
Bukan Wall Street, UBS Sebut Bursa Saham Asia Paling Bullish!

Jakarta, CNBC Indonesia - Saat pasar saham mulai mendapatkan momentum pembalikan arah alias rebound yang ditopang sentimen pembukaan kembali ekonomi setelah lockdown sejumlah negara akibat virus Covid-19, investor pun mungkin bertanya-tanya apakah sudah terlambat membenamkan dana mereka ke pasar saham saat ini.
Head of Asset Allocation Asia Pacific (APAC) Chief Investment Office UBS Global Wealth Management, Adrian Zuercher, mengatakan bahwa pasar saham yang masih menjanjikan bagi investor di tengah pandemi saat ini ialah pasar saham Asia yang tetap berpotensi memberikan tren naik atau bullish.
"Kami melihat pasar saham Asia di luar Jepang pada saat ini overweight," kata Zuercher dalam program "Street Signs" CNBC, dilansir Jumat (5/6/2020).
"Bagi kami, Asia satu-satunya wilayah yang akan memiliki pertumbuhan pendapatan [perusahaan] positif tahun ini dan juga tahun depan, pertumbuhan pendapatan juga berpotensi dua digit," katanya menganalisis.
![]() Chief Investment Office UBS Global Wealth Management, Adrian Zuercher |
Rekomendasi overweight biasa diartikan saham-saham yang direkomendasi oleh analis atau broker diperkirakan akan mengalami kenaikan yang bisa melebihi saham lain yang menjadi patokannya.
Komentar Zuercher ini juga muncul ketika pasar saham global mengalami reli dalam beberapa hari terakhir seiring dengan momentum positif pembukaan ekonomi dan pelonggaran lockdown yang sempat (dan masih) membuat ekonomi global morat-marit.
Data Refinitiv Eikon mencatat, sejak awal Juni, indeks MSCI Asia ex-Jepang yang menjadi indeks acuan saham-saham regional Asia sudah melonjak 6,07%. Penguatan indeks ini perlahan tapi pasti mulai berusaha menutupi koreksi sebelumnya di mana penurunan secara year to date sebesar 8% sejak awal tahun.
Sebagai perbandingan, indeks Hang Seng di Bursa Hong Kong naik 5,65% secara month-to-date di awal Juni, sementara indeks komposit Shanghai di Bursa Shanghai, China, naik 2,09% selama periode tersebut. Kedua indeks acuan Asia itu juga masing-masing melorot 13,94% dan 4,53%, sejak awal tahun (year to date).
Di Amerika Serikat, Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 3,49% pada bulan ini, sementara S&P 500 naik 2,52% pada periode yang sama. Secara year to date, kedua indeks ini masing-masing turun 7,95% dan 3,4%. Hanya Indeks Nasdaq yang mampu menguat secara tahun berjalan sebesar 8,09%.
Terkait dengan pergerakan pasar secara umum, Zuercher menilai stimulus dan kebijakan fiskal dan moneter sejumlah negara menjadi sentimen positif.
"Saya pikir kita semacam melewati ... saat di mana kita mengalami kepanikan ini ... diikuti oleh stimulus fiskal ini, stimulus kebijakan moneter. Dan sekarang kita dalam mode perbaikan ekonomi," jelasnya.
"Saya bisa katakan pelaku pasar melakukan hal yang benar," katanya. "Segalanya membaik, pertumbuhan [ekonomi] membaik."
"Selama kita kembali ke jalur di mana kita membuka kembali ekonomi, saya pikir itu benar-benar menjadi pendorong utama bagi pasar dan itulah yang akan menjadi fokus dan sentimen ini bisa dimainkan oleh pasar," kata Zuercher.
Dia hanya menekankan persoalan geopolitik yang akan menjadi kendala dalam pembalikan arah pasar saham Asia, dan global.
Bursa saham di kawasan Asia pada perdagangan Kamis kemarin (4/6/2020) juga terpantau mayoritas Naik. Penurunan hanya terjadi di bursa lokal dan bursa China.
Di Korea Selatan, indeks Kospi berhasil menanjak 0,19% setelah Bank of Korea merilis data neraca perdagangan yang minus 3,12 juta won pada April. pada Mei neraca perdagangan Korea Selatan berhasil surplus 5,96 juta won.
Di Jepang, Indeks Nikkei berhasil terbang 0,36% setelah terjadinya pembelian investor asing sebesar 499 miliar yen di pasar obligasi dan 38 miliar yen di pasar saham melalui data yang dirilis oleh Menteri Keuangan Jepang.
Indeks Hang Seng di Hong Kong juga berhasil naik 0,17%. Menurut analis Haitong Sekuritas, Zhang Qi, pasar saham Hong Kong memang sebelumnya turun karena peraturan baru mengenai keamanan Hong Kong ini, tapi sekarang banyak pelaku pasar yang percaya bahwa peraturan ini akan membawa keuntungan dan kestabilan pada di pusat keuangan Asia tersebut.
Di negara lain di Asia seperti tetangga Indonesia Singapura, indeks STI naik 0,25% dan di China daratan Indeks SSE turun 0,14%.
Di Indonesia, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup turun 0,49% di level 4.916,70 menjadi yang terburuk di antara bursa besar di kawasan Benua Kuning. Penurunan IHSG sendiri ditenggarai oleh perpanjangan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Data Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat, investor asing masih mencatatkan beli bersih (net buy) hingga mencapai Rp 1,08 triliun melanjutkan reli net buy asing dalam 2 hari terakhir seiring dengan optimisme pembukaan kembali ekonomi nasional. Nilai transaksi hari ini tercatat mencapai Rp 12,05 triliun dengan 210 saham naik, 201 turun, dan 161 saham stagnan.
[Gambas:Video CNBC]
(tas/sef) Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000
