Gegara Bayar Utang, Tren Rekor Cadangan Devisa RI Terhenti

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
05 November 2021 12:21
Dollar
Foto: Freepik

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah dua bulan beruntun mencatat rekor tertinggi sepanjang masa, cadangan devisa Indonesia akhirnya mengalami penurunan di bulan Oktober. Penyebabnya, pembayaran utang pemerintah.

Bank Indonesia (BI) hari ini melaporkan cadangan devisa pada akhir Oktober turun US$ 1,4 miliar ke US$ 145,5 miliar. Di bulan September, cadangan devisa tercatat sebesar US$ 146,9 miliar yang merupakan rekor tertinggi sepanjang masa.

"Posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Oktober 2021 tetap tinggi sebesar 145,5 miliar dolar AS, meskipun menurun dibandingkan dengan posisi pada akhir September 2021 sebesar 146,9 miliar dolar AS. Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 8,5 bulan impor atau 8,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor," papar keterangan tertulis BI, Jumat (5/11/2021).

Menurut BI, penurunan posisi cadangan devisa pada Oktober 2021 antara lain dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah.

Selain pembayaran utang, faktor lainnya seperti nilai tukar rupiah yang cukup stabil sebenarnya bisa mendukung penambahan cadangan devisa. Sepanjang bulan Oktober lalu, nilai tukar rupiah bahkan menguat lebih dari 1% melawan dolar Amerika Serikat (AS), sehingga kebutuhan intervensi dengan menggunakan cadangan devisa menjadi minim.
Selain itu, harga komoditas masih tinggi, yang tentunya bisa menambah devisa.

Sebelum mengalami penurunan bulan lalu, kenaikan tajam harga komoditas membuat cadangan devisa Indonesia mencatat rekor dua bulan beruntun.

Kenaikan harga komoditas tersebut mempengaruhi penerimaan pajak, bea keluar hingga PNBP. Pajak misalnya, pada Januari-September 2021 melonjak 38,4% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy). Jauh membaik ketimbang sembilan pertama 2020 yang ambles 42,7% yoy.

Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan, menyampaikan efek lonjakan harga komoditas berpengaruh terhadap bea keluar (BK) di mana realisasinya mencapai Rp 22,56 triliun atau terbaik sepanjang sejarah Indonesia.

"BK melonjak 910,6% karena komoditas CPO dan logam dasar, batu bara nikel dan lain-lain," ungkap Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita periode Oktober 2021, Senin (25/10/2021).


HALAMAN SELANJUTNYA >>> Krisis Energi Untungkan Indonesia

Krisis energi yang melanda berbagai negara, mulai dari Eropa, kemudian China dan lainnya membuat harga komoditas melonjak. Dimulai dari kenaikan harga gas alam, memicu kenaikan harga batu bara, minyak mentah, dan komoditas lainnya.

Indonesia sebagai salah satu negara pengekspor komoditas tentunya diuntungkan.

Harga batu bara meroket gila-gilaan. Sepanjang tahun ini, harga batu bara acuan ICE Newcastle Australia sempat meroket hingga 240% hingga 5 Oktober lalu. Meski belakangan ini harga batu bara tersebut berbalik merosot.

Kenaikan tajam tersebut membuat Harga Batu Bara Acuan (HBA) di dalam negeri terus naik. Di bulan September, HBA tercatat sebesar US$ 150,03 per ton yang merupakan level tertinggi dalam satu dekade terakhir.

Sementara di bulan Oktober HBA meroket lagi ke US$ 161,63 per ton.

Kemudian harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) juga mencatat rekor tertinggi sepanjang masa. Rata-rata harga CPO di bursa Derivatif Malaysia pada bulan Oktober sebesar 5.025 ringgit/ton atau sekitar US$ 1.200/ton, melesat 12,5% dibandingkan rata-rata harga bulan sebelumnya.

Alhasil, harga referensi CPO di dalam negeri juga mengalami peningkatan.

Di bulan Oktober harga referensi CPO sebesar US$ 1.196,60 /metric ton (MT), naik 1% dari bulan sebelumnya.

Harga referensi ini menjadi pedoman penentuan tarif bea keluar dan tarif pungutan ekspor komoditi kelapa sawit, CPO, beserta produk turunannya.

Harga referensi tersebut jauh dari batas US$ 750/MT, sehingga di bulan Oktober pemerintah menetapkan bea keluar sebesar US$ 166/MT.

Batu bara dan CPO merupakan komoditas ekspor utama Indonesia, keduanya terus mencatat kenaikan signifikan. Belum lagi komoditas lainnya yang juga harganya mengalami kenaikan, sehingga bisa menambah devisa negara.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular