Investor Cairkan Cuan, Rupiah Sempat Dekati Rp 14.000/US$

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
08 June 2020 16:40
[THUMBNAIL] 15.000
Foto: Arie Pratama
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (8/6/2020), kembali mendekati level Rp 14.000/US$. Pelemahan rupiah terjadi akibat aksi ambil untung (profit taking) setelah menguat tajam sepanjang pekan lalu.

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di Rp 13.850/US$, setelahnya sempat melemah hingga 0,65% ke Rp 13.940/US$. Tetapi kurang dari 1 jam rupiah sudah kembali ke zona hijau, bahkan sempat menguat 0,29% ke Rp 13.810/US$.

Tetapi selepas tengah hari, rupiah mengendur hingga akhirnya berbalik melemah, bahkan semakin terakselerasi hingga 1,01% ke Rp 13.990/US$, nyaris mencapai level psikologis Rp 14.000/US$.

Menjelang penutupan perdagangan, rupiah berhasil memangkas pelemahan hingga berakhir di Rp 14.850/US$ di pasar spot, melansir data Refinitiv.

Dengan berakhir stagnan, rupiah bukan menjadi mata uang terburuk di Asia hari ini, bukan juga yang terbaik. Mata uang utama Asia bergerak bervariasi melawan dolar AS pada perdagangan hari ini.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Benua Kuning hingga pukul 15:08 WIB.



Stagnanya rupiah hari ini membuatnya belum lagi melanjutkan laju apik sepanjang pekan lalu yang mencatat penguatan 5%. Penguatan tajam tersebut, ditambang dengan periode April-Juni yang melesat lebih dari 10% tentunya membuat investor tergiur mencairkan cuan, dan melakukan aksi profit taking yang membuat rupiah melemah.



Derasnya aliran modal yang masuk ke dalam negeri menjadi penopang penguatan rupiah pada pekan lalu. Derasnya aliran modal ke dalam negeri terlihat dari lelang obligasi atau Surat Berharga Negara (SBN) Selasa lalu yang penawarannya mencapai 105,27 triliun. Ada 7 seri SBN yang dilelang kemarin, dengan target indikatif pemerintah sebesar US$ 20 triliun, artinya terjadi oversubscribed 5,2 kali.

Pemerintah menyerap Rp 24,3 triliun dari seluruh penawaran yang masuk, di atas target indikatif, berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan.

Tingginya daya tarik SBN juga terlihat di pasar sekunder. Berdasarkan data DJPPR sejak akhir Mei hingga 4 Juni, terjadi inflow sebesar 7,02 triliun. Inflow tersebut terbilang besar nyaris menyamai inflow sepanjang bulan Mei Rp 7,07 triliun.

Di pasar saham, juga terjadi inflow yang cukup besar. Berdasarkan data RTI, sepanjang pekan lalu investor asing melakukan aksi beli bersih (net buy) sebesar Rp 3,45 triliun di all market. Sementara pada hari ini, di pasar reguler investor asing mencatat net buy sebesar Rp 104,22 miliar, tetapi di all market terjadi aksi jual bersih (net sell) sebesar Rp 22,96 miliar. Net sell tersebut juga menunjukkan adanya profit taking di pasar saham hari ini.

Mood pelaku pasar global yang sedang bagus-bagusnya merespon new normal atau memutar kembali roda perekonomian dengan protokol kesehatan yang ketat di berbagai negara, membuat aliran modal deras masuk ke negara emerging market. Indonesia menjadi salah satu yang mendapat keuntungan.

Terkait new normal, pelonggaran kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) DKI Jakarta hari ini memasuki pekan kedua, artinya ada lebih banyak sektor yang diizinkan beroperasi. Perkantoran, rumah makan, pertokoan, bengkel museum, taman, pantai, mulai dibuka hari ini, meski masih dibatasi jumlah orangnya dan dengan protokol kesehatan yang ketat. Ojek online juga sudah diperbolehkan kembali beroperasi di DKI Jakarta.

Dengan demikian, roda bisnis sudah berputar kembali meski secara perlahan, sehingga memberikan harapan perekonomian bisa segera bangkit. DKI Jakarta merupakan pusat ekonomi Indonesia, di tahun 2019 kontribusinya terhadap produk domestik bruto sekitar 17%.

Sentimen pelaku pasar saat ini juga masih bagus, setelah data tenaga kerja AS yang dirilis pada Jumat lalu secara mengejutkan mampu mencatat hasil positif.

Data yang dirilis oleh Departemen Tenaga Kerja AS menunjukkan sepanjang bulan Mei perekonomian AS mampu menyerap 2,5 juta tenaga kerja artinya ada perekrutan tenaga kerja kembali. Sementara hasil survei Reuters memprediksi akan ada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) 8 juta tenaga kerja.

Tingkat pengangguran juga menurun menjadi 13,3% dari sebelumnya 14,7%. Sementara hasil survei Reuters memprediksi tingkat pengangguran akan naik menjadi 19,8%.

Hasil tersebut sangat mengejutkan sekaligus memberikan optimisme jika perekonomian bisa segera bangkit dari keterpurukan akibat pandemi penyakit virus corona (Covid-19), dan terhindar dari resesi panjang.

Bagusnya data ekonomi Paman Sam bukannya menguatkan dolar AS, tetapi malah membuatnya melemah. Sebab, sentimen pelaku pasar menjadi semakin bagus, dan lebih memilih aset-aset berisko dengan imbal hasil tinggi, ketimbang asat aman (safe haven) seperti dolar AS.



Sementara itu dari dalamn negeri, Bank Indonesia (BI) melaporkan cadangan devisa Indonesia pada akhir Mei 2020 naik menjadi US$ 130,5 miliar, dibandingkan posisi akhir bulan sebelumnya sebesar US$ 127,9 miliar. Cadev Indonesia kini sudah membukukan kenaikan 2 bulan beruntun.

Berdasarkan laporan BI, cadangan devisa meningkat karena penarikan utang luar negeri pemerintah dan penempatan valas perbankan di BI.

Dengan kenaikan cadev tersebut, BI memiliki amunisi lebih besar untuk menstabilkan rupiah jika kembali mengalami gejolak, sehingga investor menjadi lebih nyaman berinvestasi di dalam negeri.

Mood pelaku pasar yang sedang bagus, didukung dengan data-data ekonomi yang apik seharusnya bisa membuat rupiah kembali melesat. Sayangnya profit taking mendominasi pasar dan rupiah harus berakhir stagnan.


TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular