Investor Bernafsu Incar Surat Utang Pemerintah, Sampai Kapan?

Haryanto, CNBC Indonesia
03 June 2020 12:32
Obligasi (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Obligasi (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Minat investor terhadap obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) sangat tinggi, tercermin dari permintaan yang masuk pada lelang kemarin mencapai Rp 105,27 triliun. Ini merupakan rekor baru sejak 18 Februari 2020 lalu.

Pada Selasa kemarin (2/6) pemerintah melakukan lelang tujuh seri Surat Utang Negara (SUN) guna memenuhi sebagian dari target pembiayaan dalam APBN 2020.

Target indikatif pada lelang kemarin sebesar Rp 20 triliun dengan target maksimal Rp 40 triliun, permintaan yang masuk senilai Rp 105,27 triliun, dan pemerintah memenangkan sebesar Rp 24,35 triliun dari tujuh seri tersebut, mengacu data DJPPR Kementerian Keuangan.

Mengacu dari hasil lelang yang masuk, investor sangat optimis terhadap aset pendapatan tetap (fixed income) ini di tengah skenario new normal pemerintah Indonesia. Hal tersebut terlihat dari pencapaian permintaan yang melewati target indikatif yang diproyeksikan pemerintah.

Artinya minat investor terhadap obligasi pemerintah sangat baik, dengan kelebihan permintaan (oversubscribed) sebanyak 5,2 kali. Sementara pada lelang Surat Utang Negara (SUN) Selasa kemarin juga mencapai rekor baru sejak 18 Februari 2020, jika mengacu data secara tahun berjalan (year-to-date/ytd) ketika permintaan yang masuk mencapai Rp 127,12 triliun.

Hasil Lelang Surat Utang Negara (SUN)

02-Jun-20

Seri

 

 

 

 

 

SPN03200903

SPN12210603

FR0081

FR0082

FR0080

FR0083

FR0076

Jatuh tempo

03-Sep-20

03-Jun-21

15-Jun-25

15-Sep-30

15-Jun-35

15 April 2040

15 May 2048

Yield rerata tertimbang

3.250%

3.750%

6.632%

7.201%

7.668%

7.710%

7.922%

Penawaran masuk

0,150

1,500

25,150

44,843

15,5585

10,6725

7,3976

Sumber : djppr.kemenkeu.go.id


Seri acuan yang paling diminati investor adalah yang bertenor pendek, terlihat dari tabel di atas, seri FR0082 tenor 10 tahun mencapai Rp Rp 44,843 triliun sedangkan seri FR0081 tenor 5 tahun menecapai Rp 25,150 triliun.

Apresiasi di pasar SBN ini terdoorng oleh sentimen positif dari new normal, sehingga roda bisnis perlahan kembali berputar dan berpeluang terlepas dari ancaman resesi global.

Negara-negara di Asia, Eropa hampir semuanya akan memutar kembali roda perekonomiannya dengan melonggarkan kebijakan karantina wilayah (lockdown). Begitu juga dengan Amerika Serikat, negara dengan nilai ekonomi terbesar di dunia.

Sementara itu,  faktor-faktor yang dapat menjaga minat investor terhadap pasar SBN di antaranya adalah pertama nilai tukar rupiah, semakin menguat mata uang, maka semakin baik pula kondisi ekonomi negara tersebut.

Pada perdagangan kemarin nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat 1,43%, US$ 1 dibanderol Rp 14.380/US$ di pasar spot.  Sementara Rabu ini (3/6/2020), US$ 1 dihargai Rp 14.210 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat tajam 1,18% dibandingkan posisi penutupan perdagangan sehari sebelumnya.

Bahkan beberapa pekan terakhir kurs rupiah terus membukukan penguatan yang signifikan. Penguatan rupiah ini juga tidak lepas dari 'restu' Bank Indonesia (BI).

Gubernur BI, Perry Warjiyo dalam paparan Perkembangan Ekonomi Terkini, mengatakan bahwa nilai tukar rupiah saat ini masih undervalue, dan ke depannya akan kembali menguat ke nilai fundamentalnya, kembali ke level sebelum pademi penyakit virus corona (Covid-19) terjadi di kisaran Rp 13.600-13.800/US$.

"Ke depan nilai tukar rupiah akan menguat ke fundamentalnya. Fundamental diukur dari inflasi yang rendah, current account deficit (CAD) yang lebih rendah, itu akan menopang penguatan rupiah," kata Perry, Kamis lalu (28/5/2020).

Kedua adalah inflasi, Indeks Harga Konsumen (IHK) di Indonesia pada bulan Mei 2020 tumbuh 0,07% dibandingkan bulan sebelumnya ketika berada di 0,08% di saat konsensus memprakirakan untuk pembacaan 0,04%. Inflasi yang masih terjaga di kisaran 3% plus minus 1% membuat rupiah menguat dan juga berdampak ke pasar SBN.

Faktor ketiga adalah defisit transaksi berjalan (CAD) yang membaik. BI mencatat CAD pada kuartal pertama tahun ini mencapai minus 1,4% dari PDB, lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Keempat yaitu tingkat imbal hasil (yield) yang ditawarkan SBN Indonesia cenderung lebih tinggi dibandingkan negara lainnya. Yield tenor 10 tahun Indonesia saat ini berada di level 7,67%

Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya. Yield menjadi acuan keuntungan investor di pasar surat utang dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.

Namun ada pula faktor yang bisa membuat investor untuk menjauhi pasar SBN. Salah satunya adalah tensi perang dagang antara AS-China, ketika ketegangan geopolitik semakin memanas maka aset-aset berisiko dan juga aset pendapatan tetap (fixed income) seperti SBN cenderung di jauhi karena investor lebih memilih aset safe haven sebagai lindung nilai.

Sementara perkembangan seputar pandemi virus corona, saat ini sejumlah negara di belahan dunia mulai melonggarkan lockdown guna mengaktifkan kembali roda bisnis perekonomian yang sempat mati suri.

Berdasarkan catatan terkini dari Worldometer jumlah kasus terpapar virus corona di sejumlah negara mencapai lebih dari 6,4 juta orang dengan korban jiwa sebanyak 381.706 orang.

Seiring pelonggaran lockdown, pelaku bisnis dan juga masyarakat perlu mematuhi protokol kesehatan. Jika protokol tersebut tidak dijalankan sebagaimana mestinya, maka bukan tidak mungkin akan terjadi gelombang kedua pandemi (second wave outbreak). Sehingga investor kembali mengurungkan dirinya untuk masuk pasar keuangan dan lebih memilih uang tunai (cash).

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular