Ada Utang di Balik Rekor Cadangan Devisa Indonesia

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
05 March 2021 13:10
Dollar
Foto: Freepik

Jakarta, CNBC Indonesia - Cadangan devisa (cadev) Indonesia melanjutkan tren kenaikannya di tahun ini, dan sekali lagi mencetak rekor tertinggi sepanjang masa. Bank Indonesia dalam rilisnya hari ini, Jumat (5/3/2021), melaporkan posisi cadangan devisa pada akhir Februari sebesar US$ 138,8 miliar, naik US$ 800 juta dibandingkan dengan posisi akhir Januari lalu.

"Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 10,5 bulan impor atau 10,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," sebut keterangan tertulis BI.

Posisi cadev di bulan Februari lalu merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah, mematahkan rekor sebelumnya US$ 138 miliar yang dicapai pada bulan Januari lalu. Artinya dalam 2 bulan pertama tahun ini, cadev Indonesia terus mencetak rekor tertinggi.

Tetapi menurut BI, peningkatan cadev tersebut utamanya dari penarikan pinjaman pemerintah serta penerimaan pajak. Artinya peningkatan cadev masih dipengaruhi oleh utang di tahun ini, pada bulan Januari lalu, penerbitan global bond juga mendorong kenaikan cadangan devisa.

Penarikan pinjaman pemerintah terlihat dari kenaikan utang pemerintah di awal tahun ini. Kementerian Keuangan mencatat posisi utang Indonesia hingga akhir Januari 2021 sebesar Rp 6.233,14 triliun, atau 40,28% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Posisi tersebut, naik Rp 158,58 triliun dari posisi Desember, dan meningkat Rp 1.415,59 triliun dari Rp 4.817,55 triliun di Januari 2020.

Dari total utang tersebut, utang melalui pinjaman tercatat Rp 849,59 triliun. Pinjaman ini terdiri dari pinjaman dalam negeri Rp 12,53 triliun dan pinjaman luar negeri Rp 849,59 triliun.

Adapun utang dari pinjaman luar negeri ini terdiri dari pinjaman bilateral Rp 329,64 triliun, pinjaman multilateral Rp 462,87 triliun dan pinjaman dari commercial banks Rp 44,54 triliun.

SBN masih mendominasi utang pemerintah. Utang SBN tercatat p 5.383,55 triliun yang terdiri dari SBN domestik Rp 4.133,38 triliun dan valuta asing (global bond) Rp 1.250,17 triliun. Pada Januari lalu, pemerintah menerbitkan global bond dengan yield terendah sepanjang sejarah, yang menjadi salah satu pemicu melesatnya cadangan devisa.

Pemerintah menerbitkan Surat Utang Negara (SUN) dalam 2 mata uang asing dolar AS dan euro di awal tahun ini. Dalam bentuk dolar AS, pemerintah menerbitkan 3 seri SUN, tenor 10 tahun, 30 tahun, dan 50 tahun, dengan nilai total US$ 3 miliar. Sementara dalam bentuk euro diterbitkan 1 seri dengan tenor 12 tahun, senilai US$ 1 miliar.

Sehingga global bond yang diterbitkan di bulan Januari lalu sebesar US$ 4 miliar.

Menurut Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), penerbitan global bond kali ini yang "termurah" atau dengan yield terendah sepanjang sejarah untuk seluruh tenor.

"Untuk seri-seri dengan denominasi USD, initial price guidance berada pada area 2.350% untuk tenor 10 tahun, area 3.550% untuk tenor 30 tahun dan area 3.850% untuk tenor 50 tahun. Dengan profil kredit Indonesia yang sangat baik di mata investor, transaksi ini berhasil mendapatkan orderbook yang dalam dan berkualitas sehingga final price guidance dapat ditekan hingga 45bps ke 1,900% untuk tenor 10 tahun, 3,100% untuk tenor 30 tahun dan 3,400% untuk tenor 50 tahun" tulis DJPPR dalam rilisnya 12 Januari lalu.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Penerimaan Pajak Dalam Tren Pemulihan, HBA Batu Bara Terbang

Selain penarikan pinjaman, penerimaan pajak juga disebut menaikkan cadangan devisa. Target penerimaan pajak di tahun 2021 sebesar Rp 1.229,8 triliun, naik 14,18% dibandingkan realisasi sementara tahun 2020 lalu.

Berdasarkan laporan APBN KiTa, edisi Februari lalu, penerimaan pajak di bulan Januari sebesar Rp68,45 triliun, atau 5,57 persen dari target tersebut. Dibandingkan dengan Januari 2020, penerimaan pajak di bulan Januari masih -15,32% year-on-year (YoY).

idrFoto: Tren Pemulihan Penerimaan Pajak, APBN KiTa

Meski jauh lebih rendah dibandingkan tahun lalu, tetapi penerimaan pajak per bulannya terus menunjukkan tren pemulihan, pasca merosot di bulan Maret hingga Mei tahun lalu.


Sementara harga komoditas ekspor andalan Indonesia masih tinggi. Harga Batu Bara Acuan (HBA) Februari 2021 melonjak ke posisi US$ 87,79 per ton, atau naik 15,75% dari posisi harga Januari 2021 yang sebesar US$ 75,84 per ton.

Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi mengatakan, kenaikan ini dipicu sentimen yang dibentuk oleh super siklus komoditas.

"Adanya sentimen commodity supercycle, antara lain kenaikan harga gas ikut memperkuat harga batu bara," papar Agung, seperti dikutip dari keterangan resmi Kementerian, Kamis (04/02/2021).

Kemudian rata-rata harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) naik 0,61% di 3.544 ringgit per ton (US$ 870/ton).

Pemerintah di awal Desember 2020 mengubah besaran tarif pungutan ekspor minyak kelapa sawit menjadi disesuaikan berdasarkan batasan lapisan nilai harga CPO yang mengacu pada harga referensi yang ditetapkan Menteri Perdagangan.

Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan No.191/PMK.05/2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan No.57/PMK.05/2020 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit Pada Kementerian Keuangan. Peraturan tersebut berlaku sejak 10 Desember 2020.

Dalam peraturan baru tersebut, tarif pungutan ekspor untuk minyak kelapa sawit (CPO) minimal sebesar US$ 55 per ton dan paling tinggi US$ 255 per ton.
Dengan harga CPO di kisaran US$ 870 per ton, maka pungutannya sebesar US$ 135.ton.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular