MI [manajer investasi] untuk menjalankan komitmennya dalam penyelesaian proses likuidasi selanjutnya dan melaporkan kepada OJK," katanya kepada CNBC Indonesia, Selasa (9/6/2020).
(hps/hps) Next Article Emiten Mulai Terdampak Covid-19 & Besok Jakarta Mulai PSBB