
Rupiah Bisa Terus Perkasa, Obatnya Apa? Cadangan Devisa!
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
08 June 2020 12:37

Di sisi supply, pasokan valas yang memadai menopang peningkatan cadangan devisa. Sementara di sisi demand, kebutuhan valas untuk stabilisasi nilai tukar rupiah relatif minim.
Sepanjang Mei, kepemilikan asing di Surat Berharga Negara (SBN) meningkat Rp 7,07 triliun. Sementara di pasar saham, investor asing melakukan beli bersih (net buy) Rp 8,03 triliun.
Tingginya arus modal asing membuat rupiah mampu menjaga dirinya sendiri, kebutuhan intervensi dari BI menjadi minim. Bahkan kepemilikan BI di SBN selama Mei berkurang Rp 13,54 triliun, menandakan BI tidak 'ngoyo' memborong obligasi pemerintah di pasar sekunder untuk stabilisasi nilai tukar.
Tanpa intervensi BI pun rupiah sudah perkasa, malah sangat perkasa. Sepanjang Mei, rupiah menguat 1,69% terhadap dolar Amerika Serikat (AS) secara point-to-point.
Ke depan, peluang peningkatan cadangan devisa lebih lanjut masih terbuka. Likuiditas valas perbankan bisa semakin 'gemuk' seiring derasnya pasokan valas akibat tren kebijakan moneter ultra-longgar di berbagai negara.
Fitch Ratings memperkirakan nilai stimulus moneter dalam bentuk pembelian surat-surat berharga (quantitative easing) oleh seluruh bank sentral dunia pada tahun ini bisa mencapai US$ 6 triliun. Di AS, neraca bank sentral Negeri Paman Sam (The Federal Reserve/The Fed) pada pertengahan Maret tercatat US$ 4,3 triliun. Namun pada akhir April jumlahnya membengkak menjadi US$ 6,5 triliun.
Kemudian bank sentral Uni Eropa (ECB) pada pertengahan Maret hingga medio April membeli surat-surat berharga dengan nilai total EUR 120 miliar. Sebelumnya, nilai quantitative easing 'hanya' sekitar EUR 20 miliar per bulan.
Sementara bank sentral Inggris (BoE) berencana menambah pembelian obligasi pemerintah senilai GBP 200 miliar. Sedangkan bank sentral Jepang (BoJ) meluncurkan program tambahan pembelian Exchange Traded Funds (ETFs) sampai dengan JPY 12 triliun.
Gelontoran 'uang murah' itu tentu akan menyebar ke berbagai negara, termasuk Indonesia. Uang-uang itu akan masuk ke perbankan dan sektor keuangan Tanah Air.
(aji/aji)
Sepanjang Mei, kepemilikan asing di Surat Berharga Negara (SBN) meningkat Rp 7,07 triliun. Sementara di pasar saham, investor asing melakukan beli bersih (net buy) Rp 8,03 triliun.
Tingginya arus modal asing membuat rupiah mampu menjaga dirinya sendiri, kebutuhan intervensi dari BI menjadi minim. Bahkan kepemilikan BI di SBN selama Mei berkurang Rp 13,54 triliun, menandakan BI tidak 'ngoyo' memborong obligasi pemerintah di pasar sekunder untuk stabilisasi nilai tukar.
Ke depan, peluang peningkatan cadangan devisa lebih lanjut masih terbuka. Likuiditas valas perbankan bisa semakin 'gemuk' seiring derasnya pasokan valas akibat tren kebijakan moneter ultra-longgar di berbagai negara.
Fitch Ratings memperkirakan nilai stimulus moneter dalam bentuk pembelian surat-surat berharga (quantitative easing) oleh seluruh bank sentral dunia pada tahun ini bisa mencapai US$ 6 triliun. Di AS, neraca bank sentral Negeri Paman Sam (The Federal Reserve/The Fed) pada pertengahan Maret tercatat US$ 4,3 triliun. Namun pada akhir April jumlahnya membengkak menjadi US$ 6,5 triliun.
Kemudian bank sentral Uni Eropa (ECB) pada pertengahan Maret hingga medio April membeli surat-surat berharga dengan nilai total EUR 120 miliar. Sebelumnya, nilai quantitative easing 'hanya' sekitar EUR 20 miliar per bulan.
Sementara bank sentral Inggris (BoE) berencana menambah pembelian obligasi pemerintah senilai GBP 200 miliar. Sedangkan bank sentral Jepang (BoJ) meluncurkan program tambahan pembelian Exchange Traded Funds (ETFs) sampai dengan JPY 12 triliun.
Gelontoran 'uang murah' itu tentu akan menyebar ke berbagai negara, termasuk Indonesia. Uang-uang itu akan masuk ke perbankan dan sektor keuangan Tanah Air.
(aji/aji)
Next Page
Arus Modal Asing Masih Deras
Pages
Most Popular