Survei Reuters: 2020 Menjadi Tahun Terburuk Bagi Pasar Saham

Haryanto, CNBC Indonesia
04 June 2020 10:42
Trader Timothy Nick works in his booth on the floor of the New York Stock Exchange, Thursday, Jan. 9, 2020. Stocks are opening broadly higher on Wall Street as traders welcome news that China's top trade official will head to Washington next week to sign a preliminary trade deal with the U.S. (AP Photo/Richard Drew)
Ilustrasi Bursa Saham New York (AP Photo/Richard Drew)

Jakarta, CNBC Indonesia - Sebuah survei yang dilakukan oleh Reuters mengatakan bahwa tahun ini akan menjadi yang terburuk bagi banyak pasar saham dunia dalam kurun hampir satu dekade setidaknya.

Jajak pendapat Reuters dilakukan pada 12-27 Mei 2020 yang melibatkan 250 analis di Asia, Eropa, dan Amerika, menunjukkan prediksi yang secara luas berfokus pada ekonomi dan bisnis yang dibuka kembali dengan cepat dari penguncian (lockdown), dengan 11 dari 17 indeks saham diperkirakan akan naik di akhir tahun.

Hampir 70% responden menjawab pertanyaan tambahan mengatakan posisi terendah tahun 2020 tidak akan terulang.
 

ReutersReuters


Mayoritas ahli strategi ekuitas yang disurvei oleh Reuters mengatakan penguatan indeks saat ini tidak akan mampu membalikkan kembali posisi terendah yang melanda pasar saham pada bulan Maret lalu akibat lonjakan kasus pandemi virus corona.

Data ekonomi makro menunjukkan resesi global yang mendalam, sehingga para ekonom dan manajer sekuritas berekspektasi untuk rebound yang lambat dan memanjang, belum lagi peringatan dari Federal Reserve AS.

Tetapi pasar ekuitas telah menguat selama dua bulan terakhir di tengah ekspektasi pemulihan yang tajam dan kuat, bahkan ketika pandemi virus corona masih menyebar yang telah menginfeksi lebih dari 5,7 juta orang di seluruh dunia. Hal ini terdorong oleh stimulus bank sentral.

Kendati demikian ada beberapa risiko yang masih ada, termasuk gelombang kedua virus corona, ketidakpastian kapan pandemi akan berakhir, lalu kapan pendapatan perusahaan akan sepenuhnya pulih, ketegangan AS dan Cina yang membara serta pemilihan presiden AS yang akan datang.

Retaknya hubungan antara AS-China sudah ter 'pricing-in' pasar ekuitas dan prospek ekonomi berada dalam pengawasan yang lebih ketat.

"Saya terus mengulangi bahwa beberapa pasar tidak mencerminkan kenyataan dengan semestinya dan bahwa kekuatan pasar tidak berada pada ketinggian yang tinggi tetapi dalam rebound yang wajar," kata Michael Every, ahli strategi global di Rabobank.

Sementara Subodh Kumar, ahli strategi investasi di perusahaan konsultasi miliknya, mencatat, seperti halnya banyak orang, bahwa pasar saham diperdagangkan terutama pada gelombang stimulus yang belum pernah terjadi sebelumnya dari bank sentral dan pemerintah.

"Tapi kelemahan makro juga penting, karena setelah guncangan pasar tenaga kerja yang besar dan kemungkinan gelombang kedua COVID-19, konsumen mungkin lebih lambat untuk pulih secara global. The Fed telah mengindikasikan pemulihan yang sangat lambat, "katanya.

Pada saat ekonomi AS menderita kehilangan pekerjaan terbesar sejak Depresi Hebat tahun 1930-an, indeks S&P 500 naik lebih dari sepertiga sejak level terendah 23 Maret.

 

ReutersReuters


Namun terlepas dari stimulus moneter dan fiskal yang belum pernah terjadi sebelumnya, 17 indeks yang disurvei, semuanya merah sejauh ini di tahun ini dan diperkirakan lebih rendah di penutupan akhir tahun 2020 dibandingkan harga awal tahun.

Prediksi kinerja tahun ini untuk 11 dari 17 indeks saham akan menjadi yang terburuk dalam hampir satu dekade setidaknya. Untuk delapan dari 11, ini akan menjadi yang terburuk sejak krisis keuangan belasan tahun yang lalu.

Sementara 2021 diproyeksikan lebih baik untuk saham daripada tahun ini, hanya empat indeks sahamyang diperkirakan akan pulih pada 2020 dan 16 tidak diharapkan untuk mengklaim kembali puncak pra-pandemi hingga setidaknya 2022.

Sekitar tiga perempat responden mengatakan risiko dari situasi makro dan pengangguran saat ini menimbulkan risiko "sangat tinggi" atau "tinggi" terhadap prospek mereka selama tiga bulan ke depan.

Ketidakpastian kapan pendapatan perusahaan akan mulai pulih juga telah merusak prospek saham global.

Ditanya kapan titik rendah untuk pendapatan perusahaan akan berakhir, sekitar 43%, atau 40 dari 93, responden mengatakan kuartal ini. Hampir 27% memilih kuartal ketiga dan 30% sisanya mengatakan kuartal keempat atau lebih baru. Tetapi pertumbuhan laba tahun-ke-tahun tidak diharapkan sebelum kuartal pertama 2021 untuk perusahaan yang terdaftar di S&P 500 dan STOXX 600, menurut data I/B/E/S dari Refinitiv. 

TIM RISET CNBC INDONESIA


(har/har) Next Article Trader Wall Street Paling Ikonik Sedunia Positif COVID-19

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular